Oleh: Saiful Hadi
Tidak bisa dipungkiri, pendidikan sangat berperan penting dalam membina kemajuan suatu bangsa. Sebuah bangsa dikenal dan dikenang berkat peradaban tinggi yang mereka miliki. Kita dibuat kagum dengan kekokohan piramid bangsa mesir, dan tercengang-cengang melihat keelokan pahatan gedung-gedung megah di Petra Jordania. Semua maha karya tersebut tentu saja tidak terlepas dari pendidikan yang berkualitas, sebab dari pendidikan yang berkualitaslah lahir peradaban yang mumpuni.
Membuka lembaran sejarah abad keemasan islam, pendidikan merupakan faktor utama yang mendorong terbentuknya kemajuan. Di masa itu banyak bermunculan penemuan-penemuan brilian dari Ilmuan islam, mulai dari produk hukum hingga bidang teknologi.
Pada dasarnya islam dan pendidikan adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Betapa banyak anjuran dari Rasulullah untuk mendalami pengetahuan, demikian halnya dalam quran telah dinyatakan pula bahwa orang yang berilmu mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah Ta'ala. Sehingga semangat mengembangkan ilmu pengetahuan di abad keemasan islam tidak terlepas dari dorongan syariat islam itu sendiri.
Sebuah hal yang sangat menakjubkan pada masa itu, intelektual muslim umumnya menguasai multi disiplin ilmu, disatu sisi ia seorang pakar fiqih, disisi yang lain juga seorang filusuf serta dokter yang handal. Sebut saja seperti Ibnu Rusyd, sejarah mencatat beliau sebagai seorang pakar fiqih dengan karyanya Bidayatul Mujtahid, dan disaat yang sama beliau juga berperan sebagai dokter istana.
Dari fakta sejarah ini, kita dapat melihat bahwa pada masa itu semua cabang ilmu dikaji dengan seksama, tidak membeda-bedakan antara ilmu agama dan umum. Berbeda halnya dengan abad modern ini dimana terjadi pemisahan antara ilmu dan nilai-nilai agama. Imbas dari hal ini lahirlah generasi yang pincang, sebagiannya sangat melek teknologi, sementara yang lain malah gagap terhadap perkembangan teknologi.
Sebagai sebuah contoh nyata terhadap pemisahan antara ilmu dan nilai-nilai agama, dikelas fisika seorang anak diajarkan oleh gurunya mengenai hukum kekekalan energi dimana "Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan". Sementara saat ia masuk kelas agama, gurunya menyatakan bahwa segala sesuatu bakal musnah, yang kekal hanya Allah Ta'ala sebagai Dzat yang wajib wujud. Jika si murid mau mencermati, tentu saja terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara pembahasan guru fisika dengan guru agama.
Demikian halnya dalam kajian ilmu geografi mengenai masalah gempa, penjelasan teori hanya sebatas mengatakan bahwa salah satu penyebab gempa adalah karena faktor pergerakan lempeng bumi, tidak pernah dikaji siapa yang menyebabkan lempengan tersebut bisa bergerak. Sehingga tanpa disadari telah menghilangkan campur tangan Tuhan dalam kehidupan. Diakui atau tidak, disini terlihat tidak adanya singkronisasi antara ilmu umum dengan agama, padahal senyatanya pengetahuan umum adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai agama.
Perlu kita sadari di dalam al-Quran terdapat berbagai informasi penting yang menyangkut tentang masalah hukum, sejarah, alam ghaib dan termasuk juga sains dan teknologi. Dari 6000an lebih ayat Al-Quran hanya sekitar 200an ayat yang membahas mengenai hukum, sementara yang menyinggung bagian-bagian alam dengan berbagai fenomenanya ada sekitar 1108 ayat. Sehingga mustahil rasanya jika dikatakan bahwa islam tidak sesuai dengan sains.
Berbeda ceritanya dengan dunia barat, dimana agama dipisahkan dengan sains karena mereka beranggapan bahwa agama bisa menghambat kemajuan. Sementara di dunia islam, justru agamalah yang menjadi pendorong utama kemajuan. Namun ironisnya, di abad modern ini penyakit barat malah menggerogoti jiwa umat islam. Padahal sejarah telah membuktikan kejayaan itu ada karena taat terhadap ajaran agama. Sebab sebagaimana janji-Nya, jikalau beriman suatu penduduk, niscaya dibukakan keberkahan langit dan bumi bagi mereka.
*Tulisan ini telah diterbitkan dalam Majalah Jurnal Dayah
COMMENTS