Islam adalah agama rahmatan lil alamin, Islam senantiasa mengajarkan toleransi satu sama lain, tolong menolong, Islam tidak membedakan tingkatan manusia melalui kasta, melainkan orang-orang yang bertaqwa memiliki kedudukan tinggi dihadapan Tuhannya. Selain dari itu, islam mengatur norma-norma kehidupan dengan sedemikian sempurna, menyeluruh dan dapat diterima kebenarannya oleh penganut agama lain dan selalu relevan dengan perkembangan zaman. Diantara anjuran-anjuran dalam islam yang bersifat kemanusiaan adalah beribadah (menyembelih) kurban.
Qurban (kurban) yang menurut bahasa Arab bermakna dekat, sedangkan menurut syara’ yaitu pemotongan hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, dan domba pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik (11,12, dan 13 dzulhijjah) dengan tujuan mendekatakan diri kepada Allah Swt. Adapun daging hewan tersebut diperintahkan dalam syariat untuk dibagikan kepada fakir miskin yang berada di sekitar tempat qurban tersebut disembelih. Untuk hukum berkurban, mayoritas ulama berpendapat bahwa sunnat muakkad, yaitu sunnat dikuatkan, ini berdasarkan firman Allah yang artinya : ”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah),”(QS Al-Kautsar[108]: 2). Dalil lainnnya tentang kurban juga terdapat dalam Surat Al-Haj Ayat 34 yang artinya; “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang yang tunduk patuh (kepada Allah.’’
Hewan yang boleh dijadikan kurban adalah domba jadza’ (berusia 1-2 tahun), kambingtsaniy (berusia 2-3 tahun), unta tsaniy(berusia 5-6 tahun), dan seekor sapi tsaniy(berusia 2-3 tahun). Dalam pelaksanaannya, seekor unta (jantan atau betina) boleh untuk tujuh orang, seekor sapi boleh untuk tujuh orang, dan seekor kambing hanya untuk ssatu orang. Untuk waktu penyembelihannya dimulai setelah shalat Idul Adha hingga matahari terbenam pada hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah) (Mustafa Dhib Al-Bugha:2012).Selain beberapa syarat tersebut, kualitas hewan kurban juga wajib diperhatikan, harus sehat, tidak memiliki kecacatan fisik dan cukup umur. Dengan cukup syarat, maka sempurnalah ibadah kurban seseorang.
Jika direnungkan, setiap perintah dalam Islam memiliki hikmah, kadang hanya saja manusia belum mampu memetik hikmah tersebut. Begitu pula dengan berkurban, terdapat hikmah hikmah yang menjadi pelajaran (lesson learn) dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ibadah kurban yang menurut beberapa ulama ahli sejarah telah diperintahkan kepada Nabi-Nabi lain sebelum Nabi Muhammad Saw, merupakan wujud ujian kesetiaan seseorang hamba kepada penciptanya Allah Swt. Ibadah kurban menduduki tempat yang sangat penting bagi seorang muslim karena menguji tingkat keikhlasan dan kesetiaan seseorang dalam beramal kepada Allah dengan mengeluarkan biaya yang begitu banyak untuk membeli hewan kurban pilihan, lalu daging kurban tersebut hanya dibagi-bagikan “secara percuma”untuk fakir miskin, serta tidak ada timbal balik antara orang yang berkurban dengan penerima kurban, inilah ujian seseorang dalam beramal shaleh.
Kisah kesetiaan dalam berkurban diterangkan Allah dalam Al-Qur’an surat As-Shafat ayat 102-107, ketika Nabi Ibrahim dikaruniai anak laki-laki bernama Ismail, Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih buah hatinya, Ismail. Mendengar penurutan sang Ayah, tanpa berfikir panjang Ismail langsung menerima dengan lapang hati, mengingat ini perintah dari Allah. Mungkin inilah salah satu contoh ujian terberat bagi seorang manusia dalam mematuhi perintah Allah, jangankan harta, semua yang dimilikinya harus dikorbankan jika perintah itu datang dari Allah. Nabi Ibrahim memperoleh predikat khalilullah (kekasih Allah) karena mampu mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya, yaitu anak tercinta Ismail demi mendekatkan dirinya kepada Allah Swt.
Pengorbanan Nabi Ibrahim sepatutnya memotivasi kita untuk berkurban sebesar apapun kemampuan kita, sebagaimana pengorbanan seseorang untuk memperoleh suatu hajat yang bersifat duniawi seperti harta, jabatan dan lainnya. Untuk mendapatkan itu semua, dia akan berusaha sekeras mungkin agar kehendaknya tercapai. Semestinya, kurban setiap tahun terus meningkat sebanyak mungkin, ada banyak cara dapat kita lakukan untuk mencapai maksud itu, baik menabung, mencicil , menghemat, dan cara-cara lainnya.
Kedua, hikmah dari ibadah kurban lainnya adalah ibadah yang kita lakukan sehari-hari menjadi lebih berkualitas, sama halnya dengan kualitas hewan kurban yang akan disembelih, jika hewan tersebut memiliki kecacatan, maka kurban tidak sah, seperti itulah semestinya ibadah-ibadah lain dipraktikkan. Menyoal tentang kualitas, banyak diantara kita yang lalai dalam memperhatikan kualitas ibadah, atau bahkan sama sekali tidak mengutamakannya (kualitas).
Contoh sederhana, ketika seseorang yang akan melaksanakan ibadah shalat fardhu, banyak orang yang ”berpura-pura” dalam shalatnya, dengan mengabaikan syarat-syarat, rukun, sah, batal dan ketentuan-ketentuan lain yang dianjurkan syara. Hal kecil yang sering diabaikan adalah bersuci, padahal bersuci menentukan sah atau tidaknya shalat, belajar tentang bersuci dari hadast besar dan hadast kecil (wudhu) adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu, peran ilmu pengetahuan sangat menentukan kualitas sebuah ibadah (amal) , sebagaimana yang disampaikan oleh Sahabat Rasulullah Saw, Mu’az Bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu ;“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15).
Tidak hanya shalat, ibadah-ibadah sunat lainnya yang dianjurkan dalam agama juga semestinya dikerjakan dengan ilmu yang cukup, tidak berlaku riya, tidak ujub, dan suka sembunyi-sembunyi dalam beramal sunat. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak orang-orang yang beramal, namun sebagian amalnya dibiarkan hangus akibat caranya yang tidak seusai dalam agama. Pemanfaatan media sosial, internet dan alat komuikasi secara berlebihan saat seseorang berbuat amal kebajikan, terkadang secara tidak langsung telah menghapus pahala yang Allah janjikan untuknya.
Maka dari itu, ibadah kurban yang sebentar lagi dilaksanakan oleh umat islam diberbagai penjuru dunia, kiranya dapat menjadi media pembelajaran bahwa kecintaan kita kepada Allah harus dibuktikan dengan kerelaan mempersembahkan apapun yang kita miliki untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik jiwa, harta dan tenaga. Dalam hal beribadah, tidak hanya mengutamakan kuantitas tetapi juga memperhatikan kualitas, karena ibadah yang dilakukan tanpa kualitas akan tidak mendapatkan hasil apa-apa, apalagi ibadah tersebut dibungkus dengan sifat riya, ujub dan takabbur. (Irfan. Sdq)
Tulisan dikutip dari www.mediaaceh.co
COMMENTS