Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak

Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak

Wanita yang shalihah adalah sebaik-baiknya perhiasan dunia. Kehadirannya sebagai seorang istri menjadi penyempurna setengah agama suaminya. Dan kehadirannya sebagai seorang ibu menjadikan ia sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, bagus atau tidaknya sebuah generasi sangat berkaitan erat dengan mereka.

Alkisah pada masa tabiin, dalam pertempuran yang dimenangkan pasukan muslimin di sebuah daerah yang disebut “Negeri di balik sungai” ada Farukh, budak yang mendampingi tuannya Rabi' bin Ziyad panglima pasukan muslimin dalam berjihad. Usai pertempuran Rabi’ menghembuskan nafas terakhirnya setelah memberi ghanimah ribuan dinar serta hadiah kemerdekaan dan uang kepada Farukh. Farukh yang berusia sekitar 30 tahun memilih menikah dan membina rumah tangga di Madinah.

Farukh sangat mensyukuri karunia Allah berupa istri yang sholehah, matang pola fikirnya, sempurna agamanya dan cantik akhlak dan parasnya yang kelak akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, persis seperti yang diharapkannya. Farukh tinggal bersama istrinya dengan bahagia di rumah yang ia beli dari uang pemberian tuannya. Namun semua kebahagiaan itu tak mampu meredam semangat dan kerinduannya untuk berjihad di jalan Allah. Pahlawan mukmin ini ingin kembali memasuki medan pertempuran, hasratnya semakin kuat untuk menjemput kesyahidan setiap mendengar kemengangan dan kemajuan pasukan muslimin.

Farukh menceritakan semua keinginan dan cita-citanya kepada istrinya yang sangat setia dan selalu memotivasi suaminya dalam kebaikan. “Wahai suamiku, kepada siapa engkau akan menitipkanku dan janin yang sedang aku kandung ini? dan engkau tidak punya sanak keluarga di kota ini?” tanya istri Farukh. “Aku titipkan engkau kepada Allah dan Rasul-Nya serta aku tinggalkan untukmu 30.000 dinar yang kukumpulkan dari hasil ghanimah, pakailah secukupnya untukmu dan bayi kita dengan sebaik-baiknya sampai aku kembali”. Walaupun situasi ini sangat berat bagi seorang istri yang belum lama dinikahi namun Istri Farukh dengan kesalehannya rela dan siap menghadapi semua resiko untuk mendukung semua niat baik suaminya. Farukh dengan semangat juang yang tinggi dan tawakal kepada Allah berangkat menuju medan jihad yang telah menunggunya.

Selang beberapa bulan lahirlah Rabi'ah kecil dari seorang ibu salehah yang ditinggal suaminya berjihad. Dengan kelahiran sang buah hati sang ibu cukup terhibur dari kerinduaan akan suaminya. Rabi'ah kecil disambutnya dengan penuh bahagia dan harapan besar.

Madrasah Pertama sang anak

Ibunya menjadi madrasah pertama bagi Rabi'ah, dengan penuh kasih sayang, ia didik dengan nilai-nilai islam dan akhlak yang baik. Rabi'ah tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas mahir membaca dan menulis kemudian hafal Al qur'an serta mampu membaca dengan bacaan yang sangat indah, selanjutnya mendalami hadis Rasulullah saw, mempelajari bahasa Arab yang baik dan semua ilmu yang harus dikuasai untuk menjadi seorang ulama.

Terhadap guru-guru Rabi'ah ibunya memberi imbalan yang cukup dan hadiah yang berharga, Imbalannya selalu ditambah setiap melihat kemajuan pada diri Rabi'ah. Sang ibu sangat senang sekali melihat perkembangan anaknya yang pesat sampai lupa bahwa dirinya sedang menunggu suami yang sudah pergi begitu lama berjihad di jalan Allah. Salah satu motivasi ibu Rabi'ah dalam mendidik anaknya adalah agar anaknya menjadi kebanggaan suaminya ketika kembali dari medan jihad kelak. Namun sudah sangat lama Farukh tak kunjung datang.

Tersebar desas-desus yang beraneka ragam tentang ayahnya Rabi'ah, ada yang mengatakan bahwa Farukh telah ditawan musuh, adapula yang mengatakan Farukh masih meneruskan jihadnya, yang lain lagi mengatakan Farukh telah gugur sebagai syuhada. Ibu Rabi'ah mengira kemungkinan terakhirlah yang paling mungkin mengingat tak pernah ada kabar lagi tentang suaminya. Ibu Rabi'ah sedih dan menyerahkan semua permasalahannya kepada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Rabi'ah sudah dewasa menjadi pemuda yang tampan, gagah, sholeh, berbakti, hafal Al qur'an dan hadis, serta memiliki keilmuan Islam yang cukup . Tetangga Rabi'ah menyarankan agar tidak perlu belajar lagi dan mulai bekerja untuk menafkahi dirinya dan ibunya. Ibunya hanya berkata : “Aku mohon kepada Allah agar memberi pilihan terbaik bagi dunia dan akhiratnya, dan Rabi'ah telah memilih untuk terus menuntut ilmu dan mengajarkan ilmunya.”

Tanpa membuang waktu dan penuh dengan kesungguhan, Rabi'ah selalu mendatangi berbagai majelis ilmu di Masjid Nabawi. Berguru kepada ulama terkemuka dari kalangan sahabat dan tabi’in seperti Anas bin Malik, Sa'id bin Musayyab, Makhul Asy-Syami dan Salamah bin Dinar. Kebiasaannya belajar sampai larut malam walau teman-temannya sering menasihatinya agar tidak terlalu larut demi menjaga kesehatan namun Rabi'ah selalu menjawab, “Aku mendengar orang tua dan guru-guruku berkata : 'sesungguhnya ilmu tidak akan memberikan sebagian dari dirinya sampai kamu memberikan seluruh jiwamu untuknya'”.

Nama Rabi'ah mulai terkenal, kawannya semakin banyak, murid-muridnya sangat menghormatinya, dan masyarakat mengunggulkannya. Rabi'ah dikenal sebagai ulama Madinah, kesehariannya mengisi berbagai majelis ilmu di Masjid Nabawi setelah menuntaskan urusan keluarganya yaitu berbakti kepada ibunya. Sampai suatu hari ia menemui suatu kejadian yang tak pernah ia duga.

Di malam yang diterangi sinar bulan seoarang prajurit memasuki kota Madinah, menyusuri jalanan kampung dengan kudanya mencari rumah yang sudah 30 tahun ia tinggalkan. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, “Apa yang sedang dilakukan istri saya? apakah ia melahirkan anak laki-laki atau perempuan? apakah anaknya selamat dan masih hidup? sudah menjadi apa dia sekarang? apa yang sudah dilakuakan istrinya dengan uang yang ia berikan?”. Jalanan masih ramai orang-orang yang baru menyelesaikan shalat isya namun tak ada satupun orang yang mengenalinya. Saat ia tenggelam dalam pikirannya tiba-tiba sebuah rumah yang pernah ia kenali membangunkannya, ia sangat gembira. Dengan kondisi pintu yang setengah terbuka ia memasuki rumah itu dan lupa meminta ijin saking gembiranya.

Rabi'ah kaget mendengar ada orang masuk rumahnya, didapatinya seorang prajurit dengan pedang dan tombaknya sedang tegak berdiri di tengah rumah. Melihat ada orang asing masuk rumah keluarganya secara spontan Rabi'ah langsung menangkapnya demi melindungi keluarganya, namun Farukh tidak menyerah begitu saja ia melawan dan terjadilah pertarungan sengit antara dua orang yang tidak saling kenal. Orang-orang langsung mengeremuni keributan ini dan Rabi'ah berhasil menggenggam erat leher lawannya sambil berkata : “Wahai musuh Allah aku takkan melepaskanmu sampai hakim yang akan menyelesaikan semua ini.” Farukh berkata : “Demi Allah aku bukan musuh Allah dan bukan penjahat tapi ini rumahku yang kubeli dengan uangku, kudapati pintuya terbuka dan aku masuk. Aku Farukh yang 30 tahun lalu pergi untuk berjihad, tidak adakah dari kalian yang mengenalku?” ibu Rabi'ah yang juga istri Farukh terbangun dan dilihatnya suaminya yang sangat dirinduannya telah tiba dengan diliputi rasa bahagia ia berseru, “Lepaskan. . lepaskan. . dia Rabi'ah! dia adalah ayahmu. Suamiku, ini adalah Rabi'ah putramu”.

