Nabi Musa dan Putri Nabi Syuaib



Kisah perjumpaan Nabi Musa dengan Putri Nabi Syuaib terbilang unik. Awalnya, Nabi musa adalah seorang pelarian dari negeri Mesir karena ia dikejar-kejar oleh tentara firaun. Dalam pelarian tersebut musa sempat berdoa sebanyak tiga kali, doa pertama yang ia ucapkan  "Ya Rabbku! Selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu yaitu, kaum Firaun". Dan dengan izin Allah tidak ada lagi tentara firaun yang mengejar beliau.

Kemudian ketika beliau telah berjalan menuju ke arah Negeri Madyan yaitu negerinya Nabi Syuaib, ia pun berdoa lagi, "Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar" maksudnya, jalan yang menuju ke arah negeri Madyan yang tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu dekat, yakni pertengahan. Sebab biasanya perjalanan menuju ke sana memakan waktu sekitar delapan hari lamanya, sementara Nabi Musa juga belum pernah pergi ke sana sehingga beliau khawatir sesat di jalan.
Allah mengijabah doa Nabi Musa dengan mengutus seorang malaikat yang membawa tongkat, lalu malaikat itu memimpin Nabi Musa menuju ke negeri Madyan.

Rasa Cinta Itu Akhirnya Datang Juga

Sesampainya Nabi Musa di Negeri Madyan, ia memperhatikan orang-orang sedang memberi minum hewan ternak mereka. Di tengah kerumunan itu Nabi musa melihat dua orang gadis sedang menunggu antrian sambil2 menjaga hewan ternak mereka agar tidak meminum air punya orang. Lalu beliau pun menghampiri keduanya sambil berkata "Apa gerangan yang terjadi pada kalian berdua?" mengapa kalian berdua tidak meminumkan ternak kalian? Lalu kedua gadis itu menjawab, "Kami tidak dapat memberi minum sebelum penggembala-penggembala itu selesai memberi minum ternaknya, sedangkan Ayah kami sudah sangat tua sehingga kami membantunya utk mengurus ternak ini".

Akhirnya nabi musa membantu mereka memberi minum di sumur lain yang berada di dekat sumur sebelumnya. Namun sumur itu tertutupi dengan batu besar, akan tetapi nabi musa mudah saja mengangkat batu tersebut seorang diri, padahal seharusnya hanya sanggup oleh 10 orang yang kuat.
Setelah selesai membantu Nabi musa kembali beristirahat disebuah tempat didekat sumur dengan menahan rasa lapar lalu berdoa, "Ya Rabbku! Sesungguhnya aku terhadap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Sementara anak Nabi Syuaib telah pulang ke rumah dengan membawa ternak mereka. 

Sesampainya di rumah, Nabi Syuaib merasa heran, kenapa bisa pulang cepat, sementara biasanya mereka selalu pulang telat karena menunggu antrian di tempat pemberian minum ternak.
Anak Nabi syuaib menceritakan bahwa tadinya mereka ditolong oleh seorang pemuda yang gagah, karena dengan mata kepala sendiri kedua putri Nabi Syuaib melihat nabi Musa mengangkat batu yang berat seorang diri. Lalu Nabi Syuaib meminta kepada anak perempuannya untuk mengundang Musa agar dapat menghadapnya.

Kemudian putri Nabi Syuaib tersebut sambil menutup kain kerudung ke wajahnya karena tersipu malu dengan Nabi Musa, lalu ia berkata "Bapakku memanggil kamu untuk memberikan balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami". Nabi musa memenuhi panggilan tersebut, namun dalam hatinya ia bertekat tidak akan menerima imbalan karena ia bukan pekerja upahan.

Selanjutnya nabi musa mengikuti putri Nabi Syuaib dari belakang. Saat lagi berjalan itu, tiba2 angin bertiup, sehingga tersingkaplah kain yang menutupi betis putri nabi syuaib. Nabi musa pun merasa kurang nyaman, lalu ia meminta sang gadis agar berjalan saja dibelakangnya sembari mengarahkan nabi musa menuju ke rumahnya.

Sejak melihat sikap baik hati nabi musa, mulai dari memberi air dan sikap sopan musa ketika berjalan kerumahnya, sudah mulai bergetar rasa cinta pada putri Nabi Syuaib terhadap Musa. 


Nabi Musa Bertemu Calon Mertua

Jadi, ketika (Musa)mendatangi ayah wanita itu (Syeikh Madyan) dan dia (Syeikh Madyan) menceritakan kisah (mengenai dirinya), dia berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” Sang ayah menenangkan Musa dan memintanya untuk merasa nyaman di wilayahnya, karena ia telah meninggalkan kerajaan Firaun yang tidak memiliki wewenang di negeri ini.

Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “ Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”

Salah satu dari dua anak perempuan pria itu mengatakan ini, dan dikatakan bahwa dialah yang berjalan di belakang Musa. ʿUmar, Ibn ʿAbbâs, Qatâdah, Muḥammad ibn Isḥâq dan yang lainnya berkata: “Ketika dia berkata: 'Sesungguhnya, yang terbaik untuk kamu pekerjakan adalah yang kuat, dapat dipercaya,' ayahnya berkata kepadanya: 'Apa yang kamu ketahui tentang itu? 'Dia berkata dalam jawaban:' Dia mengangkat batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang, dan ketika aku kembali bersamanya, aku berjalan di depannya, tetapi dia berkata kepadaku, berjalan di belakangku, dan jika aku bingung arahnya, lemparkan kerikil sehingga saya akan tahu ke mana harus pergi. 

Pernikahan Shafura dan Nabi Musa

Setelah bercakap-cakap, ayah Shafura pun kemudian berkata kepada Nabi Musa,

“Sesungguhnya aku ingin menikahkanmu dengan salah satu dari kedua putriku ini, atas dasar engkau bersedia bekerja kepadaku selama delapan tahun. Apabila engkau menyempurnakan menjadi sepuluh tahun, itu adalah kebaikan darimu. Aku tidak ingin memberatimu. Dan engkau, insya Allah, akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al Qashash: 27)

Masya Allah, kisah Shafura dan Nabi Musa begitu indah. Nabi Musa menerima tawaran itu dan menikahi Shafura. Selama 10 tahun, Nabi Musa pun tinggal di Negeri Madyan. Keduanya hidup bahagia dan dikaruniai keturunan.

Kelak, ketika masa nubuwah hampir tiba, Musa membawa serta keluarga barunya, yakni istri tercintanya, Shafura, dan anak-anaknya, ke kampung halaman Musa di negeri kinanah. Di tengah perjalanan nanti, ketika Nabi Musa hendak mencari api untuk Shafura dan anak-anaknya, Nabi Musa mendapatkan wahyu pertama kali.

Wanita baik selalu mendapat jodoh yang baik. Kesalehan Shafura membawanya kepada jodoh terbaiknya, yakni Nabi Musa ‘Alaihissalam.

Referensi: Tafsir Jalalain QS. Al-Qashas
  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi

Manisnya Buah Taqwa


Oleh: Saiful Hadi

Pada permulaan surat Al-Baqarah, Allah Ta'ala menjelaskan kepada kita mengenai empat sifat orang yang bertaqwa. Makna taqwa itu sendiri sebagaimana yang didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani adalah menjaga diri dari siksa Allah dengan menta’atiNya. Yakni menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.

Adapun empat ciri orang bertaqwa tersebut yaitu: beriman dan membenarkan perkara2 gaib yang diberitakan Al-Quran, berupa perhitungan amal, surga, neraka dan sebagainya. Serta menunaikan shalat secara sempurna, kemudian menginfakkan harta dalam berbagai bidang kebaikan, dan terakhir percaya terhadap semua perkara yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan para nabi sebelumnya.

Setelah Allah Ta'ala sebut segala ciri2 orang bertaqwa tersebut, lalu Dia sampaikan bahwa mereka yang bertaqwa senantiasa berada dalam hidayah Allah dan mendapatkan tingkat yang tinggi di syurga.

Sementara dalam dunia, seorang yang bertaqwa juga akan memperoleh kehidupan yang baik, sebagaimana tersebut dalam kitab Taisirul Khallaq fil Ilmi Akhlaq buah dari Taqwa ketika di Dunia adalah terangkat derajat, memperoleh nama yang harum dan kasih sayang  dari manusia, serta disenangi oleh orang-orang kecil dan disegani orang besar.

Berbicang mengenai taqwa, akan lebih meresap dalam sanubari ketika dibarengi dengan contoh yang nyata, sebab sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran:

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ
Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Surat Yusuf, Ayat 111)

Tersebut dalam Kitab Tanbihul Ghafilin, dalam sebuah hadist yang panjang, ada seorang pemuda dari kalangan Bani Sulam datang berjumpa dengan Rasulullah, lalu ia bertanya pada Nabi : "Wahai Rasulullah, apakah kehitaman kulit dan jeleknya wajahku bakal menghalangi saya masuk syurga?" Beliau menjawab, "tidak, demi Dzat yang jiwa ku berada dalam genggaman-Nya, selama kamu benar2 yakin kepada Tuhan mu dan beriman terhadap yang disampaikan oleh rasul Nya. Lalu pemuda tersebut berkata, saya bersaksi tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusanNya.

Lalu pemuda ini menceritakan hal-ihwal perihal masalah yang sedàng ia hadapi, wahai Rasulullah saya bernama Sa'd dari Bani Sulam, sudah sejak delapan bulan sebelum saya duduk disini, saya telah meminang wanita yang ada disini maupun yang berada ditempat yg jauh dari sini, namun semuanya menolak karena kehitaman dan jeleknya wajahku.

Kemudian Rasulullah bertanya: "apakah engkau tahu Amr bin Wahab, ia baru masuk islam, datanglah ke rumahnya, ketuk pintu perlahan-lahan, lalu ucapkan salam. Jika sudah masuk, sampaikan kepadanya bahwa Rasulullah telah mengawinkan saya dengan putrimu". Amr bin Wahab mempunyai seorang anak gadis yang cantik dan cerdas yang bernama Atikah.

Sesampainya Sa'd bin Sulam dirumah Amr, lalu ia segera melaksanakan seperti yang disampaikan oleh Rasulullah. Sang tuan rumah pun menjawab salam dengan gembira karena mendengar tamunya berbahasa arab. Namun rona wajah Amr berubah saat ia membukakan pintu saat melihat sosok pemuda yang hitam ini. Sementara Sa'd langsung menyampaikan bahwa ia datang hendak melamar putrinya, karena Rasulullah telah menikahkan saya dengan putrimu wahai Amr. Seketika saja Amr langsung menolak pinangan tersebut dan Sa'd pun akhirnya pergi. 

Sementara dari dalam Atikah telah mendengar dengan seksama pembicaraan Ayahnya, sehingga ia berkata, "wahai ayah, carilah selamat, sebelum engkau dipermalukan dengan turunnya wahyu, jika memang Rasulullah telah mengawinkan aku dengan pemuda yang hitam tadi maka aku rela menerima apa yang telah Allah dan Rasul Nya rela.

Akhirnya dengan bergegas ayah atikah mendatangi Rasulullah, begitu berjumpa, Amr langsung memohon maaf pada Nabi, "Duhai Rasulullah saya mohon ampun pada pada Allah, apakah benar yang dikatakan pemuda hitam tadi?" Iya benar kata Rasulullah, lalu Amr berkata lagi, "Jika memang benar demikian maka akan saya nikahkan putri saya dengn pemuda hitam ini".

Tanpa menunggu waktu lagi menikahlah pemuda hitam tadi dengan gadis cantik anak Amr bin Wahab dengan mahar sebanyak 400 dirham. Setelahnya Rasulullah berkata kepada sang pemuda, "Wahai Sa'd, pergaulilah istrimu karena sekarang engkau berdua telah halal". Sa'd menjawab, "ya Rasulullah, aku tidak mempunyai harta apapun untuk aku berikan pada istriku". Lalu Rasulullah mengatakan, "mintalah kepada tiga orang sahabat yaitu Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Ali bin Abi Thalib sebanyak masing-masing 200 dirham, mereka akan memberi lebih dari itu". Dan benar saja seperti yang dikatakan Rasulullah, Sa'd ibnu Sulam mendapat harta yang banyak dari ketiga sahabat tadi.

Setelah itu berangkatlah Sa'd ke pasar hendak belanja kebutuhan rumah tangganya. Sesaat kemudian terdengarlah seruan yang mengumumkan untuk berjihad fi sabililah. Sa'd pun mendengar ajakan itu, sehingga ia tidak jadi berbelanja kebutuhan rumah tangga namun justru membeli peralatan untuk jihad seperti kuda, pedang dan tombak. Belum sempat Sa'd menikmati bulan madu berdua dengan istri yang jelita, tapi ia lebih memilih menggapai Ridha Allah melalui jihad di jalan-Nya. 

Lalu bergabunglah Sa'd bersama pasukan Rasulullah. Kala itu ia membalut mukanya dengan kain surban sehingga yang terlihat hanya matanya saja. Ketika dalam medan perang, ia begitu gigih melakukan perlawanan, hingga pada akhirnya setelah mengalahkan beberapa musuh, salah seorang sahabat berteriak, Sa'd telah syahid. Mendengar hal itu Rasulullah amat bersedih, namun tak lama kemudian Rasulullah tersenyum sambil memalingkan wajahnya. Para sahabat pun terheran melihat tingkah Rasulullah, karena penasaran mereka pun akhirnya bertanya pada Rasulullah. 

"Ya Rasulullah, kami melihat engkau awalnya sedih, lalu tersenyum sambil memalingkan wajah dari jasad Sa'd, apa yang sedang terjadi ya Rasulullah?" Lalu di jawab oleh Rasulullah, "saya bersedih karena telah berpisah dengan Sa'd, dan kemudian saya tersenyum karena melihat bidadari berlari mendakati Sa'd, setelahnya saya memalingkan wajah karena malu lantaran ada dari mereka yang tersingkap betisnya karena berlari mendekati Sa'd".

Setelah itu Rasulullah memerintahkan kepada sahabatnya agar memberikan harta yang ditinggalkan Sa'd kepada Istrinya Atikah yang sedang berada di Madinah. 

Dari kisah ini terdapat pelajaran yang luar biasa, dimana dua orang hamba yang taat pada perintah Rasulnya telah mendapatkan anugrah yang luar biasa. Sa'd ibnu sulam yang berjihad karena taat kepada perintah Rasulullah akhirnya menikah dengan bidadari yang jauh lebih cantik dibandingkan wanita dunia. Begitu juga dengan Atikah yang taat pada perintah Rasulnya dimana ia rela menikah dengan seorang pemuda yang hitam lagi tak nyaman dipandang akhirnya memperoleh harta yang banyak sebagai warisan dari suaminya yang telah syahid. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, sebagaimana dalam ayat ke-5 surat Al-Baqarah, orang-orang bertakwa menjadi orang yang beruntung. Dan telah nyata keberuntungan sebagaimana yang di alami oleh Sa'd dan Atikah.

Wallahu A'lam

Rujukan: Tanibul Ghafilin

  • [accordion]
    • Support Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi