Dimana Letak Syurga dan Neraka - Konsultasi Agama Islam


Ruang Konsultasi Agama Islam - Program Kerjasama Serambi Indonesia dengan Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) 

PERTANYAAN KEDUA

Pertanyaan dari Akmal Abzal dari Lambaro.

Assalamu’alaikum wr.wb :

Karena pertanyaannya terlalu panjang, kami rangkum menjadi dua point, lebih kurang sebagai berikut:
a.    Dimanakan letak syurga dan neraka? Apakah di salah satu planet ?
b.    Apakah syurga dan neraka baru dapat ditempati ataupun disinggahi setelah seseorang mengalami kematian?

Jawabannya :

Wa’alaikumussalam wr.wb.

Terima kasih sdr Akmal abzal. Adapun jawaban dari pertanyaan di atas, dapat kami jelaskan sebagai berikut :

1. Seyogyanya kita pahami bahwa yang menjadi akidah Islam adalah mengi’tiqad bahwa syurga dan neraka sebagai balasan amal anak manusia di akhirat kelak adalah haq dan benar. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala berbunyi :

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ  اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan syurga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Ali Imran : 133)

Dan firman Allah Ta’ala berbunyi :

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْ وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ

Jika kamu tidak (mampu) membuat(-nya) dan (pasti) kamu tidak akan (mampu) membuat (nya), takutlah pada api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.(Q.S. al-Baqarah : 24)

Serta sabda Nabi SAW :

مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ، وَابْنُ أَمَتِهِ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ ‌الْجَنَّةَ ‌حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ “

Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya  dan kalimat-Nya yang Ia berikan kepada Maryam, dan ruh dari-Nya (dari ruh yang Allah ciptakan), dan bersaksi bahwa syurga  itu benar adanya dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam syurga dari delapan pintu yang dia inginkan. (H.R. Muslim).

2.    Adapun letak syurga dapat ditelusuri dari dalil-dalil berikut :

Dalam Surat an-Najm, Allah menceritakan keadaan Sidratul Muntaha, yakni firman Allah berbunyi :

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى

Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu pada waktu yang lain di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga al-Ma’wa. (QS. An-Najm: 13 – 15).

Dalam ayat di atas juga dijelaskan bahwa syurga al-Ma’wa berada dekat Sidratul Muntaha, sedangkan Sidratul Muntaha berdasarkan riwayat yang shahih berada pada langit yang ketujuh. Dalam mengomentari ayat di atas, Abu Bakar al-Jashas (seorang tokoh ulama bermazhab Hanafi) dalam kitab tafsirnya, Ahkam al-Qur’an mengatakan, ayat ini menunjukkan bahwa Nabi SAW sesungguhnya naik ke langit dan ke syurga.

Imam al-Bukhari meriwayatkan sebagai berikut :

وَرُفِعَتْ لِي سِدْرَةُ المُنْتَهَى، فَإِذَا نَبِقُهَا كَأَنَّهُ قِلاَلُ هَجَرَ وَوَرَقُهَا  كَأَنَّهُ آذَانُ الفُيُولِ فِي أَصْلِهَا أَرْبَعَةُ أَنْهَارٍ نَهْرَانِ بَاطِنَانِ، وَنَهْرَانِ ظَاهِرَانِ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: أَمَّا البَاطِنَانِ: فَفِي الجَنَّةِ، وَأَمَّا الظَّاهِرَانِ: النِّيلُ وَالفُرَاتُ

(Ketika kami tiba pada langit ketujuh) diperlihatkan kepadaku Sidratul-Muntaha. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Dia menjawab, “Adapun dua yang dalam itu ada di syurga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat. (H.R. Bukhari )

Dalam Tafsirnya, al-Baidhawi mengatakan, telah diriwayat secara marfu’ bahwa Sidratul Muntaha berada pada langit ketujuh. Kemudian dalam hadis dari Abu Hurairah r.a , Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ، فَاسْأَلُوهُ الفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الجَنَّةِ وَأَعْلَى الجَنَّةِ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الجَنَّةِ

Apabila kalian berdoa kepada Allah, mintalah kepada-Nya surga al-Firdaus. Karena syurga Firdaus adalah syurga yang paling tengah dan paling tinggi. Di atas syurga ini ada Arsy Allah ar-Rahman. Dari syurga firdaus, bersumber sungai-sungai ke seluruh syurga. (H.R. al-Bukhari)

Mengomentari penggalan hadits  “Di atas syurga ini ada Arsy Allah ar-Rahman”, Ibnu Mulaqqin dalam al-Tauzhih li Syarh al-Jami’ Shahih mengutip penjelasan Ibnu al-Tiin, mengatakan : “Arasy berada di atas semua syurga.

3.  Terjadi perbedaan pendapat ulama dalam menjelaskan dimana letak neraka sesuai dengan ijtihad masing-masing. Dalam kitabnya Itmam al-Dirayah li Qurra-I al-Niqayah, al-Suyuthi menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai lokasi letak neraka dalam tiga pendapat, yakni :

Pendapat pertama, mengatakan, neraka berada di bawah bumi. Pendapat ini didasarkan kepada riwayat Ibnu Abd al-Barr dari hadits Ibnu Umar secara marfu’, berbunyi :

لا يركب البحر إلا غاز أو حاج أو معتمر فان تحت البحر نارا

Janganlah pergi melaut kecuali mereka yang akan berperang, haji, atau menunaikan umrah. Sesungguhnya di bawah lautan itu adalah neraka.

Namun Ibnu Abd al-Barr sendiri menyatakan, hadits ini dhaif. Hadits lain sebagai sandarannya adalah hadits yang juga diriwayat oleh Ibnu Abd al-Barr dari Ibnu Umar secara mauquf, berbunyi :

لا يتوضأ بماء البحر لأنه طبق جهنم

Janganlah berwudhu dengan air laut, sesungguhnya lautan adalah tangga bagi neraka.

Hadits ini oleh Ibnu Abd al-Barr juga dinyatakan dhaif.

Hadits lain sebagai sandaran pendapat ini yang dikemukakan oleh al-Suyuthi adalah hadits yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman, dari Wahab ibn Munabbih, berkata :

إِذَا قَامَتِ الْقِيَامَةُ أَمَرَ بِالْفَلَقِ ، فَيُكْشَفُ عَنْ سَقرَ، وَهُوَ غِطَاؤُهَا ، فَيَخْرُجُ مِنْهُ نَارٌ فَإِذَا وَصَلَتِ الْبَحْرَ الْمُطْبَقَ عَلَى شَفِيرِ جَهَنَّمَ، وَهُوَ بَحْرُ الْبُحُورِ، نَسَفَتْهُ أَسْرَعَ مِنْ طَرْفَةِ الْعَيْنِ وَهُوَ حَاجِزٌ بَيْنَ جَهَنَّمَ وَالأَرَضِينَ السَّبْعِ ، فَإِذَا انْشَفتْ اشْتَعَلَتْ فِي الأَرَضِينَ السَّبْعِ فَتَدَعَهَا جَمْرَةً وَاحِدَةً

Ketika kiamat terjadi Allah berfirman pada cakrawala dan terbukalah neraka saqar yang mana cakrawala semula menjadi tutupnya, lalu keluar api yang ketika sampai pada seluruh lautan – dimana laut menjadi tepi batas neraka jahannam – maka api itu mengeringkan lautan lebih cepat dari kedipan mata. Laut menjadi pembatas antara neraka jahannam dan tujuh bumi. Ketika mengering, maka laut menyala pada tujuh bumi dan meninggalkannya menjadi onggokan bara api.

Pendapat kedua, mengatakan neraka berada di atas hamparan bumi. Pendapat ini didasarkan atas riwayat Wahab ibn Munabbih, beliau berkata :

أشرف ذو القرنين على جبل قاف فرأى تحته جبالا صغارا إلى أن قال يا قاف أخبرنى عن عظمة الله فقال إن شأن ربنا لعظيم إن ورائى أرضا مسيرة خمسمائة عام فى خمسمائة عام من جبال ثلج يحطم بعضها بعضا ولولا هى لاحترقت من جهنم

Dzulqarnain mendaki Gunung Qaf lalu terlihat di bawahnya ada gunung lain yang lebih kecil…..dst, Dzulqarnain berkata: Gunung Qaf, beritahukanlah padaku akan keagungan Allah. Jawabnya: Sesungguhnya urusan Tuhanku sungguh agung. Di belakangku berjarak langkah lima ratus tahun terdapat sebuah bumi, dimana pada jarak langkah lima puluh tahunnya terdapat pegunungan bersalju yang satu sama lain senantiasa runtuh. Jika bukan karena pegunungan es itu,  niscaya aku sudah terbakar oleh neraka.

