Oleh: Saiful Hadi
Judul postingan ini penulis kutip dari pernyataan Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, saat beliau menjelaskan perbedaan pendapat ulama mengenai masalah "menjima' istri yang sudah suci dari haid namun belum mandi", di akhir pembahasan setelah mengungkapkan logika masing-masing pendapat, beliau menuturkan "dalam menyikapi problema pelik semacam ini, kita harus berpegang pada prinsip bahwa semua mujtahid itu benar".
Tidak bisa kita pungkiri, kenyataannya dalam pembahasan fiqih akan menuai perbedaan pendapat. Dan hal ini wajar, mengingat ada nash yang memang memberi peluang demikian. Sebagai contoh dalam masalah yang dibahas oleh Ibnu Rusyd di atas, dalam hal ini terjadi silang pendapat ulama. Menurut Imam Malik, Imam Syafie, dan jumhur ulama tidak boleh berjima' dengan istri sampai ia selesai mandi biarpun telah suci dari haid. Sementara menurut Abu Hanifah dan pengikutnya, asal sudah suci dan melalui masa haid maksimal yang menurut beliau 10 hari, "itu boleh saja".
Sebab silang pendapat para fuqaha terhadap masalah tersebut adalah firman Allah Ta'ala:
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu (Qs. Al-Baqarah: 222)
Memahami ayat di atas, kata "suci" dalam ayat memungkinkan untuk dipahami bahwa "suci" tersebut adalah terputusnya darah haid atau bisa juga dipahami sebagai "suci" setelah dibasuh dengan air. Lalu timbul pertanyaan lagi, apakah "suci" yang dimaksud merupakan kesucian seluruh anggota jasad atau hanya mencuci kelamin saja dari sisa-sisa darah haid.
Ringkasnya, para ulama tidak ada satu suara dalam memahami maksud ayat tersebut, dan masing mempunyai argumentasi yang kuat dalam berpendapat. Ulama terdahulu telah memberi teladan yang baik bagi kita dalam menyikapi perbedan, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Rusyd "Semua mujtahid itu benar". Dan pernyataan ibnu rusyd juga sejalan dengan Sabda Rasulullah saw yang menyatakan bahwa mujtahid yang benar hasil ijtihadnya akan memperoleh dua pahala, sementara yang kurang tepat akan memperoleh satu pahala. Sehingga, kita harus berbaik sangka terhadap semua pendapat yang ada dan mengedepankan sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ada.
COMMENTS