Kunci Ilmu adalah Bertanya

Kunci Ilmu adalah Bertanya

Oleh: Saiful Hadi

Sering kita dengar pepatah mengatakan "Malu bertanya bakal sesat di jalan" dan pada akhirnya hanya jalan-jalan namun tidak pernah sampai pada tujuan. Ilmu tersimpan di dalam dada ahlinya, dan bertanya adalah kunci untuk membuka pintu ilmu pengetahuan. Dalam proses belajar mengajar bisa saja ada hal-hal yang mungkin lupa disampaikan oleh para pengajar, oleh karenanya perlu untuk bertanya agar ilmu ilmu yang mengendap di dada pengajar bisa mengucur keluar sebanyak-banyaknya. Sebuah kelas yang tidak ada tanya jawab akan menimbulkan kejenuhan, suasana kelas terasa monoton, dan pengajar pun juga tidak bersemangat untuk menyampaikan hal-hal baru. Yang lebih parah lagi, akan sulit bagi pengajar untuk mengetahui seberapa jauhkah pelajaran yang telah diajari diserap oleh peserta didik.

Dalam bertanya ada adab-adab yang perlu dipahami, jika bertanya hanya sekedar untuk menguji guru itu kurang beradab. Penting untuk diingat, tujuan dari bertanya adalah agar menjadi jelas sesuatu yang masih samar, sehingga mendapatkan petunjuk yang jelas. Namun demikian, terkadang ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan, tapi saat ditanyakan bukannya menjadi lebih jelas malah mendatangkan kepayahan. Hal seperti ini pernah terjadi pada masa Nabi Musa as dalam kisah penyembelihan Sapi betina untuk mengungkap sebuah kasus pembunuhan.

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan? ” (QS. Al-Baqarah: 67)

Pada ayat-ayat selanjutnya dikisahkan, mereka bertanya kepada Nabi Musa mengenai ciri-ciri dari sapi yang harus mereka sembelih. Walhasil, setiap kali bertanya kriteria menjadi semakin bertambah sehingga sapi tersebut semakin sulit untuk didapatkan. Singkat cerita, pada akhirnya sapi yang cari ketemu juga, namun mereka harus membayar mahal untuk bisa mendapatkannya. Andai saja mereka langsung menuruti perintah Nabi Musa tanpa terlalu banyak bertanya mungkin semuanya akan berjalan lebih mudah.

Dilain hal, dalam menjawab pertanyaan penting juga melihat siapa yang bertanya agar jawaban tepat sasaran dan memuaskan. Pada masa Rasulullah, pernah ada yang menanyakan kepada beliau tentang hilal (anak bulan) kenapa awalnya kecil lama kelamaan semakin membesar akhirnya kecil kembali. Baginda Nabi menjawab, yang demikian itu adalah sebagai penanda waktu bagi manusia, jika telah sangat besar itu artinya sudah malam yang ke-15, yang bertanya pun puas mendapat jawaban tersebut. Andai saja Rasulullah menjawab dengan istilah ilmu falaq tentunya si penanya pasti bingung sendiri dalam memahami jawaban yang diberikan oleh Rasulullah.

Pelajaran penting bagi kita, perhatikan dulu siapa saja pendengar agar apa yang disampaikan bisa diserap dengan mudah. Jangan karena pertahankan gengsi lantaran bertitel tinggi, sehingga saat berbicara atau mengisi ceramah untuk masyarakat umum malah menggunakan istilah-istilah yang rumit. Akhirnya, para pendengar menjadi mengantuk gara-gara tidak paham mengenai topik yang sedang dibicarakan. Lain ceritanya jika sedang mengisi seminar ilmiyah, para pendengar bisa dipastikan adalah orang2 yang selalu bergelut dengan topik yang dibicarakan, sehingga ya memang cocok. Sebuah pepatah mengatakan "tempatkan sesuatu pada tempatnya masing-masing". Ada satu hal lagi yang unik, saat ada acara resepsi pernikahan, masing-masing mempelai membubuhkan gelar akademis pada namanya, padahal ini bukan sebuah acara seminar ilmiyah sehingga rasanya kurang tepat untuk digunakan.

Demikian juga dengan penggunaan istilah fiqih dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya masyarakat indonesia memberi istilah "menyamak" untuk mensucikan najis berat yang berasal dari anjing dan babi. Padahal kalau dikembalikan ke dasarnya masing-masing, dalam literatur kitab-kitab klasik istilah samak dipakai untuk mensucikan kulit bangkai yakni dengan menghilangkan seluruh lendir yang lengket pada kulit tersebut sehingga tidak akan membusuk lagi. Sementara mensucikan najis berat dari anjing dan babi dengan cara menyiram air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya adalah dengan air yang bercampur tanah. Bisa dibayangkan lantaran salah penempatan istilah akhirnya menjadi salah kaprah, kulit bangkai akan semakin membusuk karena dicuci dengan air.

Wallahu a'lam

Ibnu Hajar al-Asqalani, Potret Suami yang Melejitkan Prestasi Istri



Oleh: Saiful hadi

Ulama-ulama tempoe dulu biarpun tidak bergelar Doktor atau Professor, ditengah keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, mereka kaya akan karya yang sampai hari ini masih dapat kita baca, berkahnya ilmu mereka merupakan buah dari keiklasan dalam menghidupkan agama. Keseharian mereka tidak lepas dari aktivitas belajar mengajar maupun menyusun karya.

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani salah satu contohnya, karya tulis beliau mencapai seratus lima puluh buah dalam berbagai cabang ilmu. Diantara karyanya yang sangat fenomenal adalah Fathul Bari fi syarhi Sahihil Bukhari, kitab ini benar-benar luar biasa, baik isi maupun ketebalan jilidnya. Penulisan kitab tersebut berlangsung selama 25 tahun, dimulai dari awal tahun 817 H dan selesai pada tahun 842 H. Setelah usai dari penulisannya, beliau membuat acara walimah atau syukuran yang dihadiri oleh kaum muslim terkemuka dengan memakan biaya 500 Dinar pada masa itu.

Selain sukses di bidang akademis beliau juga seorang Nahkoda handal yang membawa bahtera rumah tangganya menuju ke pulau penuh bahagia. Beliau beristrikan seorang cendikia shalihah yang juga pakar dalam bidang Hadist, Uns (Anas) binti Abdul Karim namanya . Wanita yang lahir tahun 780 H ini memang bukanlah orang yang terkenal, namun ia hidup mendampingi orang terkenal.

Pernikahan Ibnu Hajar bersama istrinya dilangsungkan pada bulan sya'ban tahun 798 H. Saat itu usia Ibnu Hajar 25 tahun, sementra istrinya 18 tahun. Pernikahan ini membawa berkah yang luar biasa, rupanya Uns adalah wanita yang sangat menyukai pengetahuan dan beruntungnya beliau mendapatkan suami yang berilmu dan berwawasan luas. Dengan penuh kesabaran dan ketelitian Ibnu Hajar mengajarkan ilmu hadis kepada sang istri. Sampai pada akhirnya ia menjadi wanita ahli hadis, dan namanya pun mulai melambung dan dikenal masyarakat luas. Meski demikian, beliau tetap tidak lupa terhadap status dirinya sebagai seorang istri, dimana ia melayani suaminya sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang membuat suasana selalu penuh dengan cinta. Ibnu hajar menjadikan rumah tangga sebagai sarana untuk menerpa jiwa, selain meningkatkan kualitas diri, juga berhasil melejitkan potensi istrinya.

Berkaca pada rumah tangga Ibnu Hajar, pernikahan itu bisa menjadi sarana untuk meraih bahagia dan melejitkan potensi diri. Pernikahan bukanlah penjara yang mengukung dan menghambat perkembangan karier. Demikian juga, meencintai bukan berarti mengekang dan mematikan potensi, melainkan untuk semakin mengispirasi. Budak menjadi raja, yang lemah menjadi kuat itu semua dari cinta.

Sehingga pesan moralnya adalah, menikahlah. Ibarat dua kaki, baru bisa melangkah karena ada kanan dan kiri, meniti jalan menggapai sakinah mawaddah dan rahmah.

>_<

Sumber biografi Imam Ibnu Hajar: Syarah Bulugul Maram, Prof Dr. Abd Rasyid Salim


  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi

Imam Nawawi, Tidak Menikah Namun Punya Ratusan Karya


Oleh: Saiful hadi

Imam An-Nawawi adalah seorang ulama besar dengan karya tulis yang luar biasa besar. Nama lengkap beliau Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, dan dilahirkan pada tahun 630 H / 1233 M di tanah Nawa, sebuah negeri di sebelah selatan Damaskus - Syria. Diantara karya-karyanya yang luar biasa itu, salah satunya adalah kitab Al-Majmuk, kitab ini merupakan syarahan (uraian) dari kitab Al-Muhazab yang tebalnya hanya 140 halaman, namun di tangan Sang imam, kitab yang awalnya cuma 140 hal berubah menjadi sembilan jilid tebal, dan itu pun belum tuntas semua beliau selesaikan karena ajal mendatanginya.

Kitab Al-Majmuk ini memang sesuai dengan namanya, majmuk (kumpulan), karena didalamnya tidak hanya membahas masalah fiqih dari sudut pandang mazhab syafie saja, tapi juga beliau komparasikan dengan mazhab-mazhab yang lain. Selain itu, beliau juga menguraikan dalil2 berupa ayat quran dan hadist dari setiap masalah, uraian terhadap dalil mulai dari mufradatnya, tafsirnya, riwayat2 yang berkenaan dll. Sehingga bisa dikatakan kitab tsb telah menjadi sebagai sebuah ensiklopedia mengenai fiqih islam.

Biarpun sudah berlalu 700 tahun  sejak beliau meninggal dunia, karya beliau masih tetap relevan dengan situasi hari ini, dan setiap ahli hukum fiqih islam mestilah membaca kitab tersebut. Selain itu, Imam Nawawi juga menulis berbagai macam karya di bidang ilmu hadits, tasawuf, dan tafsir, yang banyak dipelajari pada dayah atau pesantren di Indonesia. Jika dibuat sebuah perbandingan antara usia beliau dengan karya tulisnya, seolah-olah beliau telah menulis sejak umur 10 tahun karena saking banyaknya.

Sang Imam wafat di Nawa pada hari Selasa malam Rabu tanggal 24 Rajab 676 H / 21 Desember 1277 M dalam usia 46 tahun. Sepanjang hayat beliau, tidak ada satupun wanita yang ia nikahi, sebab, segenap cinta beliau telah tercurah kepada ilmu pengetahuan.

Pesan moralnya, jadilah jomblo berkualitas sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam An-Nawawi. Tidak perlu galau jika belum berpasangan, imam Nawawi lebih galau jika ilmu agama hilang, karenanya beliau curahkan segenap kemampuan dalam belajar dan mengarang dengan penuh keiklasan sehingga karyanya menjadi penerang bagi setiap generasi di masa depan. Allahumma.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi