Santri Dayah Tidak Jumud

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (Qs. Ali Imran: 110).

Dayah atau pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang paling tertua yang telah di perkenalkan sejak sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, lembaga dayah  yang dulunya di sebut zawiyah tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia.

Banyak sekali keberhasilan aneuk beut atau santri yang telah terjun ke tengah masyarakat di berbagai profesi dan dapat mendorong pengembangan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan yang berguna. Keberhasilan aneuk beut dari pemberdayaan yang dilakukan oleh dayah juga dapat dilihat dari para alumninya yang telah berhasil dalam bidang pekerjaannya masing-masing. Ada yang berkerja sebagai penulis, peneliti, guru, kepala sekolah, bekerja di media massa, LSM, instansi pemerintah, dan ada juga yang telah berhasil mendirikan dan memimpin dayah-dayah besar di aceh dan sekitarnya.

Para aneuk beut atau santri yang kesahariannya bersama-sama mengaji kitab kuning di balai dan mesjid dari seorang guree (guru/pengasuh). mereka mendengarkan guree membacakan isi kitab, kata demi kata, lalu menjelaskannya dan guree juga menguraikan panjang lebar makna dari isi kitab tersebut. Sedangkan para santri semuanya menyimak melalui kitab yang dipegang mereka masing-masing.

Besarnya sikap ta’zim santri terhadap guru yang sedang mengajar di tunjukkan dengan semua santri duduk dengan bersila, tanpa bangku, menyimak pelajaran yang di berikan oleh guru dengan penuh rasa hormat. Cara mengajar seperti ini jika dibandingkan dengan teori belajar mengajar modern yang di praktekkan di sekolah-sekolah, sama sekali dianggap tidak tepat. Teori belajar mengajar modern, menganjurkan agar jumlah siswa harus dibatasi, menggunakan alat peraga, LCD, dan seterusnya. Selain itu juga berbagai ketentuan harus diikuti, misalnya bagaimana materi setiap pelajaran harus diorganisasi, seharusnya memulai pelajaran, bagaimana guru bertanya, murid menjawab dan seterusnya.

Metode Belajar di Dayah
Seorang guru di dayah dalam mengajar biasanya diikuti oleh puluhan bahkan ratusan dan ada juga terkadang sampai ribuan santri. Hal itu jelas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengajaran modern, yang seharusnya jumlah itu dibatasi. guru di dayah hanya membaca kitab, menerangkan, dan semua santri menyimak serta mencatat apa yang diterangkan oleh guru yang sekiranya dianggap perlu. Tetapi anehnya, apa yang dilakukan oleh guru di dayah tersebut ternyata berhasil menjadikan para santri menguasai kitab yang dipelajarinya. pembelajaran yang di terapkan di dayah dan di praktekkan saat ini cukup untuk memenuhi standarisasi kependidikan misalnya mengadakan evaluasi belajar setiap  empat bulan sekali. Tetapi tidak diakhiri dengan ujian nasional di kalangan dayah. Tidak pernah terdengar hal tersebut dilakukan.

Sangat berbeda dengan pengajaran di dayah, pendidikan formal di sekolah atau bahkan juga di perguruan tinggi semuanya serba diatur. Hal menyangkut tentang guru, bahan ajar, berbagai peralatan pengajaran yang dibutuhkan, termasuk buku pegangan dan lain-lain semuanya harus disediakan. Demikian pula jadwal kegiatan ditata rapi, termasuk berapa kali murid harus masuk mengikuti pelajaran, tidak terkecuali kapan para siswa atau mahasiswa harus mengikuti ujian tengah semester dan juga akhir semester. Semua proses pengajaran itu juga telah ditentukan waktunya, termasuk juga ujiannya.

Hanya anehnya, belum tentu pengajaran yang diatur secara rapi itu, memperoleh hasil yang lebih baik dari proses sederhana yang dilakukan di kalangan dayah. Hal seperti itu, tidak jarang kemudian melahirkan pertanyaan, di antaranya yakni, kekuatan apa yang menjadikan pengajaran di dayah lebih berhasil bilamana dibanding dengan proses belajar dan mengajar di sekolah umum. Sebagai contoh sederhana, para santri yang belajar di dayah dalam waktu tertentu, berhasil menguasai Bahasa Arab dan bahkan di beberapa dayah tertentu, juga Bahasa Inggris. Sedangkan di sekolah umum, sekalipun telah diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, SMU, dan juga telah dinyatakan lulus program S1 dan bahkan pascasarjana, belum juga berhasil menguasai bahasa asing tersebut.

Atas kenyataan tersebut, jika kita mau jujur, mestinya kita harus hormat pada lembaga pendidikan dayah. Lembaga pendidikan yang seringkali dianggap tradisional dan sederhana, ternyata proses belajar dan mengajar yang dilakukan, lebih berhasil dari pada pendidikan modern. Melihat kenyataan itu, maka dalam mencari model pengajaran yang terbaik, perlu dipertanyakan, siapa seharusnya meniru siapa. Penulis yang sedang menempuh pendidikan di salah satu dayah di aceh merasakan kagum dan terharu pola pendidikan yang di terapkan di dayah-dayah seperti Mudi Mesra samalanga, Labuhan Haji Aceh Selatan, dan beberapa dayah lainnya. Para santrinya, ternyata telah mampu menulis makalah dan berpidato dengan dua bahasa asing, yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sekaligus. Padahal dari hasil pengamatan penulis selama ini, belum tentu semua siswa yang belajar di lembaga pendidikan modern, mampu menghasilkan prestasi seperti itu.

