Oleh: Saiful Hadi
Manusia dengan berbagai pengalaman dan latar belakang yang berbeda lumrah saja jika terjadi perbedaan pendapat. Namun demikian, perbedaan pendapat bukanlah sesuatu yang harus diributkan, apalagi sampai memutuskan tali persaudaraan.
Menjelang bulan rabiul awal, sering kita saksikan di forum2 dunia maya saling meributkan status hukum maulid Nabi. Sebagian kalangan mendukung terlaksananya agenda tersebut, dan disisi lain ada yang menentangnya dengan alasan bahwa hal tersebut tergolong pekerjaan yang mengada-ada. Sebab, katanya tidak pernah dikerjakan pada masa nabi maupun sahabat, bahkan pelaku dicap tukang bid'ah.
Sebenarnya pro kontra masalah maulid tidak hanya heboh di abad modern ini saja. Ulama terdahulu sebenarnya sudah menanggapi masalah tersebut dengan sangat bijaksana. Salah satunya yang peduli terhadap masalah ini seperti Imam Abu Syamah atau Abdurrahman bin Ismail bin Ibrahim bin Utsman yang merupakan guru Imam An-Nawawi.
Imam Abu Syamah bermadzhab Syafi'i dalam fiqh dan Asy'ariyah dalam aqidah. Lahir tahun 596 hijriyah di Damaskus dan wafat pada tahun 665 hijriyah, dimakamkan di Bab Kaisan.
Diantara fatwa beliau yang sangat terkenal sampai sekarang dan dimuat dalam berbagai kitab-kitab ulama, adalah berkaitan dengan peringatan Maulid Nabi Saw. Menurut Beliau peringatan Maulid Nabi dikatagorikan sebagai sebuah bid'ah, tetapi bid'ah yang paling bagus (ahsan).
Sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitab Fathul Mubin yang merupakan syarah Matan Arbain sebagai berikut:
قال الإمام أبو شامة شيخ المصنف رحمه الله ومن أحسن ما ابتدع فى زماننا ما يفعل فى كل عام فى اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فان ذلك مع ما فيه من الإحسان الى الفقراء يشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وجلالته فى قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسوله الذى أرسله رحمة للعالمين صلى الله عليه وسلم
"Imam Abu Syamah (guru penulis) berkata, “Salah satu dari sekian banyak bid‘ah paling hasanah di zaman kita ialah kelaziman yang dibuat masyarakat setiap tahun dalam merayakan harlah Rasulullah SAW berupa sedekah, berbuat ma’ruf, dan bersolek diri atau merapikan desa serta menyatakan kegembiraan. Semua itu berikut perbuatan baik kepada orang-orang faqir, menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, keagungan serta kebesaran beliau SAW di hati mereka yang merayakan maulid, dan bentuk syukur kepada Allah atas anugerah-Nya dalam menciptakan seorang Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam kepada rasul-Nya SAW.” (Fathul Mubin, hal. 262)
Selain memfatwa Maulid Nabi sebagai bid'ah yang paling bagus, Imam Abu Syamah juga menjelaskan amaliyah-amaliyah yang bisa dikerjakan dalam peringatan Maulid Nabi, misalnya bershadaqah, berbuat kebajikan, berhias, menyatakan kegembiraan, dan sebagainya.
Beranjak dari pemaparan Imam Abu Syamah, maka dalam pelaksanaan kegiatan maulid harus kita perhatikan paremeter-parameter sebagaimana yang telah beliau gariskan. Sehingga jika terdapat hal-hal yang menjerumus kepada kemaksiatan maka jelaslah bahwa hukumnya tidak boleh. jadi intinya, harus ada sikap saling menghormati, bagi yang tidak melaksanakan maka tidak perlu ribut-ribut, dan bagi yang melaksanakan maka jangan sampai melakukan hal-hal melanggar aturan syariat.
COMMENTS