Berkah Segigit Terong

Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dan kisah hidupnya berubah karena berkah segigit terong, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian.

Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah.

Berkah Segigit Terong

Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata:
” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim…
” Aku mencuri? Aku mencuri?”
” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.”
” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?”
” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?”
” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.”

Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar.

Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya,
” Apakah kamu telah menikah?”
” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi,
” Apakah kamu ingin menikah?”

Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab,
” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”.
Gurunya itu tersenyum lalu berkata,
” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?”
Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya.

Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki.
” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita.

Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata,
” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!”

Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata,
” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”.
Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar

sumber : http://tanbihun.com

Jujur, Mengantarkan Ke Syurga

Berlaku jujur adalah sebuah keniscayaan yang merupakan anjuran dari agama. Kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta.  Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta."

Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak

Ibu, Madrasah Pertama Seorang Anak

Wanita yang shalihah adalah sebaik-baiknya perhiasan dunia. Kehadirannya sebagai seorang istri menjadi penyempurna setengah agama suaminya. Dan kehadirannya sebagai seorang ibu menjadikan ia sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, bagus atau tidaknya sebuah generasi sangat berkaitan erat dengan mereka.

Alkisah pada masa tabiin, dalam pertempuran yang dimenangkan pasukan muslimin di sebuah daerah yang disebut “Negeri di balik sungai” ada Farukh, budak yang mendampingi tuannya Rabi' bin Ziyad panglima pasukan muslimin dalam berjihad. Usai pertempuran Rabi’ menghembuskan nafas terakhirnya setelah memberi ghanimah ribuan dinar serta hadiah kemerdekaan dan uang kepada Farukh. Farukh yang berusia sekitar 30 tahun memilih menikah dan membina rumah tangga di Madinah.

Farukh sangat mensyukuri karunia Allah berupa istri yang sholehah, matang pola fikirnya, sempurna agamanya dan cantik akhlak dan parasnya yang kelak akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, persis seperti yang diharapkannya. Farukh tinggal bersama istrinya dengan bahagia di rumah yang ia beli dari uang pemberian tuannya. Namun semua kebahagiaan itu tak mampu meredam semangat dan kerinduannya untuk berjihad di jalan Allah. Pahlawan mukmin ini ingin kembali memasuki medan pertempuran, hasratnya semakin kuat untuk menjemput kesyahidan setiap mendengar kemengangan dan kemajuan pasukan muslimin.

Farukh menceritakan semua keinginan dan cita-citanya kepada istrinya yang sangat setia dan selalu memotivasi suaminya dalam kebaikan. “Wahai suamiku, kepada siapa engkau akan menitipkanku dan janin yang sedang aku kandung ini? dan engkau tidak punya sanak keluarga di kota ini?” tanya istri Farukh. “Aku titipkan engkau kepada Allah dan Rasul-Nya serta aku tinggalkan untukmu 30.000 dinar yang kukumpulkan dari hasil ghanimah, pakailah secukupnya untukmu dan bayi kita dengan sebaik-baiknya sampai aku kembali”. Walaupun situasi ini sangat berat bagi seorang istri yang belum lama dinikahi namun Istri Farukh dengan kesalehannya rela dan siap menghadapi semua resiko untuk mendukung semua niat baik suaminya. Farukh dengan semangat juang yang tinggi dan tawakal kepada Allah berangkat menuju medan jihad yang telah menunggunya.

Selang beberapa bulan lahirlah Rabi'ah kecil dari seorang ibu salehah yang ditinggal suaminya berjihad. Dengan kelahiran sang buah hati sang ibu cukup terhibur dari kerinduaan akan suaminya. Rabi'ah kecil disambutnya dengan penuh bahagia dan harapan besar.

Madrasah Pertama sang anak

Ibunya menjadi madrasah pertama bagi Rabi'ah, dengan penuh kasih sayang, ia didik dengan nilai-nilai islam dan akhlak yang baik. Rabi'ah tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas mahir membaca dan menulis kemudian hafal Al qur'an serta mampu membaca dengan bacaan yang sangat indah, selanjutnya mendalami hadis Rasulullah saw, mempelajari bahasa Arab yang baik dan semua ilmu yang harus dikuasai untuk menjadi seorang ulama.

Terhadap guru-guru Rabi'ah ibunya memberi imbalan yang cukup dan hadiah yang berharga, Imbalannya selalu ditambah setiap melihat kemajuan pada diri Rabi'ah. Sang ibu sangat senang sekali melihat perkembangan anaknya yang pesat sampai lupa bahwa dirinya sedang menunggu suami yang sudah pergi begitu lama berjihad di jalan Allah. Salah satu motivasi ibu Rabi'ah dalam mendidik anaknya adalah agar anaknya menjadi kebanggaan suaminya ketika kembali dari medan jihad kelak. Namun sudah sangat lama Farukh tak kunjung datang.

Tersebar desas-desus yang beraneka ragam tentang ayahnya Rabi'ah, ada yang mengatakan bahwa Farukh telah ditawan musuh, adapula yang mengatakan Farukh masih meneruskan jihadnya, yang lain lagi mengatakan Farukh telah gugur sebagai syuhada. Ibu Rabi'ah mengira kemungkinan terakhirlah yang paling mungkin mengingat tak pernah ada kabar lagi tentang suaminya. Ibu Rabi'ah sedih dan menyerahkan semua permasalahannya kepada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Rabi'ah sudah dewasa menjadi pemuda yang tampan, gagah, sholeh, berbakti, hafal Al qur'an dan hadis, serta memiliki keilmuan Islam yang cukup . Tetangga Rabi'ah menyarankan agar tidak perlu belajar lagi dan mulai bekerja untuk menafkahi dirinya dan ibunya. Ibunya hanya berkata : “Aku mohon kepada Allah agar memberi pilihan terbaik bagi dunia dan akhiratnya, dan Rabi'ah telah memilih untuk terus menuntut ilmu dan mengajarkan ilmunya.”

Tanpa membuang waktu dan penuh dengan kesungguhan, Rabi'ah selalu mendatangi berbagai majelis ilmu di Masjid Nabawi. Berguru kepada ulama terkemuka dari kalangan sahabat dan tabi’in seperti Anas bin Malik, Sa'id bin Musayyab, Makhul Asy-Syami dan Salamah bin Dinar. Kebiasaannya belajar sampai larut malam walau teman-temannya sering menasihatinya agar tidak terlalu larut demi menjaga kesehatan namun Rabi'ah selalu menjawab, “Aku mendengar orang tua dan guru-guruku berkata : 'sesungguhnya ilmu tidak akan memberikan sebagian dari dirinya sampai kamu memberikan seluruh jiwamu untuknya'”.

Nama Rabi'ah mulai terkenal, kawannya semakin banyak, murid-muridnya sangat menghormatinya, dan masyarakat mengunggulkannya. Rabi'ah dikenal sebagai ulama Madinah, kesehariannya mengisi berbagai majelis ilmu di Masjid Nabawi setelah menuntaskan urusan keluarganya yaitu berbakti kepada ibunya. Sampai suatu hari ia menemui suatu kejadian yang tak pernah ia duga.

Di malam yang diterangi sinar bulan seoarang prajurit memasuki kota Madinah, menyusuri jalanan kampung dengan kudanya mencari rumah yang sudah 30 tahun ia tinggalkan. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, “Apa yang sedang dilakukan istri saya? apakah ia melahirkan anak laki-laki atau perempuan? apakah anaknya selamat dan masih hidup? sudah menjadi apa dia sekarang? apa yang sudah dilakuakan istrinya dengan uang yang ia berikan?”. Jalanan masih ramai orang-orang yang baru menyelesaikan shalat isya namun tak ada satupun orang yang mengenalinya. Saat ia tenggelam dalam pikirannya tiba-tiba sebuah rumah yang pernah ia kenali membangunkannya, ia sangat gembira. Dengan kondisi pintu yang setengah terbuka ia memasuki rumah itu dan lupa meminta ijin saking gembiranya.

