Oleh: Irfan Siddiq
Bagi anda yang sedang atau pernah berada di dayah (dayah tradisional), pasti tahu apa itu muhadharah. Kata muhadharah yang dalam bahasa arab berasal dari kata "hadhara" bermakna hadir atau berada disuatu tempat, dan "muhadharah" yang merupakan bentuk kalimat dari isim fail dari bahasa arab yakni bermakna orang yang hadir.
Dalam pendidikan dayah, muhadharah adalah waktu dimana santri berkumpul pada suatu aula atau balee (balai) pada malam-malam yang telah ditentukan. Muhadarah juga sudah menjadi bagian dari mata pelajaran wajib dayah-dayah tradisional Aceh sejak dulu.
Pada umumnya, setiap dayah memiliki pelaksanaan yang sama pada muhadarah itu sendiri, baik dari segi waktu pelaksanaan, isi acara didalamnya maupun peraturan-peraturan lainnya.
Perkumpulan santri yang berasal dari berbagai kelas di dayah ini diisi dengan acara belajar pidato, khutbah jum'at, lantunan qasidah islami, latihan membaca doa, shalawat, dan ada juga pembacaan tilawatil Al-Qur'an.
Dalam pelaksanaannya, muhadarah menerapkan sistem giliran yanga mana setiap dalam satu minggu sekali ada peserta-peserta yang berbeda tampil unjuk kebolehannya seperti berpidato, khutbah jum'at atau lainnya.
Setiap peserta yang baru pertama kali tampil akan dibina dengan diberikan konsep atau teks pidato, begitu juga dengan peserta lainnya yang memiliki kemampuan terbatas maka akan didik oleh kakak kelas yang menjadi pengurus acara muhadharah.
Pada setiap muhadarah dimulai, pembawa acara atau protokol yang bertugas memulainya dengan penampilan pembacaan Al-Qur'an, selanjutnya pidato, khutbah jum'at, baca doa hingga lantunan qasidah islamiyah terus berlanjut dengan peserta yang berbeda.
Dalam muhadarah, santri diajarkan bagaimana berpidato dengan baik dan santun, bagaimana mengupas sebuah tema menjadi tertarik di dengar. Hingga bagaimana "merekrut" hati pendengar agar tidak bosan mendengar isi pidato.
Meski perjalanan pendidikan dayah telah dimulai sejak lama dan perkembangan arus globalisasi terus berubah-ubah, hali ini tidak membuat muhadarah ikut berubah.
Muhadarah tetap eksis sebagaimana adanya dengan sedikit penyusaian pada item-item tertentu. Peyesuaian dimaksud seperti adanya pidato yang khusus menggunakan bahasa selain bahasa aceh tulen, bahasa Indonesia, bahasa arab hingga bahasa inggris.
Dari sekian banyak santri dayah di Aceh yang telah menyelesaikan studinya di dayah. Tentu sudah sangat mahir menguasai panggung atau mimbar dalam lingkungan masyarakat.
Mulai dari mimbar meunasah, mesjid, hingga panggung kelas atas lainnya sudah menjadi santapan rutin bagi alumni dayah. Kebanyakan dari mereka juga sangat memahami bagaimana menguasai panggung dan memahami keadaan masyarakat dimana tempat ia berada.
Oleh sebab itulah dayah hingga saat ini masih sangat berkomitmen dalam membina program muhadharah bagi santri-santri. Ini disebabkan oleh kebutuhan masyarakat Aceh terhadap jasa alumni dayah tidak hanya pada bagian ibadah (ex: imam mesjid, khatib, guru) saja, namun sudah saatnya masyarakat Aceh mempercayakan alumni dayah untuk memimpin Aceh pada level rendah hingga level tertinggi guna merawat khazanah keislaman di Aceh yang lebih kuat.
- [accordion]
- Support Catatan Fiqih
- Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:
Paypal: hadissoft@gmail.com | atau BSI 7122653484 an. Saiful Hadi
COMMENTS