Rabi'ah dan ayahnya langsung berpelukan melepaskan rasa rindu yang telah lama dipendam. Ibu Rabi'ah menyambut suaminya, melepaskan semua kerinduan penuh kebahagiaan atas pertemuan ini. Hampir sepertiga abad tidak bertemu dengan orang yang dicintainya. Farukh menceritakan semua kisah perjalanan jihadnya dan menjelaskan sebab kenapa ia tidak memberi kabar selama ini.
Di hari-hari yang dipenuhi kebahagian, muncul rasa khawatir di hati ibu Rabi'ah takut jika suaminya menanyakan uang yang telah diberikannya mengingat semua uangnya sudah habis untuk membiayai pendidikan anaknya.

Hatinya gelisah apakah suamiku akan percaya bahwa pendidikan putranya menghabisakan uang 30.000 dinar?. Saat ibu Rabi'ah tenggelam dalam pikirannya suaminya bertanya, “Wahai istriku aku membawa uang 4000 dinar, ambil uang yang dulu kau simpan dan kita satukan lalu kita belikan rumah atau kebun, kita bisa hidup dari hasil sewanya selama sisa usia kita”.
Ibu Rabi'ah tidak menjawab dan pura-pura sibuk namun suaminya mengulangi perkataannya, “Istriku mana uangnya? bawa kemari, kita satukan dengan uang yang kubawa.” Akhirnya ibu Rabi'ah menjawab, “Uang itu ditempat yang semestinya dan akan ku ambil beberapa hari lagi insya Allah”. Kumandang adzan memotong pembicaraan mereka, Farukh berwudhu dan bergegas menuju masjid. Selepas shalat Farukh mendapati ruangan masjid dipadati orang yang belajar dari kalangan orang tua, anak muda dan orang berwibawa. Suatu pemandangan yang belum pernah ia lihat, mereka duduk mengitari Syaikh masing-masing membawa catatan dan menulis semua yang dipaparkan sampai tidak ada lagi tempat yang kosong.

Farukh sangat penasaran kepada Syaikh di majelis itu yang tidak bisa ia lihat mukanya dengan jelas karena padatnya yang hadir dan jaraknya yang jauh. Seusai pelajaran Farukh bertanya kepada orang disekitarnya,
“Siapakan Syaikh itu sebenarnya?”
“Apakah anda bukan orang Madinah?”
“Saya orang sini”
“Adakah orang Madinah yang tidak mengenal Syaikh yang memberikan ceramah tadi?”
“Maaf saya benar-benar tidak tahu, saya meninggalkan kota ini sekitar 30 tahun lalu dan baru kemarin saya pulang”
“Syaikh yang tadi adalah ulama tabi’in, dia pujaan kaum muslimin, seorang yang faqih dan imam yang luar biasa walaupun usianya masih muda”
“Masya Allah Laa haula Wa Laa quwwata Illa Billah”
“Majelisnya dihadiri oleh Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza'i, Laits bin Sa'id dan yang lainnya”
Farukh hendak bertanya lagi namun orang itu melanjutkan penjelasannya,
“Disamping itu ia sangat dermawan tidak ada orang sedermawan ia di Madinah ini, ia hanya mengharapkan apa yang ada di sisi Allah”
“Tetapi anda belum menyebutkan namanya?”
“Namanya adalah Rabi'ah, ulama Madinah menyebutnya Rabi'ah Ar-Ra'iy (si pembimbing) sebab setiap menjumpai kesulitan atau hal yang tidak jelas dalam Al-Qur'an dan hadis mereka selalu bertanya kepadanya, dan dengan cara yang bijak Rabi'ah menjelaskannya.”
“Dari mana asalnya?”
“Dia adalah Rabi'ah putra Farukh dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan ibunya untuk berjihad di jalan Allah. Ibunya memelihara dan mendidiknya sampai ia menjadi seorang ulama terkemuka. Dan saya telah mendengar berita bahwa ayahnya telah pulang ke Madinah kemarin ”.
Tanpa terasa Farukh meneteskan air mata dan segera pulang ke rumahnya, melihat suaminya berlinangan air mata ibu Rabi'ah bertanya, “Ada apa wahai suamiku?” dengan tersedu-sedu Farukh menjawab, ''Tidak ada apa-apa, semuanya baik-baik saja. Hanya saja aku kagum melihat putraku memiliki ilmu dan kedudukan yang tinggi yang tidak kulihat pada orang lain.”
Ibu Rabi'ah langsung manyinggung uang yang diminta suaminya, “Suamiku mana yang lebih kau sukai 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan putramu?” Farukh menjawab, “Demi Allah ini yang lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya”. Ibu Rabiah menjelaskan,“Aku telah menghabiskan semua harta yang kau amanahkan untuk pendidikan putramu, wahai suamiku apakah kau puas dengan apa yan telah aku lakukan?”
Farukh dengan rasa bahagia dan bangga terhadap istrinya menjawab, “Aku sangat berterima kasih kepadamu wahai istriku atas namaku dan nama kaum muslimin”.

* Sumber : Tabiin Rabi'ah Ar-Ray karya Dr. Muhammad Raatib an-Naabulasii.
* Negeri dibalik sungai Sebutan zaman dahulu bagi sebuah negeri di Asia Tengah meliputi Uzbekistan dan Kazakhstan

COMMENTS

Name

akhlaq,6,Aqidah,25,Berita,2,biografi,19,Buku,11,dakwah,46,Dayah,11,Doa,12,Download,11,Dunia Muslim,18,ebook,11,Fiqih,114,gerhana,15,Ibadah,44,Infografik,7,Islam,61,jamaah,1,Jinayah,1,Jumat,41,khutbah,41,Kisah,20,LGBT,1,Masjid,15,Mazhab,1,Motivasi,209,Muamalah,12,Nikah,55,PELAJAR,5,Perpustakaan,34,Puasa,12,quote,3,quran,2,qurban,1,Ramadhan,12,santri,13,sejarah,24,Shalat,18,Syar'i,1,Tafsir,8,Tarawih,26,Thaharah,5,tokoh,11,Ulama,2,Video,56,Warisan,11,
ltr
item
Catatan Fiqih: Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak
Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak
Wanita yang shalihah adalah sebaik-baiknya perhiasan dunia. Kehadirannya sebagai seorang istri menjadi penyempurna setengah agama suaminya. Dan kehadirannya sebagai seorang ibu menjadikan ia sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, bagus atau tidaknya sebuah generasi sangat berkaitan erat dengan mereka.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5os3Sh76b5trZ_VXW18RNLHq8kOHhw007Ng3FhCqncJqjhJFsS7Tkrv13IREyyM5TuomC1HzYVAAg1MHjvFImuP2w-Ylymn_L2EVoS-wvacU3xqZavkdiWG9BPX_UF2ZSuUuzlBwzeJ0/s640/ibu.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5os3Sh76b5trZ_VXW18RNLHq8kOHhw007Ng3FhCqncJqjhJFsS7Tkrv13IREyyM5TuomC1HzYVAAg1MHjvFImuP2w-Ylymn_L2EVoS-wvacU3xqZavkdiWG9BPX_UF2ZSuUuzlBwzeJ0/s72-c/ibu.jpg
Catatan Fiqih
https://www.catatanfiqih.com/2018/05/ibu-madrasah-pertama-seorang-anak.html
https://www.catatanfiqih.com/
https://www.catatanfiqih.com/
https://www.catatanfiqih.com/2018/05/ibu-madrasah-pertama-seorang-anak.html
true
7393550621511658776
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content