Riwayat lain yang mendukung pendapat ini adalah riwayat al-Harits bin Usamah dalam musnadnya dari Abdullah bin Salam, beliau berkata :

الجنة فى السماء والنار فى الأرض

Syurga berada di atas langit, sedangkan neraka berada di atas bumi.

Pendapat ketiga, neraka di atas langit. Al-Suyuthi tidak menyebut dalil pendapat yang ketiga ini.

Alhasil mengenai letak neraka kita berpegang sebagaimana penjelasan al-Suyuthi pada awal pembahasannya dalam kitabnya Itmam al-Dirayah li Qurra-I al-Niqayah, beliau  mengatakan : “Kita berpendapat tawaqquf (tidak berpendapat apa-apa) masalah letak lokasi neraka, karena tidak diketahui lokasinya kecuali hanya Allah. Menurutku, tidak ada hadits yang shahih yang dapat menjadi pegangan tentang ini.”

4.  Syurga dan neraka hanya dapat dihuni setelah kematian dan kiamat terjadi. Karena syurga dan neraka hanya diperuntukan sebagai balasan amal baik dan jahat di hari akhirat kelak sebagaimana kandungan firman Allah Ta’ala dan hadits Nabi SAW pada point 1 di atas. Juga Rasulullah SAW bersabda :

قَآتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، ‌فَيَقُولُ ‌الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ

Pada hari kiamat, aku mendatangi pintu syurga, lalu aku minta agar dibukakan. Sang penjaga pintu bertanya, “Siapa kamu?” Aku jawab, “Muhammad.” Kemudian penjaga ini menyatakan, “Aku diperintahkan untuk membuka karenamu. Tidak akan aku buka pintu syurga bagi siapapun sebelum kamu. (H.R. Muslim).

Dalam hadits lain, Rasululllah SAW bersabda :

أَنَا أَكْثَرُ الأَنْبِيَاءِ تَبَعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يَقْرَعُ بَابَ الْجَنَّةِ

Saya adalah nabi yang paling banyak pengikutnya di hari kiamat. Dan saya orang yang pertama kali mengetuk pintu syurga. (H.R. Muslim).

Dalam hadits riwayat Ahmad bin Hanbal, Rasululllah SAW bersabda :

أَنَا أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا فَخْرَ

Saya orang yang pertama masuksyurga di hari kiamat. Dan bukan untuk sombong. (H.R. Ahmad bin Hanbal)

Karena itu, al-Karmaniy sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar al-Asqalaniy dalam Fathulbarri mengatakan : “Sesungguhnya seseorang tidak akan masuksyurga kecuali sesudah mengalami kematian.”

Adapun berita-berita pada waktu mikraj bahwa Nabi SAW sempat masuk ke dalam syurga  serta melihat beberapa manusia dalam syurga dan neraka, jawaban ulama tentang ini  sebagaimana disebut dalam Fathulbarri antara lain bahwa hal tersebut terjadi khusus pada para anbiya dan orang-orang yang masih berada di dunia, namun sudah keluar dari alam dunia dan masukke alam malakut. Adapun orang-orang yang dilihat Nabi SAW pada waktu mi’raj, ini hanya manusia dalam bentuk ruhnya saja sebagaimana yang terjadi pada para syuhada sebagaimana sabda Nabi SAW yang berbunyi :

إِنَّمَا ‌نَسَمَةُ ‌الْمُؤْمِنِ طَيْرٌ يُعَلَّقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ

Sesungguhnya jiwa orang mukmin itu berupa burung yang bergantung di pepohonan syurga  hingga Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari Dia membangkitkannya. (H.R. Malik)

Berdasarkan uraian di atas, maka jawaban untuk pertanyaan tgk Akmal di atas dapat dirangkum sebagai berikut :

a.    Syurga dan neraka sebagai balasan amal anak manusia di akhirat kelak adalah sesuatu yang haq dan benar. Ini merupa akidah yang wajib diimani oleh setiap muslim. Syurga dan neraka merupakan perkara ghaib, keberadaan dan letaknya diketahui hanya melalui keterangan dari Allah dan Rasul-Nya dan tidak dapat ditelusuri dengan akal manusia.

b.    Berdasarkan keterangan-keterangan dalam uraian di atas, syurga terdapat dilangit ketujuh dan di bawah arasy, namun tidak ada keterangan yang shahih mengenai letak neraka sebagaimana dijelaskan al-Suyuthi di atas.

c.     Secara umum syurga dan neraka hanya dapat di huni setelah kematian dan kiamat tiba kecuali yang terjadi pada manusia-manusia pilihan Allah Ta’ala seperti yang terjadi pada Nabi Adam a.s., Nabi Muhammad SAW pada waktu mikraj dan manusia yang hanya dalam bentuk ruh seperti para syuhada dan lainnya sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala. (Tgk Alizar Usman)

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Dimana Letak Syurga dan Neraka - Konsultasi Agama Islam, https://aceh.tribunnews.com/2022/06/07/dimana-letak-syurga-dan-neraka-konsultasi-agama-islam?page=4.

  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BSI 7122653484 an. Saiful Hadi

Pengajian Kitab Fiqih Pertemuan ke - 27



  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BSI 7122653484 an. Saiful Hadi

Hukum Belajar Agama dari Media Sosial Tanpa Guru - Ruang Konsultasi Agama Islam



Ruang Konsultasi Agama Islam - Program Kerjasama Serambi Indonesia dengan Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) 

PERTANYAAN PERTAMA

Pertanyaan dari Saudari Mutmainnah, Lambaro Angan, Aceh Besar, 
“Sahkah belajar agama dari media sosial tanpa guru?”

Jawab :

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Menjadi pribadi yang berilmu menjadikan diri kita memiliki derajat yang lebih tinggi. Keabsahan sebuah ibadah tergantung tata cara ibadah yang kita lakukan berdasarkan ilmu yang kita punya. Dengan demikian, ilmu sangat menentukan bagaimana tata cara ibadah seseorang. Untuk itu, seharusnya seseorang memiliki guru yang mempunyai kemampuan dan sanad keilmuan yang jelas. Ini penting karena sanad ilmu menunjukkan pentingnya otoritas dalam berilmu agama. Terlebih bagi masyarakat muslim yang masih awam dan tidak memiliki kemampuan menggali serta meneliti suatu persoalan dalam ilmu agama, maka ia diwajibkan memiliki guru yang dapat membimbingnya agar tidak tersesat dalam pemahamannya. 

Fenomena hari ini yang membuat miris sekaligus prihatin adalah banyaknya muslim yang kurang hati-hati dan selektif dalam memilih ulama atau ustaz dalam belajar agama. Padahal di sisi lain, masyarakat muslim memiliki tendesi untuk berhati-hati dan selektif dalam urusan dunianya saja. Ambil contoh bila seseorang sedang sakit, maka ia akan sangat hati-hati dalam mencari dokter sekaligus rumah sakit yang akan merawatnya. Ia akan lebih memilih dokter spesialis yang  berpengalaman untuk membantunya mencapai kesembuhan. Lalu kenapa dalam urusan agama kita tidak melakukan hal yang sama?. Abdullah bin Mubarak sebagaimana dikutip oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya, beliau berkata:

الإسنادُ مِنَ الدِّينِ، ولولا الإسناد لَقالَ مَن شاءَ ما شاء

Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, pasti siapapun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.

Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, mengutip perkataan ‘Uqbah bin ‘Aamir berkata : 

تَعَلَّمُوا قَبْلَ الظَّانِّينَ يَعْنِي الَّذِينَ يَتَكَلَّمُونَ بِالظَّنِّ

Menuntutlah ilmu sebelum kamu bertemu dengan masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya bermodalkan prasangka. 

Ucapan ‘Uqbah bin ‘Aamir ini kemudian ditafsir oleh Imam al-Nawawi dalam kitabnya, Majmu’ Syarah al-Muhazzab,  beliau berkata : 

وَمَعْنَاهُ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ ‌مِنْ ‌أَهْلِهِ ‌الْمُحَقِّقِينَ ‌الْوَرِعِينَ قَبْلَ ذهابهم ومجئ قَوْمٍ يَتَكَلَّمُونَ فِي الْعِلْمِ بِمِثْلِ نُفُوسِهِمْ وَظُنُونِهِمْ التى ليس لها مستند شرعي
Maknanya menuntutlah ilmu dengan bersungguh-sungguh kepada ahlinya yang benar-benar ahli dan ulama yang shalih sebelum kamu bertemu dengan masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya bermodalkan prasangka tanpa sandaran syara’.

Dari penjelasan di atas, dipahami bahwa belajar agama tanpa guru dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam ajaran yang salah. Mempelajari agama Islam tanpa guru menyebabkan kebingungan bagi diri sendiri karena tidak adanya keteguhan dalam belajar. Maka dari itu hukum belajar agama tanpa guru terlarang dalam agama. Sehingga tidak heran, kalau Abu Yazid Bustami seorang aulia Allah Ta’ala sebagaimana dikutip dalam Kitab Ruh al-Bayan mengatakan :

من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان
Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah syaithan.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin mengatakan, 

فكذلك ‌المريد ‌يحتاج ‌إلى ‌شيخ وأستاذ يقتدى به لا محالة ليهديه إلى سواء السبيل فإن سبيل الدين غامض وسبل الشيطان كثيرة ظاهرة فمن لم يكن له شيخ يهديه قاده الشيطان إلى طرقه لا محالة

Demikian juga murid membutuhkan guru dan ustadz yang diikuti secara pasti agar mereka menunjukkannya ke jalan yang lurus, karena jalan agama itu tersembunyi, sedangkan jalan-jalan setan banyak dan nampak. Barangsiapa yang tidak mempunyai guru yang memberi petunjuk, maka setan pasti menuntunnya ke jalannya.

Ibnu Siiriin, Malik dan lainnya sebagaimana dikutip oleh al-Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab mengatakan, :

هَذَا الْعِلْمُ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ:

Ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu.
Pada zaman sekarang, berbagai informasi dan pengetahuan dengan mudah dapat diakses di dunia maya (media sosial), bahkan banyaknya orang yang menjadikan dunia maya sebagai seorang guru tempat bertanya dan mencari tahu. 

Dan celakanya dari guru (dunia maya) inilah mereka lalu menyebarkan apa yang di dapatnya kepada orang lain baik keluarganya maupun lingkungan lainnya tanpa tabayyun lebih dahulu. Memang, tidak semua yang ada di dunia maya ini adalah tidak benar. Banyak sekali kebenaran yang terserak di sana, akan tetapi kebohongan dan kesesatan juga melimpah mencari mangsanya. Karena itu, selain membawa berkah, dunia maya ini juga tak jarang mendatangkan musibah. 

Lalu bagaimana hukumnya belajar agama dari media sosial tanpa guru?

Memperhatikan uraian-uraian di atas dan fenomena media sosial hari ini , maka menurut pemahaman kami, belajar melalui media sosial tanpa guru sah-sah saja, asalkan memenuhi kriteria berikut ini  :
  1. Yang ingin belajar melalui media sosial ini mempunyai pengetahuan dasar-dasar hukum agama yang didapatnya dari guru secara saling berhadapan. Ini diperlukan sebagai pedoman dasar dalam memahami tulisan-tulisan di media sosial sekaligus sebagai pedoman guna menghindari dari aqidah yang menyesatkan.
  2. Dapat dipastikan bahwa media sosial yang diikutinya benar-benar milik seseorang yang diinginkan menimba ilmu darinya, guna terhindari dari account-account  bodong yang mengatasnamakan orang lain.
  3. Mengenal dengan baik pemilik/penulis media sosial tersebut sebagai seorang yang dikenal mumpuni ilmunya dalam bidang agama dan berasal dari golongan yang haq (benar), yakni  ahlussunnah wal jama’ah. Karena dengan membaca tulisan di media sosial seseorang akan menjadikannya sebagai guru dalam bidang agama.
  4. Tidak terburu-buru mengambil kesimpulan dalam memahami tulisan di media sosial tersebut. Kalau ada yang sukar dipahami atau yang mengganjal dalam pikirannya, hendaknya bertanya kepada guru disekitarnya yang dapat dipercaya.
  5. Menghindari belajar dan membaca melalui media sosial masalah-masalah agama yang rumit dan pelik yang tidak akan dapat dipahami kecuali dengan berguru langsung kepada yang ahlinya secara khusus saling berhadapan. Misalnya masalah tasauf dan akidah yang sudah masuk pembahasan tingkat tingggi. Ali bin Abi Thalib sebagaimana diriwayat oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, mengatakan, حَدِّثُوا ‌النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُولُهُ؟ Sampaikanlah kepada manusia dengan apa yang dapat mereka pahami. Apakah kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya didustai?
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Hukum Belajar Agama dari Media Sosial Tanpa Guru - Ruang Konsultasi Agama Islam, https://aceh.tribunnews.com/2022/06/04/hukum-belajar-agama-dari-media-sosial-tanpa-guru-ruang-konsultasi-agama-islam.

  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BSI 7122653484 an. Saiful Hadi