Jangan Sia-Siakan Waktu

Jangan Sia-Siakan Waktu

Oleh: Saiful Hadi

Berada di rumah saja kadang kala terasa membosankan, hendak keluar rumah pun sedang tidak mengizinkan. Akhinya Di tengah situasi yang demikian, berselancar di dunia maya menjadi ajang menghilangkan kesuntukan.

Mengingat bulan ramadhan akan segera tiba, maka sudah sepatutnya mengencangkan ikat pinggang dalam beribadah, serta meninggalkan segala perkara yang tidak memberi manfaat bagi kehidupan akhirat maupun dunia. Seseorang dianggap telah baik keislamannya jika ia telah menjauhkan diri dari hal yang sia-sia. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan dalam sebuah hadist:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا

Dari Abi Hurairah, Rasulullah telah bersabda, sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. (HR. Tarmizi) Matan Arbain-12

Dari hadis ini, secara tidak langsung Rasulullah mengajak kita untuk berfikir dulu sebelum bertidak, bukan bertindak dulu baru berfikir kemudian. Sebab, sebuah tindakan tanpa perencanaan maka akan berakhir kepada kesia-siaan lantaran tidak adanya kejelasan tujuan dan maksud.

Beranjak dari sini, maka jelaslah kenapa setiap ibadah yang disyariatkan selalu dimulai dengan niat sebagai rukun pertamanya. Niat adalah bagian dari perencanaan, tanpa niat maka tidak sah ibadah, rusak niat dipertengahan maka rusak pula ibadah tersebut. Demikian juga dengan segala perbuatan yang lain, harus dimulai dengan niat yang bagus dan semata-mata karena Allah Ta'ala.

Dalam hadist tadi juga memberi pemahaman bagi kita agar setiap Muslim bersungguh-sungguh terhadap hal yang bermanfaat bagi mereka. Maka seseorang dianggap telah baik keislamannya jika meninggalkan pekerjaan yang tidak bermanfaat, baik itu berupa perbuatan maupun perkataan.

jika kita renungkan, pada dasarnya seluruh ajaran yang ada dalam islam mengajarkan kita agar hidup dalam keteraturan dan menjauhkan diri dari sikap sia-sia. Karenanya, tidak mengherankan ketika kita dapati kata-kata tertib dalam setiap rukun ibadah. jika kita hubungankan dengan hadist Nabi di atas tadi, nilai-nilai tertib yang ada pada ibadah, seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi kita agar hidup lebih teratur sehingga terbebas dari sikap yang sia-sia.

  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi

Harta Warisan untuk Anak Angkat


Oleh: Saiful Hadi

Short link bit.ly/hartawasiat

Dalam aturan pembagian harta warisan, kita mengenal istilah zawil furudh yaitu ahli waris yang menerima harta warisan dengan ukuran tertentu berdasarkan nash dari Al-Quran. Seseorang bisa menjadi ahli waris dengan sebab nasab, dan pernikahan. Sementara anak adopsi atau anak angkat, maka tidak terdapat bagian dalam ketentuan furudhul muqadarah, namun demikian jika ada di wasiatkan harta oleh orang tua angka yang nantinya akan diberikan kepada anak tersebut barulah ia bisa mendapat bagian, dan bagian yang ia dapatkan itu berupa harta atas nama wasiat.

Sebagai contoh, seorang istri meninggal dunia. Keluarga yang ia tinggalkan terdiri dari ibu, suami, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan serta seorang anak angkat. Ia meninggalkan harta warisan senilai Rp. 190.000.000,00. Ia mewasiatkan agar sebagian harta tersebut diberikan kepada anak angkat senilai Rp. 10.000.000,00.

Bagian masing-masing ahli waris ditentukan sebagai berikut:

Diketahui, Harta Warisan = Rp. 190.000.000,00
Harta yang di wasiatkan = Rp. 10.000.000,00

Langkah pertama, seluruh harta warisan harus dikurangkan terlebih dahulu dengan wasiat, sehingga:

Rp. 190.000.000,00 - Rp. 10.000.000,00 = Rp. 180.000.000,00
Jadi harta bersih untuk ahli waris yaitu:  Rp. 180.000.000,00
Langkah berikut, pembagian untuk ahli waris

Bagian masing-masing ahli waris:

- Ibu : 1/6
- Suami : 1/4 (karena ada anak)
- seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan : Asabah

Langkah perhitungan:
Untuk proses perhitungan, dicarikan angka asal masalah yaitu KPK untuk 1/6 dan 1/4, dalam hal ini digunakan angka 12 karena bisa dibagi dengan 6 dan 4.

- Bagian ibu = 1/6 x 12 = 2 -----> = 2/12 x Rp. 180.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00
   Jadi bagian ibu senilai Rp. 30.000.000,00

- Bagian suami = 1/4 x 12 = 3 -----> = 3/12 x Rp. 180.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00
  Jadi bagian suami senilai Rp. 45.000.000,00

- Bagian anak, karena anak adalah asabah, maka mereka mengambil seluruh sisa harta warisan
  yaitu sebesar: Rp. 180.000.000,00 - ( Rp. 30.000.000,00 + Rp. 45.000.000,00) = Rp. 105.000.000,00
  Jadi bagian anak senilai Rp. 105.000.000,00

Karena terdiri dari seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, maka bagian untuk anak laki-laki sebanyak 2 bagian dan untuk anak perempuan 1 bagian, sehingga harta senilai Rp. 105.000.000,00 dibagi menjadi tiga bagian,

Bagian anak laki-laki = 2/3 x Rp. 105.000.000,00 = Rp. 70.000.000,00
Bagian anak perempuan = 1/3 x Rp. 105.000.000,00 = Rp. 35.000.000,00

Jadi sudah jelas bagian masing-masing, semoga bermanfaat.


  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi

Khusuklah, Namun Jangan Mendesain Ulang Sajadah

Khusuklah, Namun Jangan Mendesain Ulang Sajadah

Oleh: Saiful Hadi

Short Link: bit.ly/khusuklah

Ibadah shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah mukallaf sebanyak lima waktu sehari semalam. Perintah mengerjakan shalat pada umumnya memakai redaksi aqim  yang sering diterjemahkan dengan tegakkan atau dirikan. Sehingga, mengerjakan shalat adalah totalitas dimana seluruh rukun-rukunnya ditegakkan dan nilai-nilainya diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak dari kita yang telah mengerjakan shalat, namun perbuatan keji dan mungkar juga tetap berjalan. Padahal hakikat shalat bisa mencegah diri kita dari mengerjakan hal terlarang tersebut. Ini artinya masih ada yang kurang dalam shalat yang sudah dikerjakan dan nilai-nilainya belum sepenuhnya ditransformasikan kedalam kehidupan.

Al-quran telah menyebutkan bahwa shalat adalah ibadah yang berat kecuali bagi orang yang khusu'. Dan kenyataannya, biarpun hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja saat dikerjakan, namun bagi yang tidak khusu' menjadi lebih ringan lari-lari keliling lapangan bola dibandingkan melaksanakan shalat.

Ibadah shalat jika dibandingkan dengan ibadah  yang lain, maka tetap shalat yang menjadi juara ibadah terberat. Jika dibandingkan dengan puasa dan haji masih lebih berat shalat. Hal ini lantaran ibadah shalat menjadi batal karena makan minum, kentut dan kencing, sementara puasa cukup tahan makan minum aja tanpa perlu menahan kentut dan kencing.

Ibadah haji menjadi lebih ringan lagi karena tidak perlu menahan makan dan minum, yang menjadi pantangan adalah berhubungan suami istri. Supaya lebih jelasnya mungkin bisa dibandingkan apa saja yang membatalkan shalat, puasa, dan haji, disana akan terlihat bahwa hal-hal yang bisa membatalkan shalat lebih banyak dibandingkan ibadah yang lain.

Lantas mungkinkah shalat terasa ringan? hal ini sangat mungkin, karena bagi yang melaksanakan shalat secara khusu' maka akan terasa ringan dan nikmat. Para ulama menjelaskan salah satu metode agar khusu' adalah dengan memperpanjang ruku' dan sujud, serta pandangan mata fokus pada tempat sujud.

Namun ketika mencoba khusu' dengan fokus pada tempat sujud malah mendesain ulang bentuk sajadah. Sajadah yang berwarna hijau dengan ornamen-ornamen pelengkapnya terbanyang desain yang baru di dalam pikiran sehingga malah tidak khusu' lagi. Oleh karenanya, cobalah untuk memahami dan menghayati makna bacaan shalat guna memfokuskan hati sehingga tidak terbayang hal yang tidak perlu. Baginda Nabi berpesan beribadahlah seolah-oleh sedang melihat dan berhadapan dengan Allah Ta'ala, namun jika tidak bisa maka tanamkan dalam pikiran bahwa Allah sedang mengawasi kita.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi