Renungan Atas Wafatnya KH. Hasyim Muzadi

Dalam Kitab Tanqih Al-Qaul Imam Al-Hafizh Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sbb:

وقال عليه الصلاة والسلام: {مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ} قالها ثلاث مرات
”Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik, munafik, munafik. Sampai 3x Nabi mengatakan Munafik.

Menagislah karena meninggalnya seorang ulama adalah sebuah perkara yang besar di sisi Allah. Sebuah perkara yang akan mendatangkan konsekuensi bagi kita yang ditinggalkan jika kita ternyata bukan orang-orang yang senantisa mendengar petuah mereka. Menangislah jika kita ternyata selama ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada para ulama.

عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41 قال : موت علمائها . وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا .
Dari Ibnu Abbas ra. tentang firman Allah, “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41). Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama. Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far ra berkata, “Kematian ulama lebih dicintai iblis daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”

Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah yang berbunyi:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41).

Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya).Sedangkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama (Tafsir Ibnu Katsir 4/472)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah bersabda:

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
Artinya: “Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’)

Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ ” ، قَالُوا : وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَالَ:إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ
Artinya: “Ambillah (Pelajarilah) ilmu sebelum ilmu pergi! Sahabat bertanya: Wahai Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi (hilang)?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama)” (HR Ad-Darimi, At-Thabrani No 7831 dari Abu Umamah).

Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadits sahih.

إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambanya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan” (HR al-Bukhari No 100)

Semoga dg wafatnya KH.Hasyim Muzadi, kita semua berdoa dan berharap akan ada yang meneruskan perjuangannya. Aamiin

Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib:
إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه
Artinya: “Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya” (Ihya Ulumiddin I/15).

Wallahu a’lam bis-Shawab

Disadur dari grup whatsapp membaca hadist

Di Atas Langit Masih ada Langit

Di atas langit, masih ada langit

وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ

Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui. QS. Yusuf: 76

#jangansombong #quran #quote #catatanfiqih

Teruslah Berjuang

Sungguh,
kebahagian itu didapat didalam
perjuangan yang terus-terusan.
Bahagia yang paling besar ialah pada
kemenangan yang silih berganti.
Dan kemenangan tidak ada,
kalau tidak ada perjuangan.

Tasawuf Modern - Hamka

# quote
# tasawuf
# catatanfiqih
# spirit
# motivasi

Cinta Sepanjang Abad

Oleh: Saiful Hadi

Hidup di dunia hanya sekali, hanya akhirat yang kekal abadi. Namun dalam hal jatuh cinta haruslah berkali-kali, sehingga setiap detiknya adalah saat-saat yang selalu diliputi oleh cinta, sehingga tidak ada celah diantara diantara dua insan yang sedang mencintai untuk mendua.

Katanya cinta pada pandangan pertama itu sungguh sangat berkesan. Namun, pada pandangan kedua, ketiga dan seterusnya harus jauh lebih berkesan. Itu karena engkau akan hidupnya dengannya bukan hanya untuk sekali itu saja, tapi setiap hari, bahkan sampai kalian mati ikatan itu masih tetap terhubung dengan kuat.

Ada juga yang mengatakan, cinta itu harus seperti barang antik yang seiring bertambah usia makin menarik dan harganya pun tambah naik.

Utamakan Shalat, InsyaAllah Selamat

Oleh: Saiful Hadi

Shalat merupakan induk dari segala ibadah, dan keimanan seseorang ditandai dengan ada atau tidaknya shalat, sebagaimana Sabda Nabi, bagi segala sesuatu ada tandanya, dan tanda dari iman adalah shalat. Sehingga jika shalat tidak dikerjakan maka tidak ada tanda keimanan pada diri seseorang, biarpun demikian ia tetap dihukumi statusnya sebagai seorang muslim selama tetap berkeyakinan bahwa shalat hukumnya wajib.

Dinukilkan dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali Juz. 4, hal. 457, menjelang wafatnya Rasulullah, beliau bersabda:

الصلاة الصلاة، إنكم لاتزالون متماسكين ماصليتم جميعا، الصلاة الصلاة

Shalatlah, shalatlah, sesungguhnya kamu akan senatiasa bersatu selama kalian shalat berjamaah, shalat, shalat.

Secara tersurat, dalam potongan hadist di atas telah Rasulullah nyatakan, selama shalat jamaah selalu ditegakkan maka persatuan akan selalu terjaga. Umat ini kuat dengan jamaah, umat ini menjadi lemah jika memisahkan diri dari jamaah. Dalam hadist yang lain beliau bersabda "berjamaah itu rahmat".

Dalam surat Al-Imran ayat 103, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara..."

Islam sangat mengedapankan nilai-nilai kebersamaan, karena bahagia sejati adalah bahagia bersama-sama. Oleh karena itu, bahagia yang dicari bukan untuk diri sendiri saja, melainkan untuk bersama. Dari sebab bahagia dicari untuk bersama, dan seluruh manusia merindui untuk mencapainya, maka hadirlah persatuan keperluan dan keinginan, dari sini timbullah kecintaan dan kehendak saling menolong.

Memborong kebahagian untuk diri sendiri adalah sebuah kemustahilan. Hal ini karena, bahagia semacam itu tidak akan bertahan lama bersebab lingkungan disekitarnya masih tidak bahagia, bakal ada dengki dan benci ketika nikmat hanya melekat pada ia seorang. Pada akhirnya akan terjadilah kesenjangan sosial yang melahirkan penjahat dan perampok yang merenggut ketenangan si kaya.

Buya Hamka dalam Tasawuf Modern menyatakan "hidup bercahaya dan berseri adalah hidup yang sudi mengorbankan kesenangan dan kebahagian diri sendiri untuk kesenangan dan kebahagian bersama". Mengenai kebahagian bersama ini telah Rasulullah isyaratkan dalam sebuah sabdanya,

"Tidaklah beriman seorang kamu, sebelum ia cinta kepada Saudaranya, sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri" (HR. Bukhari dari Anas)

Senada dengan yang telah disabdakan oleh Rasulullah, salah seorang Filosof Barat yang bernama Tolstoy, ia mengatakan "bahagia sejati ialah engkau cinta sesama manusia sebagaimana mencintai dirimu sendiri. Dan engkau akan lebih bahagia lagi jika teman-temanmu telah merasa cinta kepada engkau sebagaimana cinta kepada dirinya sendir pula. Maka amanlah dunia, teraturlah pergaulan hidup, ramailah tempat ibadah, tersiarlah perdamaian di segala kalangan dan tersingkirlah pertumpahan darah".

Kembali ke pembahasan shalat, sering didapati dalam Al-Quran, Allah menyandingkan kata sabar dengan shalat secara bersamaan, melalui dua hal ini kita memohon bantuan dan pertolongan dari Allah Ta'ala agar tercapai kebahagian di dunia dan akhirat kelak. Sebagaimana firman Nya dalam surat al-Baqarah:

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',"

Syaikh Ali Jumuah mengatakan, kekhusukan dalam shalat bisa digapai dengan cara memperbanyak zikir saat sedang diluar shalat. Hal ini tidak terlepas dari firman-Nya pada ayat yang lain "hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang", dan salah satu ciri orang beriman adalah hati mereka bergetar ketika nama Allah Ta'ala disebut dihadapan mereka.