Atas kesederhanaannya itu, dayah-dayah ini telah melahirkan sejumlah ulama-ulama besar yang dikenal di negeri ini. Sehingga wajar jika kemudian muncul pertanyaan mendasar, yang perlu dijawab secara tuntas. Yaitu misalnya, kekuatan apa sesungguhnya yang menjadikan para aneuk beut atau santri berhasil menguasai sejumlah pengetahuan dan bahkan tatkala keluar dari dayah, mereka mampu memimpin lembaga pendidikan yang dipercaya masyarakat.

Dilihat dari sisi metodologi pengajaran, jelas pendidikan di dayah tidak tampak modern. Begitu pula sarana dan prasarana yang tersedia, adalah sangat terbatas. Para guree-guree yang mengajar juga bukan lulusan fakultas pendidikan, penyandang ijazah pascasarjana, dan apalagi Doktor atau S3. Tidak memenuhi kriteria seperti itu. Mereka yang mengajar di dayah, adalah tamatan dayah juga. Persoalan ini benar-benar menarik, dan kiranya perlu dikaji oleh para peneliti di bidang ini.
Dari beberapa fonomena yang terjadi dapat di ambil kesimpulan kenapa Aneuk Beut Hana Bangai hal itu karena pendidikan dayah sendiri, yang memang berbeda dari pendidikan di sekolah formal pada umumnya. Dayah memiliki model pendidikan yang khas. Beberapa di antara ke khasan pendidikan dayah itu adalah sebagai berikut.

Pertama, pendidikan di dayah diliputi oleh suasana keikhlasan. Para para guru-guru dan santri dalam menunaikan perannya masing-masing didorong oleh niat ikhlas. Mereka yang terlibat dalam proses belajar dan mengajar guru dan santri, tidak saja termotivasi untuk memberi dan mendapatkan ilmu, tetapi lebih dari itu adalah juga dirasakan sebagai kewajiban menunaikan amanah, yakni mengajar dan mencari ilmu, atas perintah dari Allah Yang Maha Kuasa, sebagai ibadah.


Dalam proses belajar dan mengajar selalu diliputi oleh nilai-nilai spiritual. Dalam bentuk yang paling sederhana kita lihat misalnya, tatkala memulai dan pengakhiri pelajaran selalu diiringi dengan doa dan bershalawat atas rasullullah yang dipimpin langsung oleh guru yang bersangkutan.

Kedua, dalam pendidikan di dayah tidak terjadi suasana transaksional. Ilmu tidak diperdagangkan. Tidak ada istilah upah atau gaji dari kegiatan mengajar. Para guru atau ustadz yang mengajar, tidak ada sedikit pun, didorong oleh maksud-maksud untuk mendapatkan imbalan material. Antara mengajar dan mencari rizki, di kalangan dayah bisa dipisahkan. Jika kegiatan itu mengharuskan para santri membayar biaya pendidikan, dan demikian pula para pengasuh mendapatkan sesuatu dari kegiatan dayah, tidak akan dimaknai sebagai imbalan atas pekerjaannya itu. Bahkan tidak sedikit guru yang harus menanggung biaya hidup para santri yang tidak mampu secara ekonomi.

Apa yang terjadi di dayah, kemudian kita bandingkan dengan di sekolah pada umumnya, memang benar-benar berbeda. Lembaga pendidikan pada umumnya selalu ramai berbicara soal upah guru dan atau dosen, sedangkan di dayah tidak pernah berbicara tentang biaya pendidikan itu. Bahkan, di sekolah umum, kadang kala energi untuk membicarakan besarnya biaya pendidikan melebihi forsi perbincangan tentang pendidikannya itu sendiri. Lebih dari itu, akhir-akhir ini muncul juga demonstrasi oleh guru tatkala menuntut hak. Akhirnya pendidikan menjadi lahan transaksional dalam mendapatkan rizki, sehingga gambaran itu tak ubahnya di pasar. Pemandangan seperti itu sesungguhnya tidak akan terjadi jika pihak-pihak yang terkait dengan itu, termasuk pemerintah, sejak awal memperhatikannya.

Suasana transaksional seperti digambarkan itu akan menghilangkan nilai-nilai kehormatan yang seharusnya justru ditumbuh-kembangkan di lembaga pendidikan. Dalam lembaga pendidikan seharusnya tertanam suasana kasih sayang, hubungan yang sedemikian dekat antara guru dan murid dan siapa saja yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Hubungan guru dan murid seharusnya dibangun bagaikan orang tua dan anak-anaknya sendiri. Guru seharusnya mencitai murid sepenuhnya dan demikian pula murid seharusnya menghormati dan memuliakan para guru-gurunya. Oleh karena itu, jika suatu misal, guru berdemonstrasi menuntut hak kenaikan gaji, maka suasana pendidikan telah gagal diciptakan. Pendidikan dengan demikian menjadi tidak akan menghasilkan apa-apa.

Hubungan guru dan santri di dayah, terbangun secara baik. Para guru-guru di dayah sekalipun pada saat ini masih tergolong berusia muda, mampu memerankan sebagai pendidik yang sebenarnya. Para guru menunjukkan kecintaannya pada seluruh santri dan demikian pula para santri sedemikian ta’dhim atau hormat kepada para guru pengasuhnya. Inilah kiranya sebagian kunci keberhasilan pendidikan di dayah. Hubungan batin seperti ini, tidak pernah kemudian memunculkan penyimpangan dalam pendidikan. Kecurangan dalam penyelesaian tugas atau juga dalam ujian tidak terjadi di lingkungan dayah. Pengawasan terhadap masing-masing para santri diserahkan kepada santri sendiri. Jika melakukan kesalahan, para santri dibuat malu terhadap dirinya sendiri.

Ketiga, di dayah guru berhasil menjadi tauladan sepenuhnya dalam berbagai kegiatan hidupnya. Misalnya, dalam kegiatan spiritual shalat misalnya, guru bertindak sebagai imam dan begitu juga pada doa-doa lainnya. Para pengasuh bertempat tinggal di lokasi dayah menjadikan kehidupan dan bahkan juga seluruh keluarganya menjadi contoh tauladan hidup yang sebenarnya. Para aneuk beut atau santri tidak saja belajar dari buku atau kitab yang dipelajari, melainkan juga dari kehidupan nyata para pengasuh dayah. Para aneuk beut atau santri dengan begitu tahu, bahwa para guru pengasuhnya tidak saja mengajarinya, melainkan lebih dari itu berdoa dan memohon kepada Allah swt., atas keberhasilan para santrinya dalam menuntut ilmu di dayah.

Suasana seperti inilah yang menjadikan dayah memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan proses pendidikan di lembaga pendidikan lain pada umumnya. Pendidikan di dayah, dengan demikian tampak lebih utuh atau komprehensif.

Hanya saja memang, satu sisi kekurangannya jika hal itu boleh disebut, bahwa pendidikan di dayah baru lebih menitik beratkan pada pengembangan jiwa keberagamaan. Umpama saja, dayah mengembangkan bidang-bidang keilmuan yang lebih luas, termasuk pendidikan sains, kita yakin akan jauh lebih maju dan berhasil dari model pendidikan pada umumnya. Hal itu sangat mungkin terjadi karena sebenarnya dayah memiliki pendekatan, tradisi, dan wawasan tentang kehidupan manusia yang jauh lebih luas dan mendalam. Wawasan tentang kehidupan yang dimaksudkan itu, disadari atau tidak, sesungguhnya bersumber dari kitab suci dan serjarah hidup para nabi serta orang-orang shaleh lainnya. Allahu a’lam.

Disadur dari:  santridayah.com


Name

akhlaq,6,Aqidah,25,Berita,2,biografi,19,Buku,11,dakwah,46,Dayah,11,Doa,12,Download,11,Dunia Muslim,18,ebook,11,Fiqih,114,gerhana,15,Ibadah,44,Infografik,7,Islam,61,jamaah,1,Jinayah,1,Jumat,41,khutbah,41,Kisah,20,LGBT,1,Masjid,15,Mazhab,1,Motivasi,209,Muamalah,12,Nikah,55,PELAJAR,5,Perpustakaan,34,Puasa,12,quote,3,quran,2,qurban,1,Ramadhan,12,santri,13,sejarah,24,Shalat,18,Syar'i,1,Tafsir,8,Tarawih,26,Thaharah,5,tokoh,11,Ulama,2,Video,56,Warisan,11,
ltr
item
Catatan Fiqih: Santri Dayah Tidak Jumud
Santri Dayah Tidak Jumud
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguyW17UPmABTaRjEcaNmLnmTaNPBUzT7ytEhyphenhyphenx-yvVTM_E7IUMNmUCHi0UtfV0Yrv6T6MLMdV60Ck9NO_tjGJHyIJDYiN-rawDPcTOtM78HTQKNUZ4hsRSeV0-gmYohUOEUICnUmjllnY/s640/santri.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguyW17UPmABTaRjEcaNmLnmTaNPBUzT7ytEhyphenhyphenx-yvVTM_E7IUMNmUCHi0UtfV0Yrv6T6MLMdV60Ck9NO_tjGJHyIJDYiN-rawDPcTOtM78HTQKNUZ4hsRSeV0-gmYohUOEUICnUmjllnY/s72-c/santri.jpg
Catatan Fiqih
https://www.catatanfiqih.com/2015/07/santri-dayah-tidak-jumud.html
https://www.catatanfiqih.com/
https://www.catatanfiqih.com/
https://www.catatanfiqih.com/2015/07/santri-dayah-tidak-jumud.html
true
7393550621511658776
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content