Kagum dengan Akhlak Muslim, Gadis NTT masuk Islam di Malaysia


Malaysia - Ustadz Muhammad Fadhil anggota Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (BAKOMUBIN)  DPW Aceh mensyahadatkan Riyana (19) di Surau Al-mubarrak, Kampung Baru Sungai Ara, Pulau Penang (22/9/2016).

Riyana Gadis Asal Nusa Tenggara Timur setelah bersyahadah berganti nama dengan  Fitriyana.
Agama sebelumnya Kristen Protestan.

Menurut pengakuannya kepada Ustadz Muhammad Fadhil, sudah lama ingin masuk Islam karena kagum dengan akhlak kawan-kawan muslimah yang dikenalnya selama ini.

Namun niat mulia itu baru terwujud ketika dia Hijrah ke Malaysia untuk mencari kerja. Alasan lain tidak masuk Islam di NTT karena takut dikucilkan oleh keluarga dan kawan-kawan.

Dalam upacara pensyahadatan turut dihadiri oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat berserta 70 jamaah lebih yang ikut menyaksikan dan turut bahagia dengan bertambahnya saudara seiman dan seakidah. (Mustafa HW)

Semangat Qurban dalam Mewujudkan Sikap Bela Negara

Oleh: Saiful Hadi

Materi Khutbah Idul Adha SPN Seulawah


Khutbah Pertama

اللهُ  اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3) اللهُ اَكبَرْ (×3 اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً  وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ  اْلحَمْدُ  الحمد لله, الحمد لله الذى خلق الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله.  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد فياأيهاالحاضرون اتقوالله, اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون, وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 

 

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Khutbah Kedua

اللهُ  اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ  كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ  وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُاَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ  تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ  وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ  وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا  مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ  حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَقَالَ  تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا  الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللهُمَّ  اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ  اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ  وَاْلمُسْلِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى  اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

Kaum muslimin wal muslimat sidang jamaah shalat id yang berbahagia

Pada pagi idul adha yang indah ini, yang masih diliputi sejuknya hawa gunung seulawah, marilah sejenak kita bertadabur sembari merenungkan berbagai macam nikmat dan rahmad yang telah Allah Ta’ala anugrahkan pada kita semua. Andaipun kita mencoba mengumpulkan seluruh lautan untuk dijadikan tinta menuliskan nikmatnya, sungguh itu semua tidak seberapa dan tak akan pernah dapat kita perhitungkan. Dengan demikian sudah sepatutnya kita mensyukuri segala nikmat dari-Nya dengan jalan taat terhadap segala Titahnya.

Shalawat dan salam, mari senantiasa kita sampaikan kepada junjungan alam, Baginda Nabi Muhammad saw dan kepada seluruh keluarga dan sahabat beliau. Sebagaimana kita maklumi, berkat jasa-jasa beliau, dimana sebelumnya manusia berada dalam lembah kejahilan, patung yang tidak berdaya dijadikan sesembahan, anak perempuan dimusnahkan, namun akhirnya ketika cahaya iman menerangi melalui dakwah beliau, umatpun tercerahkan, sehingga dalam kurun waktu 23 tahun lamanya Arab telah bermetamorfosis menjadi bangsa yang berperadaban, dan dari sini tersebarlah islam ke seluruh penjuru dunia bahkan sampai ke bumi Aceh seperti yang kita rasakan saat ini. 

Kemudian tidak lupa jua kata-kata kemulian kepada Bapak Kepala SPN Seulawah (Kombes Pol. Drs. Armia Fahmi), dan seluruh jajarannya, juga teristimewa kepada seluruh keluarga besar SPN Seulawah, dan yang saya banggakan para peserta didik Bintara Polri 2016 yang penuh dengan semangat juang.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Dalam Kitan Tanbihul Ghafilin disebutkan, diantara segala hari-hari dalam setahun, sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengistimewakan empat hari, yakni hari 1. jumat,  yang didalamnya apabila hamba-hamba Nya memohon sesuatu baik itu mengenai urusan dunia maupun akhirat, melainkan Allah akan mengabulkannya. 2. Hari arafah (9 zulhijjah), pada hari itu Allah Ta’ala berbangga kepada Malaikatnya dengan berfirman; “wahai malaikatku, lihatlah hamba-hambaku yang datang dengan rambut kusut dan berdebu, mereka telah membelanjakan hartanya, dan meletihkan badannya; saksikanlah bahwa aku telah mengampuni mereka. 3. Hari raya idul adha, apabila hari itu datang dan seseorang menyembelih hewan qurbannya, maka tetesan pertama dari hewan tersebut menjadi penebus terhadap dosa yang telah ia lakukan. 4. Hari raya idul fitri, pada hari itu Allah ta’ala gantikan segala keburukan-keburukan dengan berbagai macam kebaikan.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia!

Alhamdulillah tepat di pagi ini kita semua telah berada dalam salah satu hari yang istimewa, yakni idul adha. Momen Idul Adha mengingatkan kita mengenai arti cinta yang sebenarnya, cinta bukan hanya sekedar sebuah ungkapan belaka, melainkan cinta yang disertai dengan perjuangan dan pengorbanan.

Membuka kembali lembaran sejarah, momen idul adha mengingatkan kita mengenai kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, yang merupakan sebuah kejadian penting yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, serta menguji rasa kesetiaan. Kisah tersebut secara lengkap telah Allah Ta’ala rekam dalam surat As-Shaafat ayat 99-109.

Secara ringkas, dalam ayat tersebut Allah mengisahkan bagaimana Nabi Ibrahim yang awalnya belum punya anak, lalu beliau bermohon sehingga akhirnya Allah Ta'ala anugrahkan seorang putera bagi beliua yang dinamain dengan Ismail. Dikala telah semakin tumbuh dengan baik, Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail.

Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah...

Menilik kepada kisah tersebut, setidaknya ada empat hikmah utama yang bisa kita petik sebagai sebuah teladan yang perlu diterapkan dalam kehidupan.

pertama, kisah Nabi Ibrahim merupakan contoh nyata dari keimanan yang teguh. Disana tergambar dengan jelas sikap Nabi Ibrahim dan Ismail dalam memahami perintah dari Tuhannya. Keimanan datang dari sebuah keyakinan, dimana dalam hal ini Nabi Ibrahim meyakini bahwa perintah yang datang dari Tuhannya adalah sebuah kebenaran mutlak yang harus dipatuhi olehnya sebagai hambaNya. Demikian pula, keimanan merupakan kunci sukses terhadap segala hal, sekaligus menjadi sebab turunnya Rahmat Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana yang telah Allah Ta’ala nyatakan dalam QS 7. Al A'raaf: 96

وَلَوْ أَمنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوْاْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَـٰهُمْ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ 

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Dalam kitab Durra-tun Nasihin  (Mutiara Nasihat) yang ditulis oleh Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad asy-Syakir al-Khaubury, dijelaskan, "Bahwasannya peradaban umat manusia di dunia ini akan tegak, kuat nan abadi, manakala di dalamnya ditopang dengan 4 (empat) pilar, yang satu sama lainnya saling menguatkan, Yaitu: Ilmu para ulama, pemimpin yang adil, orang kaya yang pemurah, serta doa dari kaum dhuafa”.

Ulama merupakan pewaris para Nabi, melalui mereka umat tercerahkan dan terahkan ke jalan yang benar. Pekerjaan para ulama tentu saja akan semakin menuai kesuksesan yang besar dengan adanya dukungan kebijakan yang baik dari umara. Syekh Ahmad Musthafa al-Maragi di dalam tafsirnya yang sangat fenomenal, tafsir al-Maragi jilid 2, halaman 166-167 menjelaskan yang dimaksud dengan umara adalah para Pemimpin, Hakim, sekaligus penegak keamanan.

Kemudian, sikap cinta terhadap tanah air juga terlihat dengan jelas pada Nabi Ibrahim ketika beliau mendoakan agar negeri mekah yang merupakan tempat tinggalnya Istri dan anaknya Ismail, dijadikan sebagai negeri yang aman serta berlimpah rezki, dan penduduknya menjadi insan yang beriman. Mencintai tanah air merupakan bagian dari iman, biarpun hadist tentang hal ini tergolong lemah, namun oleh para ulama mengganggap bahwa maknanya shahih, sebab jika mati karena membela jiwa, harta dan kehormatan juga digolongkan mati syahid.

Dalam tafsir Jalalain, Doa Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam Al-Baqarah ayat 126 dikabulkan Allah sehingga negeri Mekah dijadikan sebagai suatu negeri yang suci, darah manusia tidak boleh ditumpahkan, seorang pun tidak boleh dianiaya, tidak boleh pula diburu binatang buruannya dan dicabut rumputnya. Dan negeri tersebut juga berlimpah buah-buahan sebagaimana yang menjadi kenyataan sekarang, dimana berbagai macam buah-buahan diangkut dari negeri Syam melalui orang-orang yang hendak tawaf, sekalipun tanahnya merupakan suatu tempat yang tandus tanpa air dan tumbuh-tumbuhan, namun tidak kurang sedikitpun buah2an disana.

Ma’asyiral muslimin…

Kedua adalah sikap sabar. Lihatlah bagaimana sikap Siti Hajar yang patuh terhadap suami, dengan bersusah payah menjalani kehidupan di tempat yang tandus tersebut dengan penuh kesabaran. Dan  Lihatlah pula ketika Nabi Ibrahim akhirnya meyakini datangnya perintah Allah untuk menyembelih anaknya, bisakah kita bayangkan apa yang berkecamuk didalam hatinya, bisakah kita bayangkan bagaimana perasaannya? saya pribadi tidak bisa membayangkannya karena bagi seorang hamba biasa itu terlalu berat. Lalu coba kita lihat apa yang diucapkan Ismail ketika ayahnya menyampaikan perintah tersebut “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Beranjak dari jawaban Nabi Ismail, ada sebuah teladan penting yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu membiasakan ucapan insyaAllah jika hendak melakukan sesuatu, kita gantungkan semuanya hanya pada Allah semata. Dalam Al-Quran terdapat tiga kisah yang membahas mengenai pengucapan insyaAllah ini, diantaranya seperti dalam kisah Ibrahim dan Ismail, lalu kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir dan Kisah Rasulullah ketika ditegur oleh Allah karena terlupa mengucapkan insyaAllah.

Berkaca pada sikap orang-orang terpilih ini, sungguh tidak seberapa jika dibandingkan dengan kita yang hanya terpisah raga sejenak dengan orang tua dalam rangka mengikuti pendidikan bintara. Bagaimana hendak membela Negara, jika jiwa tidak sekeras baja.

Dalam kitab Ta’lim Muta’alim, Syaikh Az-zarnuji mengutip sebuah syair mengenai syarat dalam menuntut ilmu:

لاَّ  لاَ  تَناَلُ  اْلعِلْمَ   إِلاَّ  بِسِتَّةٍ      سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذَكاَءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِباَرٍ وَبُلْغَةٍ      وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

"Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan,  kemauan (rakus akan ilmu),  sabar,  biaya (pengorbanan materi/ waktu), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama."

Dalam menuntut ilmu dibutuhkan al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya. Sebagaimana pepatah arab mengatakan : "Man jadda wajada" "Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil".

Ma’asyiral muslimin…

Ketiga adalah keiklasan, bercermin dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail untuk sekedar mengambil pelajaran bahwa ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih anaknya dan setelah melalui pergolakan batin yang luar biasa akhirnya beliau memantapkan hati untuk melaksanakan perintah tersebut dengan ikhlas yang dalam hal ini beliau menyadari bahwa Allah yang telah memberinya anugerah keturunan yang sangat didambakannya dan Allah pula yang akan mengambilnya kembali.

Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah dengan hati yang tulus dan merelakan putra tercintanya diminta kembali oleh Sang Penciptanya karena beliau percaya bahwa “Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’uun”-Sesungguhnya segala sesuatu adalah milik Allah dan kepadaNyalah semuanya akan kembali. Harta, kekuasaan, jabatan, hidup dan mati, keturunan dan segala anugerah kenikmatan yang kita rasakan, pada hakikatnya adalah milik Allah dan setiap saat atau kapanpun Allah menghendaki maka Dia berhak untuk mengambilnya kembali.

Ma’asyiral muslimin…

Keempat adalah Solidaritas Sosial, Ditengah kondisi masyarakat kita sekarang ini yang sangat terpengaruh oleh budaya liberal yang menimbulkan hasrat konsumerisme dan hedonisme jika kita mau untuk membuka mata kita, maka akan terlihat ketimpangan yang ada di masyarakat, kita akan melihat betapa lebar kesenjangan antara kalangan yang mampu dengan yang tidak mampu. Bagi yang mampu hendaknya melakukan qurban, dan pelaksanaan qurban ini setiap tahun hukumnya disunnahkan, sehingga jangan menimbulkan pemahaman jika sudah pernah maka tidak perlu melaksanakannya lagi tahun depan. Binatang qurban pun adalah binatang2 pilihan yang sehat dan tidak cacat, itu artinya bahwa kita harus mempersembahkan apa yang terbaik dari yang kita miliki kepada Allah Ta’ala.

Tidak mudah memang untuk begitu saja memberikan apa yang sudah kita perjuangkan dengan susah payah lantas begitu saja kita korbankan demi orang lain, namun bila kita ingat kembali di bulan ini ribuan tahun yang lalu seorang ayah rela mengorbankan anaknya demi perintah Tuhannya, sungguh apa yang kita korbankan kali ini tidak ada sedikitpun bandingannya dengan keikhlasan berkorbannya Nabi Ibrahim dan Ismail. Pelaksanaan ibadah qurban maka secara tidak langsung kita telah melakukan sebuah sikap bela negara, karena ketika hilangnya jurang pemisah antara si kaya dan miskin maka akan terbentuklah suasana yang nyaman dan tentram.

Belajar dari Berkurban

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, Islam senantiasa mengajarkan toleransi satu sama lain, tolong menolong, Islam tidak membedakan tingkatan manusia melalui kasta, melainkan orang-orang yang bertaqwa  memiliki kedudukan tinggi dihadapan Tuhannya. Selain dari itu, islam mengatur norma-norma kehidupan dengan sedemikian sempurna, menyeluruh dan dapat diterima kebenarannya oleh penganut agama lain dan selalu relevan dengan perkembangan zaman. Diantara anjuran-anjuran dalam islam yang bersifat kemanusiaan adalah beribadah (menyembelih) kurban.

Qurban (kurban) yang menurut bahasa Arab bermakna dekat, sedangkan  menurut syara’ yaitu pemotongan hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, dan domba pada hari raya Idul Adha  dan tiga hari tasyrik (11,12, dan 13 dzulhijjah) dengan tujuan mendekatakan diri kepada Allah Swt. Adapun daging hewan tersebut diperintahkan dalam syariat untuk dibagikan kepada fakir miskin yang berada di sekitar tempat qurban tersebut disembelih. Untuk hukum berkurban, mayoritas ulama berpendapat bahwa sunnat muakkad, yaitu sunnat dikuatkan, ini berdasarkan  firman Allah yang artinya : ”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah),”(QS Al-Kautsar[108]: 2). Dalil lainnnya tentang kurban juga terdapat dalam Surat Al-Haj Ayat 34 yang artinya; “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang yang tunduk patuh (kepada Allah.’’

Hewan yang boleh dijadikan kurban adalah domba jadza’ (berusia 1-2 tahun), kambingtsaniy (berusia 2-3 tahun), unta tsaniy(berusia 5-6 tahun), dan seekor sapi tsaniy(berusia 2-3 tahun). Dalam pelaksanaannya, seekor unta (jantan atau betina) boleh untuk tujuh orang, seekor sapi boleh untuk tujuh orang, dan seekor kambing hanya untuk ssatu orang. Untuk waktu penyembelihannya dimulai setelah shalat Idul Adha hingga matahari terbenam pada hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah) (Mustafa Dhib Al-Bugha:2012).Selain beberapa syarat tersebut, kualitas hewan kurban juga wajib diperhatikan, harus sehat, tidak memiliki kecacatan fisik dan cukup umur. Dengan cukup syarat, maka sempurnalah ibadah kurban seseorang.

Jika direnungkan, setiap perintah dalam Islam memiliki hikmah, kadang hanya saja manusia belum mampu memetik hikmah tersebut. Begitu pula dengan berkurban, terdapat hikmah hikmah yang menjadi pelajaran (lesson learn) dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ibadah kurban yang menurut beberapa ulama ahli sejarah telah diperintahkan kepada Nabi-Nabi lain sebelum Nabi Muhammad Saw, merupakan wujud ujian kesetiaan seseorang hamba kepada penciptanya Allah Swt. Ibadah kurban menduduki tempat yang sangat penting bagi  seorang muslim karena menguji tingkat keikhlasan dan kesetiaan seseorang dalam beramal kepada Allah dengan mengeluarkan biaya yang begitu banyak untuk membeli hewan kurban pilihan, lalu daging kurban tersebut hanya dibagi-bagikan “secara percuma”untuk fakir miskin, serta tidak ada timbal balik antara orang yang berkurban dengan penerima kurban, inilah ujian seseorang dalam beramal shaleh.

Kisah kesetiaan dalam berkurban diterangkan Allah dalam Al-Qur’an surat As-Shafat ayat 102-107, ketika Nabi Ibrahim  dikaruniai anak laki-laki bernama Ismail, Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih buah hatinya, Ismail. Mendengar penurutan sang Ayah, tanpa berfikir panjang Ismail langsung menerima dengan lapang hati, mengingat ini perintah dari  Allah. Mungkin inilah salah satu contoh ujian terberat bagi seorang manusia dalam mematuhi perintah Allah, jangankan harta, semua yang dimilikinya harus dikorbankan jika perintah itu datang dari Allah. Nabi Ibrahim memperoleh predikat khalilullah (kekasih Allah) karena mampu mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya, yaitu anak tercinta Ismail demi mendekatkan dirinya kepada Allah Swt.

Pengorbanan Nabi Ibrahim sepatutnya memotivasi kita untuk berkurban sebesar apapun kemampuan kita, sebagaimana pengorbanan seseorang untuk memperoleh suatu hajat yang bersifat duniawi seperti harta, jabatan dan lainnya. Untuk mendapatkan itu semua, dia akan berusaha sekeras mungkin agar kehendaknya tercapai. Semestinya, kurban setiap tahun terus meningkat sebanyak mungkin, ada banyak  cara  dapat kita lakukan untuk mencapai maksud itu, baik menabung, mencicil , menghemat, dan cara-cara lainnya.

Kedua, hikmah dari ibadah  kurban lainnya adalah ibadah yang kita lakukan sehari-hari menjadi lebih berkualitas, sama halnya dengan kualitas hewan kurban yang akan disembelih, jika hewan tersebut memiliki kecacatan, maka kurban tidak sah, seperti itulah semestinya ibadah-ibadah lain dipraktikkan. Menyoal tentang kualitas, banyak diantara kita yang lalai dalam memperhatikan kualitas ibadah, atau bahkan sama sekali tidak mengutamakannya (kualitas).

Contoh sederhana, ketika seseorang yang akan melaksanakan ibadah shalat fardhu, banyak orang yang ”berpura-pura” dalam shalatnya, dengan mengabaikan syarat-syarat, rukun, sah, batal dan ketentuan-ketentuan lain yang dianjurkan syara.  Hal kecil yang sering diabaikan adalah bersuci, padahal bersuci menentukan sah atau tidaknya shalat, belajar tentang bersuci dari hadast besar dan hadast kecil (wudhu) adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu, peran ilmu pengetahuan sangat menentukan kualitas sebuah ibadah (amal) , sebagaimana yang disampaikan oleh Sahabat Rasulullah Saw,  Mu’az Bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu ;“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15).  

Tidak hanya shalat, ibadah-ibadah sunat lainnya yang dianjurkan dalam agama juga semestinya dikerjakan dengan ilmu yang cukup, tidak berlaku riya, tidak ujub, dan suka sembunyi-sembunyi dalam beramal sunat. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak orang-orang yang beramal, namun sebagian amalnya dibiarkan hangus akibat caranya yang tidak seusai dalam agama. Pemanfaatan media sosial, internet dan alat komuikasi secara berlebihan saat seseorang berbuat amal kebajikan, terkadang secara tidak langsung telah menghapus pahala yang Allah janjikan untuknya.

Maka dari itu, ibadah kurban yang sebentar lagi dilaksanakan oleh umat islam diberbagai penjuru dunia, kiranya dapat menjadi media pembelajaran bahwa kecintaan kita kepada Allah harus dibuktikan dengan kerelaan mempersembahkan apapun yang kita miliki untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik jiwa, harta dan tenaga. Dalam hal beribadah, tidak hanya mengutamakan kuantitas tetapi juga memperhatikan kualitas, karena ibadah yang dilakukan tanpa kualitas akan tidak mendapatkan hasil apa-apa, apalagi ibadah tersebut dibungkus dengan sifat riya, ujub dan takabbur. (Irfan. Sdq)

Tulisan dikutip dari www.mediaaceh.co

Lelaki dan Mubtada

Oleh: Saiful Hadi

Bagi santri atau mahasiswa yang mendalami bahasa arab pasti tidak akan asing lagi dengan dua istilah ini, yakni mubtada dan khabar. Menurut kitab Mutammimah pengertian mubtada adalah "Isim yang berbaris dhammah serta tidak dimasuki oleh amil yang menyebabkan perubahan baris menjadi fatah atau kasrah", sedangkan kabar merupakan "isim yang disandarkan pada mubtada".

Contoh sederhana dari mubtada dan khabar seperti lafaz takbiratul ihram dalam shalat yaitu lafaz Allahu Akbar الله اكبر , kata-kata "Allah" berperan sebagai mubtada sedangkan kata-kata "Akbar" sebagai khabarnya, i'rab kalimat tersebut Allah sebagai mubtada, hukum bacaan mubtada marfu', tanda rafa' adalah dhammah, Akbar sebagai khabar, hukum bacaan khabar marfu', tanda rafa' adalah dhammah.

Masih dalam kitab yang sama, disana juga disebutkan bahwa boleh saja mubtada mempunyai beberapa khabar, sedangkan khabar tidak dibenarkan mempunyai banyak mubtada. Analogi sederhananya seperti seorang lelaki boleh saja mepunyai beberapa istri, sementara istri tidak boleh mempunyai beberapa suami sekaligus.

Istri sama halnya dengan khabar, karena ia disandarkan pada suami sebagaimana disandarkannya khabar pada mubtada. Namun, dalam tulisan ini bukan bertujuan mengajak lelaki untuk memperbanyak istri, akan tetapi hanya sekedar hendak memperjelas peran mubtada yang bisa menggandeng banyak khabar.

Selain itu, Mubtada dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mubtada Muzmar (مضمر) dan mubtada dhahir (ظاهر) . Mubtada muzmar terdiri isim dhamir seperti هو هما هم انا نحن dan lainnya.

Apakah Maturidiyah dan Asyariyah Termasuk Ahlusunnah wal Jamaah?

Oleh: Fauzan Inzaghi

Wahai Sejarah!! katakan kepadaku!! apakah maturidiyah dan asyariyah termasuk ahlusunnah wal jamaah? Mazhab ahlusunnah wal jamaah disebut sebagai mazhab mayoritas, begitu banyak klaim dari beberapa kelompok islam, sebenarnya mudah sekali menjawab, bawalah itu ke standar 2 abad lalu.

2 abad lalu Pesantren di tanah jawi dan malawi (indonesia, malaysia, thailand) kitab aqidah yang diajarkan apa? Dan dari mazhab apa? Mufti besar yang disepakati bersama seperti syeikh abdurrauf as-sinkili apa aqidahnya?.

2 abad lalu madrasah besar di kerajaan moghul apa? Madrasah dengan kurikulum madrasah nizamiyah. Mujadid Sahrandi atau syah waliyullah yang menjadi rujukan hampir semua madrasah di anak benua india, mengajarkan aqidah apa? Untuk mengetahui, harus tau buku apa yang diajari disana ketika itu?.

Di afrika barat emperator sudan raya berpusat di mali, mempunyai madrasah dan perpustakaan besar, 2 abad lalu kuttab disana mengajarkan aqidah apa? Bisa terjawab dari buku aqidah yang diajarkam dalam kurikulumnya.

Di syam, madrasah yang menjadi rujukan adalah darul hadis al-asyrafiyah, 2 abad lalu aqidahnya apa? Bisa dilihat dari buku aqidah yang diajarkan didalamnya.

Di mesir, madrasah terbesar adalah al azhar, masa itu hampir semua madrasah dan ruwaq dimesir berkiblat kesitu, 2 abad lalu aqidahnya apa? Bisa dilihat buku aqidah yang diajarkan
Di magrib araby(tunis, jazair, maroko, mauritania) madrasah terbesar fez, syinqit, dan zaitunia, hampir semua madrasah, mahzarah, dan kuttab berkiblat kesitu, aqidahnya pake mazhab apa? Buku yang diajarkan apa?.

Turki usmany? 2 abad lalu, Mazhab resmi kekhalifahan apa? Mufti agung dan syaikhul islam siapa? aqidah mereka apa? Buku yang mereka ajarkan dihampir semua kutab apa? Bisa dilihat sejarahnya.

Tanah Hijaz? Mufti di hijaz 2 abad lalu siapa? Aqidah mereka apa? Buku yang diajarkan apa? Bisa dibaca sejarahnya.

Dinegara belakang sungai, bukhara, tashkent dan sekitarnya, 2 abad lalu madrasah imam bukhari yang menjadi standar kurikilum mayoritas daerah itu aqidah apa? Kitab apa yang di ajarkan? Bisa dibaca sejarahnya.

Saya rasa semuanya sudah tau jawabannya, benar!!! Jawabannya kalau semua madrasah tadi adalah asyairah, fudhala hanabilah dan maturidiyah, dan sejarah ini tercatat secara mutawatir. Bahkan pimpinan madrasah yang disebutkan tadi adalah pensyarah buku-buku mu'tamad dalam mazhab asyairah dan maturidiyah.

Buku yang diajarkan? Sama, maturidiyah, asyairah, dan fudhala hanabilah. Mulai dari iqtisad fil itiqad ghazaly, arbain ar-razy, matan sanusiyah dari hafid sampai jad, matan jauharah tauhid, matan kharidah, almaqasid, al mawaqif, aqidah nasafiyah, dll buku inilah yang mewarnai madrasah besar yang menjadi mayoritas diseluruh dunia tadi.

Bandingkan dengan madrasah non asyairah-maturidiyah 2 abad lalu? Sangat sedikit yang menjadi kurikulum zaman itu. Maka pada zaman itu jika ada yang menyebut ahlussunnah wal jamaah kita bisa tau siapakah yang dimaksud.

Sejarah ini memberikan kita dua pilihan, pertama mengatakan bahwa asyairah dan maturidiyah ahlusunnah, karena mereka mayoritas. Atau yang kedua, menganggap asyariyah dan maturidiyah bukan ahlussunnah wal jamaah, maka yang terjadi adalah mayoritas muslimin bukan ahlussunnah wal jamaah, jadi dakwa mayoritas ahlussunnah wal jamaah yang selama ini didengungkan adalah batil.

Kenapa kita pilih 2 abad lalu? karena dari abad 7 sampai dengan 2 abad lalu ahlusunnah wal jamaah jelas ketahuan siapa, sementara kelompok dan organisasi yang mengatakan bahwa mereka adalah ahlusunnah wal jamaah belum banyak muncul, bahkan belum muncul samakali. Jadi tidak mungkin kita mengatakan bahwa dari abad 7 hijriyah sampai 2 abad lalu, mayoritas muslim sesat, karena mayoritas mereka asyariyah-maturidiyah.

Sebenernya yang seperti ini tidak perlu ditulis, bahkan untuk 20 tahun lalu, karena syeikh google belum menyerang, tapi saat ini sepertinya sudah menjadi kebutuhan untuk dijelaskan, lebih tepatnya penegasan, soalnya santri lebih senang bertanya pesantren internet, dan syeikh google kebanyakan memang menguasai dengan dana berlimpah dari minyak mentah, maka dari itu jika bertanya pada syeikh google yang pertama muncul adalah penjelasan kalau asyari-maturidi bukan ahlusunnah wal jamaah, itu sama saja mengeluarkan mayoritas umat islam abad 7-12 dari ahlusunnah wal jamaah, kalau sudah begitu ahlusunnah wal jamaah bukan lagi mayoritas sebagaimana didengungkan selama ini, maka dari itu sudah saatnya hal seperti ini dijelaskan, karena sejarah mengatakan jika ada mazhab yang disebut ahlussunnah wal jamaah dalam kitab turast setelah abad ke 3 maka yang dimaksud adalah asyariyah dan maturidiyah dan fudhala hanabilah.

Lalu bagaimana dengan organisasi dan kelompok yang muncul belakangan dimana mereka menisbahkah diri kepada ahlussunnah wal jamaah, seperti NU, HT, IM, Muhammadiyah, Jamaah tabligh, Salafy, dll ? Bisakah disebut ahlussunnah wal jamaah? Atau bagaimana pula dengan sebagian orang yang mengaku ahlusunnah wal jamaah, tapi tidak menisbatkan diri pada asyairah, maturidiyah atau fudhala hanabilah? Lalu bagaimana orang-orang sebelum imam ahmad, imam abu hasan asyary, dan abu mansur maturidi? Lalu bagaimana jika ada orang yang menisbatkan diri pada asyariyah, maturidiyah, dan fudhala hanabilah, apakah semuanya bisa auto-ahlusunnah? Ini semua akan dijelaskan lain kali saudaraku, apakah termonitor?

Ini Jadwal Pengajian Ulama Besar Aceh

Bagi warga Banda Aceh dan Aceh Besar sekitarnya, khususnya yang ingin mengikuti pengajian langsung dengan tokoh ulama besar Aceh, , berikut jadwalnya :

1. ABU MUDI di Masjid Raya Baiturrahman 
Menurut info yang dirilis akun facebook resmi TASTAFI Aceh,  Abu Mudi akan mengisi pengajian rutin di Masjid Raya Baiturrahman pada Jumat 2 September 2016 malam ( malam Sabtu). Pengajian Tasawuf, Tauhid, dan Fiqih ini dimulai setelah shalat isya berjamaah ( Pukul 20.30 wib) hingga selesai.

2. ABU ULEE TITI di Masjid Lamsayuen Aceh Besar
Forum Alumni Dayah Ulee Titi melalui sekretarisnya Tgk Mukhlis Abdullah (Abuna)  menginformasikan lewat pesan WhatApps kepada  catatanfiqih.com bahwa pengajian rutin Abu Ulee Titi (Abu H.  Atthaillah Ishak Al-Amiry)  akan di langsungkan pada Sabtu 3 September 2016. Pengajian Tauhid, Fiqih, dan Taswwuf yang diselenggarakan oleh Forum Alumni Dayah Ulee Titi tersebut juga terbuka umum. Adapun tempatnya di Balai Pengajian yang berlokasi dalam komplek Masjid Lamsayuen, Kecamatan Ingin Jaya,  Kabupaten Aceh Besar.

Mari ajak Keluarga, Sahabat dan saudara kita untuk menunaikan kewajiban menuntut Ilmu Agama selagi masih ada umur dan Ulama yang senantiasi membimbing kita.

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

(Irfan.SDQ)