Mencintai Rasulullah Sebagai Wujud Kesempurnaan Iman

Dalam rangka memperingati maulid Nabi muhammad saw, Dayah Darul Ihsan Lambaed - Aceh Besar menyelenggarakan kegiatan Dakwah Islamiyah.

Pada kegiatan yang mengusung tema Meneladani Akhlaq Rasul dalam membina Masyarakat yang Madani, Abi H. M. Yacoeb Abdullah selaku pimpinan dayah dalam kata sambutannya menyampaikan, bahwa kegiatan dakwah ini selain untuk meningkatkan motivasi santri dalam mengikuti proses belajar mengajar di dayah, juga bertujuan untuk membangkitkan semangat dakwah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw.

Dakwah Islamiyah yang berlangsung pada sabtu malam, 28/01/2016 tersebut diisi dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Tgk. H. Jasnawi Ibrahim. Dalam pemaparannya, beliau menegaskan bahwa perayaan maulid begitu penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu wujud rasa cinta terhadap Baginda Rasul, karena belum sempurna iman sebelum Allah dan Rasulnya lebih dicintai dibandingkan apapun.

Selain itu, beliau juga mengajak untuk memperbanyak shalawat kapan pun dan dimana pun. Karena dengan demikian akan semakin memupuk rasa cinta terhadap Rasulullah, jika cinta telah tumbuh maka ibadah pun akan terasa nikmat dan ringan ketika dikerjakan. [HD]

Rasulullah Sebagai Seorang Pengajar


oleh: Muhammad Ikbal

Sejatinya rasulullah  adalah  pribadi yang ummy , tidak dapat membaca dan menulis. Ketika wahyu pertama diturunkan di gua hira, malaikat jibril datang seraya berkata “bacalah” baginda nabi  menjawab :”aku tidak bisa membaca “, mendengar jawaban nabi, malaikat jibril langsung memegang dan memeluk nabi dengan sangat erat dan melepaskan kembali, kemudian berkata lagi”bacalah” nabi tetap menjawab:”aku tidak bisa membaca“, malaikat jibril kembali memegang dan memeluk nabi dan kembali berkata “bacalah “, nabi tetap menjawab :”aku tidak bisa membaca “, malaikat jibril pun untuk yang ketiga kalinya  memeluk nabi dengan sangat erat dan melepaskan kembali dan berkata”bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang maha menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan tuhanmu lah yang maha pemurah (QS. AL-‘ALAQ 1-5)

Disinilah cikal bakal rasulullah  menjadi seorang  pengajar dan pendidik, dimana terjadinya proses ta’allum antara  malaikat Jibril dengan baginda nabi  Muhammad SAW. Didalam  menjalankan tugasnya  sebagai seorang rasul tentunya banyak permasalahan umat yang  harus diselesaikan dengan berbagai macam metode mengajar dan mendidik  ala rasulullah.

Alquran al-karim  sendiri telah menyatakan bahwa rasulullah adalah seorang pengajar, sebagaimana yang telah disebutkan dalam QS. AL-JUMU’AH 62:2 “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan ayat – ayat Nya kepada mereka, mensucikan mereka, mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (as-sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar – benar dalam kesesatan yang nyata “.

Kepiawaian nabi Muhammad  dalam menyelesaikan  berbagai masalah tidak diragukan lagi, lihatlah bagaimana cara nabi mendamaikan suku dijazirah Arab yang  ketika  itu  saling berebut agar bisa meletakkan batu hijir aswad. Nabi membuat sayembara  siapa yang lebih awal memasuki masjidil haram esok subuh dialah yang berhak  meletakkan  batu hijir aswad ketempatnya, maka tak satu suku pun yang mendahului  nabi. Nabi membentang sehelai kain yang diletakkannya  batu hijir aswad  tersebut, dengan setiap suku memegang setiap sisi kain. Maka setiap suku pun mendapatkan kesempatan untuk membawa  hijir aswad.

Ini adalah satunya cara baginda mendidik umat dalam menyelesaikan masalah. Syeh Abdul Fattah Abu Ghuddah di dalam kitabnya Ar-rasul Al-mu’allim Wa asaalibuhu fi at-ta’lim menyebutkan 40 sistem pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dan diberikan  oleh rasulullah.

Maka sepatutnya bagi untuk  mempelajari dan menerapkan metode mendidik yang telah diwariskan oleh nabi kepada para alim ulama. Jangan hanya ilmu yang sudah kita  miliki  sebatas untuk diri pribadi, tetapi  berbagilah dengan ilmu yang sudah kita miliki untuk  kepentingan  bersama.


Santai Dayah Darul Falah Ule Glee, Pijay


Tidak Mampu Membaca Al-Fatihah, Shalat Harus Bagaimana?

Membaca surat Al-Fatihah termasuk dalam katagori rukun shalat. Dalam pandangan Mazhab Syafie, surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat, termasuk basmalah di dalamnya.

Membaca fatihah terutama dalam shalat, diwajibkan untuk memelihara huruf, baris, dan tasydid. Sehingga jika digantikan huruf dengan huruf yang lain secara sengaja maka bacaan menjadi rusak, bahkan shalatnya pun menjadi batal. Namun demikian, jika terlajur lidah sehingga salah baca maka tidak menyebabkan batal shalat, akan tetapi wajib mengulangi bagian yang salah tadi.

Lantas, jika ada yang tidak mampu membaca Al-Fatihah, shalat harus bagaimana? Menjawab hal ini, berdasarkan uraian dari Syaikh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam Fath Al-Qarib ada beberapa perincian sebagai berikut.

Menurut beliau, orang yang tidak mampu membaca Al-Fatihah karena jauh dari ulama untuk belajar, atau baru masuk islam misalnya, sementara ayat-ayat yang lain mampu ia baca dengan baik, maka bacaan Al-Fatihahnya diganti dengan ayat-ayat yang lain yang sebanding dengan panjangnya surat Al-Fatihah.

Beliau menambahkan, jika seandainya ayat yang lain pun tidak mampu untuk dibaca, maka boleh diganti dengan berzikir, seperti membaca:

سبحن الله و الحمدلله ولااله الاالله والله اكبر ولاحول ولاقوة الابالله العلى العظيم

Terus jika berzikir pun juga tidak bisa, maka pada saat bacaan fatihah, ia cukup berdiam saja yang durasinya sekadar bacaan al-Fatihah.

Sebenarnya dalam hal membaca surat Al-Fatihah tidak mesti harus secara hafalan, boleh juga membaca dengan melihat pada mushaf. Sehingga jika belum terhafal dengan baik, baca saja langsung dengan melihat pada mushaf.

Referensi: Hasyiah Al-Bajuri ala Ibnu Qasim Al-Ghazi, Juz-1, hal. 150 

Riba Versus Sistem Syariah

Pada era keemasan Islam, diantara faktor yang membuat islam kuat adalah karena kokohnya perekonomian. Hal ini tidak terlepas dari sistem perekonomian itu sendiri. Sistem perekonomian dalam Islam sangat menjauhkan diri dari praktek ribawi, karena dalam prakteknya, riba lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya.

Dalam pemaparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim pada kegiatan Muzakarah Ulama yang berlangsung di gedung BPKB Lubuk 22 desember 2016, ada beberapa point penting kenapa kita harus menjauhkan diri dari riba dan kembali ke sistem syariah. Setidaknya ada lima hal yang menjadi perbedaan utama antara riba dengan sistem bagi hasil yang merupakan salah satu produk dari ekonomi syariah.

Sistem Riba dengan Produk berupa Bunga
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang "booming".

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh agama2 lain, terlebih lebih lagi islam

Sistem Syariah, Bagi Hasil
1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu aqad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.