Rabi'ah kaget mendengar ada orang masuk rumahnya, didapatinya seorang prajurit dengan pedang dan tombaknya sedang tegak berdiri di tengah rumah. Melihat ada orang asing masuk rumah keluarganya secara spontan Rabi'ah langsung menangkapnya demi melindungi keluarganya, namun Farukh tidak menyerah begitu saja ia melawan dan terjadilah pertarungan sengit antara dua orang yang tidak saling kenal. Orang-orang langsung mengeremuni keributan ini dan Rabi'ah berhasil menggenggam erat leher lawannya sambil berkata : “Wahai musuh Allah aku takkan melepaskanmu sampai hakim yang akan menyelesaikan semua ini.” Farukh berkata : “Demi Allah aku bukan musuh Allah dan bukan penjahat tapi ini rumahku yang kubeli dengan uangku, kudapati pintuya terbuka dan aku masuk. Aku Farukh yang 30 tahun lalu pergi untuk berjihad, tidak adakah dari kalian yang mengenalku?” ibu Rabi'ah yang juga istri Farukh terbangun dan dilihatnya suaminya yang sangat dirinduannya telah tiba dengan diliputi rasa bahagia ia berseru, “Lepaskan. . lepaskan. . dia Rabi'ah! dia adalah ayahmu. Suamiku, ini adalah Rabi'ah putramu”.

Rabi'ah dan ayahnya langsung berpelukan melepaskan rasa rindu yang telah lama dipendam. Ibu Rabi'ah menyambut suaminya, melepaskan semua kerinduan penuh kebahagiaan atas pertemuan ini. Hampir sepertiga abad tidak bertemu dengan orang yang dicintainya. Farukh menceritakan semua kisah perjalanan jihadnya dan menjelaskan sebab kenapa ia tidak memberi kabar selama ini.
Di hari-hari yang dipenuhi kebahagian, muncul rasa khawatir di hati ibu Rabi'ah takut jika suaminya menanyakan uang yang telah diberikannya mengingat semua uangnya sudah habis untuk membiayai pendidikan anaknya.

Hatinya gelisah apakah suamiku akan percaya bahwa pendidikan putranya menghabisakan uang 30.000 dinar?. Saat ibu Rabi'ah tenggelam dalam pikirannya suaminya bertanya, “Wahai istriku aku membawa uang 4000 dinar, ambil uang yang dulu kau simpan dan kita satukan lalu kita belikan rumah atau kebun, kita bisa hidup dari hasil sewanya selama sisa usia kita”.
Ibu Rabi'ah tidak menjawab dan pura-pura sibuk namun suaminya mengulangi perkataannya, “Istriku mana uangnya? bawa kemari, kita satukan dengan uang yang kubawa.” Akhirnya ibu Rabi'ah menjawab, “Uang itu ditempat yang semestinya dan akan ku ambil beberapa hari lagi insya Allah”. Kumandang adzan memotong pembicaraan mereka, Farukh berwudhu dan bergegas menuju masjid. Selepas shalat Farukh mendapati ruangan masjid dipadati orang yang belajar dari kalangan orang tua, anak muda dan orang berwibawa. Suatu pemandangan yang belum pernah ia lihat, mereka duduk mengitari Syaikh masing-masing membawa catatan dan menulis semua yang dipaparkan sampai tidak ada lagi tempat yang kosong.

