Minggu kelabu, 26 desember 2004, setelah digoyang gempa berkekuatan 9 Skala Richter, seluruh penduduk gempar, panik dan kocar kacir. Belum reda rasa trauma, kepanikan pun kembali datang, kali ini bukan karena gempa, tapi katanya air laut naik. Banyak otak hendak mencerna, mungkinkah air laut bisa naik, sedang pasangkah atau bakal terjadi malapetaka. Namun, belum sempat logika menemukan jawaban, sosok hitam bak awan mendung telah menjulang tinggi di depan mata, disangka hendak hujan tapi itulah rupanya air laut yang sedang naik.
Kala itu belum ada yang menyebutnya tsunami, namun ia lebih sering disebut sebagai "iee beuna". Dalam hitungan menit, dengan kecepatan tinggi, gelombang raksasa itu menguyah benda apapun yang berada di depannya. Bangunan dan kendaraan, semuanya remuk bak kerupuk, pepohonan pun tercerabut hingga ke akarnya. Kiamatkah sudah? demikianlah yang terbersit dalam pikiran.
Begitulah sekilas gambaran suasana tsunami. Ada banyak mayat yang bergelimpangan, dua ratus ribu lebih korban jiwa, garis pantai berubah, perkampungan hilang. Dan menimbulkan trauma yang amat mendalam.
Namun, kejadian itu jika dipandang dengan kacamata keimanan, maka tidak perlu gundah dan bersedih, semua telah digariskan oleh Nya. Tuhan menghadirkan masalah agar manusia bisa belajar dan menjadi lebih baik. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. " (QS. al-Asrah : 5-6)
Para ulama tafsir mengatakan pada ayat tersebut memberi pemahaman bahwa Allah Ta'ala menjadikan kemudahan dan rahmat bagi para hamba sebanyak dua kemudahan dalam setiap satu kesulitan. Jika ada sebuah kesulitan maka didepannya akan ada dua kemudahan. Dan kenyataannya sekarang, sebagaimana yang digambarkan oleh ayat tersebut, dalam waktu yang singkat Aceh kembali bangkit dengan cepat, ini menandakan betapa luasnya karunia Tuhan yang terlimpahkan, maha benar Allah dengan segala firman Nya.
COMMENTS