Farukh sangat penasaran kepada Syaikh di majelis itu yang tidak bisa ia lihat mukanya dengan jelas karena padatnya yang hadir dan jaraknya yang jauh. Seusai pelajaran Farukh bertanya kepada orang disekitarnya,
“Siapakan Syaikh itu sebenarnya?”
“Apakah anda bukan orang Madinah?”
“Saya orang sini”
“Adakah orang Madinah yang tidak mengenal Syaikh yang memberikan ceramah tadi?”
“Maaf saya benar-benar tidak tahu, saya meninggalkan kota ini sekitar 30 tahun lalu dan baru kemarin saya pulang”
“Syaikh yang tadi adalah ulama tabi’in, dia pujaan kaum muslimin, seorang yang faqih dan imam yang luar biasa walaupun usianya masih muda”
“Masya Allah Laa haula Wa Laa quwwata Illa Billah”
“Majelisnya dihadiri oleh Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza'i, Laits bin Sa'id dan yang lainnya”
Farukh hendak bertanya lagi namun orang itu melanjutkan penjelasannya,
“Disamping itu ia sangat dermawan tidak ada orang sedermawan ia di Madinah ini, ia hanya mengharapkan apa yang ada di sisi Allah”
“Tetapi anda belum menyebutkan namanya?”
“Namanya adalah Rabi'ah, ulama Madinah menyebutnya Rabi'ah Ar-Ra'iy (si pembimbing) sebab setiap menjumpai kesulitan atau hal yang tidak jelas dalam Al-Qur'an dan hadis mereka selalu bertanya kepadanya, dan dengan cara yang bijak Rabi'ah menjelaskannya.”
“Dari mana asalnya?”
“Dia adalah Rabi'ah putra Farukh dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan ibunya untuk berjihad di jalan Allah. Ibunya memelihara dan mendidiknya sampai ia menjadi seorang ulama terkemuka. Dan saya telah mendengar berita bahwa ayahnya telah pulang ke Madinah kemarin ”.
Tanpa terasa Farukh meneteskan air mata dan segera pulang ke rumahnya, melihat suaminya berlinangan air mata ibu Rabi'ah bertanya, “Ada apa wahai suamiku?” dengan tersedu-sedu Farukh menjawab, ''Tidak ada apa-apa, semuanya baik-baik saja. Hanya saja aku kagum melihat putraku memiliki ilmu dan kedudukan yang tinggi yang tidak kulihat pada orang lain.”
Ibu Rabi'ah langsung manyinggung uang yang diminta suaminya, “Suamiku mana yang lebih kau sukai 30.000 dinar atau ilmu dan kehormatan putramu?” Farukh menjawab, “Demi Allah ini yang lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya”. Ibu Rabiah menjelaskan,“Aku telah menghabiskan semua harta yang kau amanahkan untuk pendidikan putramu, wahai suamiku apakah kau puas dengan apa yan telah aku lakukan?”
Farukh dengan rasa bahagia dan bangga terhadap istrinya menjawab, “Aku sangat berterima kasih kepadamu wahai istriku atas namaku dan nama kaum muslimin”.

* Sumber : Tabiin Rabi'ah Ar-Ray karya Dr. Muhammad Raatib an-Naabulasii.
* Negeri dibalik sungai Sebutan zaman dahulu bagi sebuah negeri di Asia Tengah meliputi Uzbekistan dan Kazakhstan

Tiga Keistimewaan Ramadhan

Oleh: Saiful Hadi

Bulan ramadhan akan segera tiba, di dalamnya terdapat tiga keistimewaan yang tidak patut untuk dilewatkan begitu saja, kedatangannya tidak perlu disambut dengan hal yang aneh-aneh, akan tetapi ramadhan ini harus disambut dengan mempersiapkan diri baik fisik maupun jiwa agar bisa beramal sebagus mungkin dan menjadi pemenang dengan predikat taqwa.

Bulan ramadhan menjadi sangat istimewa lantaran tiga keistimewaan berikut:

Tiga keistimewaan yang pertama

Berbeda dengan bulan-bulan yang lain, amalan yang dikerjakan dalam bulan ini diberi pahala dengan ukuran yang jauh lebih besar, hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw;
Dari salma al-Farisy r.a. yang diriwayatkan secara marfuk, "siapa yang mengerjakan amal sunnah meski kecil, sama seperti orang yang mengerjakan amal fardhu. Siapa yang mengerjakan amal fardhu, seperti mengerjakan 70 amal fardhu." (HR. Al-Baihaqi)

Bisa dibayangkan betapa besarnya ganjaran pahala dalam bulan ramadhan, dalam dua belas bulan, maka pada bulan inilah kita ambil semua bonus yang Allah Ta'ala berikan.

Setan dibelenggu selama Ramadhan

Selain bobot pahala yang digandakan, selama ramadhan setan-setan yang sering menggoda agar enggan beramal semuanya dibelenggu oleh Allah Ta'ala. Sehingga dengan demikian kesempatan untuk beramal tanpa gangguan semakin terbuka lebar. Jadi sangat disayangkan jika kita melewatkan bulan ini begitu saja tanpa beramal dan ibadah-ibadah lainnya.

Ramadhan Bulan Syurga

Di dalam syurga Allah Ta'ala telah menyediakan pintu khusus bagi orang-orang yang berpuasa, yaitu bab Ar-Rayyan. Disatu sisi puasa itu memang berat, kita harus menahan lapar haus dan segala nafsu yang tercela, namun ganjaran dari itu semua Allah beri hadiah berupa syurga.
Demikian juga dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda;
"Bagi orang yang berpuasa ada dua kenikmatan, yaitu kenikmatan saat berbuka puasa, dan saat berjumpa dengan Allah Ta'ala"

Jadi dalam hadist ini jelas sekali Rasulullah menyatakan kepada kita bahwa diantara nikmat bagi yang berpuasa adalah berjumpa dengan Allah ta'ala, dan tidak lain tempat perjumpaannya melainkan syurga.

Imam Ahmad dan Dahsyatnya Kekuatan Istighfar

Setiap insan memang tidak akan luput dari dosa dan kesalahan, dan sebaik-baik insan adalah yang mau bertaubat dan memohon ampunan terhadap dosa dan kesalahannya. Dalam riwayat disebutkan bahwa tidak kurang dari 70x Rasulullah beristighfar dalam sehari semalam, padahal sebagaimana kita ketahui beliau adalah seseorang yang maksum dan terjamin dari berbuat dosa.

Dalam sebuah hadist Rasulullah saw menyatakan bahwa memperbanyak istighfar merupakan salah satu kunci rizki,

“مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ
كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”

“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”  (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir).

Berbicara tentang istighfar, dalam manakib imam Ahmad ada sebuah kisah menarik yang beliau alami perihal istighfar. Suatu ketika dimasa akhir hidup beliau, pendiri Mazhab Hanbali ini bercerita, "satu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tau kenapa ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak,".

Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah. Beliau bercerita "saat tiba disana waktu Isya', saya ikut shalat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat". Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid, tiba-tiba petugas pengurus masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya "kenapa syaikh, mau ngapain disini?". (kata "syaikh" bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua).

Sang pengurus mesjid ini tidak tau kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun juga tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat shalih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, cuma namanya sudah terkenal. Kata imam Ahmad "saya ingin istirahat, saya musafir". Kata pengurus mesjid, "tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid.

Imam Ahmad melanjutkan bercerita "saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid.

Lalu saya ingin tidur di teras masjid." Ketika sudah berbaring di teras masjid, petuhas itu datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. "Mau ngapain lagi syaikh?" Kata petugas. "Mau tidur, saya musafir" kata imam Ahmad. Lalu petugas itu berkata, "di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh". Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita " saya didorong-dorong sampai jalanan". Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi. Saat imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh "mari syaikh, anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil".

Kata imam Ahmad "baik". Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir).
Penjual roti ini punya perilaku tersendiri, kalau imam Ahmad ngajak ngomong, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, Astaghfirullah. Saat meletakkan garam astaghfirullah, memecahkan telur astaghfirullah, mencampur gandum astaghfirullah. Selalu mengucap istighfar.

Imam Ahmad memperhatikan terus. Lalu imam Ahmad bertanya "sudah berapa lama kamu lakukan ini?". Orang itu menjawab "sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan". Imam Ahmad bertanya : "apa hasil dari perbuatanmu ini?", orang itu menjawab "(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang saya minta ya Allah...., langsung diterima". (memang Nabi saw pernah bersabda :"siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya).
Lalu orang itu melanjutkan "semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan".

Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya "apa itu?". Kata orang itu "saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad". seketika itu juga imam Ahmad bertakbir, "Allahuakbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh petugas pengurus masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu"..(penjual roti terperanjat, memuji Allah, ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad).

Demikianlah sekelumit kisah yang semoga mengisnpirasi kita untuk beristighfar kepada Allah Ta'ala, dan terus memperbaiki diri terhadap kesalahan-kesalahan yang pernah dikerjakan.

Ebook: Fiqih Praktis Ramadhan

fiqih praktis ramadhan
Ebook: Fiqih Praktis Ramadhan

Memasuki bulan ramadhan, jangan biarkan ia sia-sia belaka, redaksi catatanfiqih.com menyediakan  Ebook: Fiqih Praktis Ramadhan yang dapat didownload grartis disini.

Dalam Ebook: Fiqih Praktis Ramadhan terdapat uraian mengenai bagaimana pengertian puasa, tata caranya, termasuk hal-hal yang membatalkan puasa. Puasa menurut bahasa adalah menahan diri dari sesuatu baik dari makanan atau berbicara. Menurut bahasa arab orang menahan diri untuk tidak berbicara juga disebut berpuasa. Adapun puasa menurut agama adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya mulai dari terbitnya fajar sodiq (masuknya waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (masuknya waktu maghrib)

Download ebook Gratis Fiqih Praktis Ramadhan klik disini: [Download  ##download##] 


  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi