Yang Dibutuhkan Oleh Seorang Jomblo

Oleh: Saiful Hadi

Bagi seorang jomblo, dunia mungkin terasa hampa dan sempit, terutama malam mingguan, maunya semoga saja hujan, biar sepi hilang akibat riuh suara rintik hujan. Kadang kala, menjadi jomblo juga harus selalu siap untuk dibuli, terutama dengan pertanyaan "kapan nikah". Sebenarnya siapa sih yang tidak ingin hidup berpasangan? Truk saja bergandengan, apalagi manusia.

Carikan pasangan untuk Seorang Jomblo

Memang bagi sebagian orang, pertanyaan "kapan nikah" kepada seorang bujang mungkin bertujuan untuk memotivasi, dengan harapan agar seorang jomblo tersebut segera menuntaskan masa lajangnya. Namun, bagi seseorang yang telah lama membujang, kalimat motivasi sudah sangat kenyang, sehingga bukan itu yang mereka butuhkan. Lantas apa juga? Beri mereka pasangan, bukan hanya sekedar kalimat "kapan nikah", percuma ikut seminar pranikah kesana-kemari jika labuhan hati belum dijumpai. Bukan motivasi lagi yang mereka harapkan, melainkan calon dan dana resepsi.

Bahkan Rasulullah pun sangat menganjurkan untuk menjodohkan seorang jomblo agar mereka menjadi berpasangan, sebagaimana dalam Hadits riwayat ibnu majah 1965:

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ أَبِي رُهْمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَفْضَلِ الشَّفَاعَةِ أَنْ يُشَفَّعَ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ فِي النِّكَاحِ

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Yazid dari Yazid bin Abu Habib dari Abul Khair dari Abu Ruhm ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik pertolongan adalah menjodohkan dua orang (seorang laki-laki dan perempuan) dalam pernikahan.” (HR Ibnu Majah).

Selain hadist di atas, Imam Jalaluddin As-Suyuti dalam Al-Hawi lil Fatawi juga meriwayatkan:

وعن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال : ( من مشى في تزويج امرأة حلالاً يجمع بينهما رزقه الله تعالى ألف امرأة من الحور العين كل امرأة في قصر من در وياقوت وكان له بكل خطوة خطاها أو كلمة تكلم بها في ذلك عبادة سنة قيام ليلها وصيام نهارها )

diriwayatkan dari abi Hurairah dari Nabi, beliau bersabda: barang siapa yg berjalan, mempertemukan seseorang pada wanita halal yang mana hendak mengumpulkan (menikahkan) keduanya, maka Allah akan memberi rizqi padanya seribu bidadari, dan setiap bidadari berada di istana yg terbuat dari mutiara dan yaqut, untuk setiap langkah kakinya dan kalimat yg diucapkannya (ketika hendak menjodohkan, menikahkan), ditulis baginya pahala ibadah setahun, yang malamnya digunakan untuk qiyamul lail sedangkan siangnya digunakan untuk berpuasa. (Al-Hawi lil Fatawi: 2/36)

Karenanya, stop pertanyaan "kapan nikah", tapi carilah pasangan untuk mereka yang masih sendirian. Sebab, sebaik-baik pertolongan adalah menjodohkan, demikian Rasulullah berpesan.

Masjid Darul Falah, Masjid Ramah Anak-anak


Oleh : Zikri Hariadi

Dalam beberapa pekan ini kita terus melihat perkembangan berita tentang keluhan para orang tua yang mengajak anak-anak ke masjid, namun tidak diterima oleh pengurus masjid dengan berbagai alasan klasik yang dapat menganggu kekhusyu’kan shalat para jama’ah.  Ada kecenderungan masjid makin tidak bersahabat dengan anak. Di sebuah status FB, yang dibagikan nyaris dua ribu kali, seluruh fesbuker yang membagikan mengiyakan fenomena masjid angker. Keangkeran masjid makin mewabah, seiring banyaknya pengurus masjid yang beragama terlalu serius minus humor. 

Anak adalah masa depan umat Islam. Seharusnya mereka diakomodasi agar masjid semakin makmur dan keberlangsungan jama’ah menjadi terjaga. Agar mereka tidak terasing dari masjid lantas menghabiskan waktu dan membentuk karakternya di tempat yang tidak sepatutnya. Segala kekerasan terhadap anak (baik secara fisik, psikis, visual, verbal) akan membekas cukup lama. Teror yang diterima anak akan membuat trauma terhadap masjid. Butuh waktu dan energi untuk mengembalikan ketakutan ini dan sayangnya tidak banyak yang melakukan hal ini.

Orang dewasa berhak untuk shalat secara khusu’ dan damai, tetapi anak-anak juga berhak untuk dekat dengan Allah dan Agamanya (Islam). Keduanya harus diakomodasi.  Tak kalah penting, perlu gerakan yang lebih massif untuk menghadang laju masifnya Islam yang serius. Kita butuh Islam yang ramah terutama kepada anak cucu kita sendiri, masa depan Islam kita, masa depan bangsa ini.
Akhirnya kita bertanya siapa yang tidak nyaman jikalau shalat dimasjid dengan 1000 gangguan keributan dan kericuhan anak-anak? Andaikan kita semua paham sebuah kalimat yang diucapkan oleh Sang Ksatria Islam  “Jika kalian tidak lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di masjid-masjid. Waspadalah, saat itulah kalian dalam bahaya." (Muhammad Al-Fatih, Penakluk Konstantinopel).

Sebuah masjid yang terletak di Gampong Pineung Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh dengan kapasitas 3000 jama’ah ini sedang menuju proses untuk mewujudkan masjid yang ramah terhadap anak-anak. Dialah Masjid Darul Falah. Hampir sebagian waktu kami habiskan di Masjid ini, sepulang kerja ataupun diwaktu akhir pekan kami mengajar di masjid ini, kadang-kadang kami selalu menunggu momen anak-anak dimarahi oleh orang tua. Seribut apapun kondisi di sana, bapak-bapak tetap mampu menjaga emosinya dengan kelembutan hatinya. Apakah mungkin kelembutannya itu mengalir menjadi karakter jamaah masjid Darul Falah? Mengutip sebuah hadis Nabi Muhammad SAW:
“Wahai anak, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: “Jagalah (perintah) Allah, pasti Allah akan menjagamu. Jagalah (perintah) Allah, pasti kamu selalu mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi)

Setiap kesalahan anak-anak tentu harus diluruskan, namun bagaimana caranya? Suatu kali di masjid, ada anak kecil yang berlarian di shaff shalat. Bapak-bapak memarahi, tapi sang bocah tetap berlarian. Lalu ada seorang pemuda, yang sepertinya kenal dengan si anak, menarik tangan sang anak kemudian memangku dan memeluknya. Sang anak pun diam. Dari sini saya belajar, dibandingkan amarah dan kesumat, cinta dan kasih sayang sering kali lebih efektif menyelesaikan permasalahan.

Masjid sebagai pusat kegiatan agama seharusnya mengajarkan kasih sayang dan keramahan. Banyak jamaah yang berebut menjalankan sunnah shalat, i'tikaf, dan lain-lain  tetapi lupa dengan ajaran sunnah memuliakan anak. Betapa indahnya sifat Rasulullah saat membawa cucunya (hasan & husain) ke masjid. Rasulullah pernah shalat sambil menggendong cucunya. Bahkan juga Rasulullah sempat shalat dengan diganggu di peluk-peluk) oleh cucunya, tapi sedikitpun Rasulullah tidak marah. Demi memuaskan hati cucu-cucunya, Rasulullah menyengaja sujud yang lama agar cucu-cucunya puas menungganginya.

Hal demikianlah coba kita wujudkan di Masjid Darul Falah, yang sudah berdiri mulai tahun 1986.  Di era tahun 2000-an dengan jama’ah anak-anak yang mencapai 3 shaf panjang di waktu shalat shubuhnya, alangkah indahnya Islam ini dengan kekuatan masa depannya. Meskipun jama’ah anak-anak sempat tenggelam setelah di tahun 2004 Aceh diterjang Tsunami, namun perlahan tapi pasti. Jama’ah anak-anak ini telah kembali, dengan wajah-wajah lucu yang baru serta segenap tingkah lakunya yang aneh bin ajaib, kebiasaan baik ini akan menjadikan mereka anak-anak yang terus memakmurkan masjid, menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah tapi juga sebagai tempat pembawa inspirasi mereka dengan menjalankan perintah Sunnah Baginda Rasulullah SAW. Maka mari kita dukung kampanye ini, demi wujud Islam yang sesungguhnya.

Fakta saat ini, banyak masjid kesulitan mencari kader remaja masjid. Banyak remaja yang tidak mau datang ke masjid karena mungkin trauma pada masa kanak-kanak dan kemudian didukung lingkungan di luar masjid untuk benar-benar malas ke masjid. Bahkan masjid harus membayar orang agar supaya masjid menjadi hidup di waktu-waktu shalat. Sulitnya luar biasa untuk mendatangkan orang utamanya pemuda ketika mengadakan kegiatan. Masjid kalah ramai dengan mall & tempat hiburan termasuk TV apalagi warung kopi.

Kita Tidak perlu membuat masjid menjadi seram, angker dan penuh bentakan. Marilah hidupkan/memakmurkan  masjid menjadi pusat peradaban Islam. Alangkah indahnya jika orang tua dapat istiqamah ke masjid sambil mengajak anak-anaknya. Alangkah indahnya jika keindahan & kemegahan masjid diiringi dengan penuhnya jamaah shalat di masjid termasuk anak-anak didalamnya.

Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung atau menjatuhkan siapapun. Tujuannya murni untuk perbaikan sistem ke-masjid-an. Al afwu minkum. Semoga ada pengurus masjid yang membaca tulisan ini, dan membuat perubahan dengan membuat program "Anak Gemar ke Masjid". Karena merekalah genarasi yang akan menghidupkan masjid kelak. Hanya melalui tangan kita, masjid mengalami perubahan. 

Sumber: TPA Darul Falah

Galau yang Membawa Berkah


Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata galau diterjemahkan dengan gelisah, gundah, menyimpan beban dalam diri. Dalam sejarah kita menemukan bahwa Imam Al-Muzanni (w264) pernah galau disaat mendapati apa yang ditulis oleh guru beliau Imam Syafie (w204) dalam kitab Al-Umm dan Al-Hujjah hanya berisi riwayat-riwayat beliau dalam masalah fiqih.

Imam Al-Muzanni galau jika ilmu dan mazhab gurunya menjadi punah sehingga tidak sampai ke anak cucu. Lantas kemudian beliau menuliskan ringkasan dari apa yang telah beliau peroleh dari sang guru menjadi sebuah kitab yang ringkas dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami, yang kemudian hari kita kenal dengan nama Kitab Mukhtasar Al-Muzanni. dan kitab ini termasuk salah satu kitab Induk dalam mazhab Syafie, seandainya Imam Al-Muzanni tidak galau mungkin tidak kita dapati hal yang sedemikian rupa. 

Kita yang sekarang hidup di abad modern ini dengan segudang masalah masing, jangan sampai galau menjadi penghambat dalam melahirkan karya. akan tetapi jadikan galau sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik. [Rumah Fiqih]

Hati yang Sakit

Hati yang terliputi kebencian, baginya hanya ada ketidak baikan, yang baik sekalipun terlihat masih kurang baik, apalagi yang tidak baik akan semakin kurang baik baginya.

Yang telah cukup masih ia rasa kurang, nikmat Tuhan saja tidak ia hargai, apalagi pemberian sesama manusia. Barang bagus selalu ada cacatnya. Walhasil, yang ada hanya gerutu, kutuk, celutuk, keluh, sesal dan tak ada puasnya. Kayanya saja masih terasa miskin, karena memang ia selalu miskin.

Rumah yang luas selalu terasa semping, istri yang jelita pun ia rasa masih kurang pesonanya. Sehatpun ia rasa sakit, sebab memang tak pernah sehat, itu semua berhulu dari hati yang selalu ada benci, tak pernah ridha sehingga selalu kurang. [Tasawuf Modern-Hamka]

Bidadariku

Oleh: Saiful Hadi

Bidadariku

Engkau adalah penyejuk mata,
sahabat bermesra di sepanjang masa,
dan teman setia kala dirundung duka.
Kehadiranmu mengokohkan jiwa,
serta menyempurna separuh agama.

Bidadari yang celik matanya,
ku tahu engkau adalah ciptaan yang Maha perkasa,
dengan "Kun" dari Tuhan engkau tercipta,
dengan kalimat Nya jua kita sah jadi sejiwa.

Zawwajtuka...begitu walimu berkata,
Qabiltu...ku sambut dengan suka cita,
Arasy pun berguncang karenanya,
Sementara iblis merana hatinya.

Darul Ihsan - Lambaed, Aceh Besar, 15 April 2016

Ibnu Athaillah as-Sakandari: Perbedaan Orang Baik dan Jahat

Seorang ulama besar di masanya Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitabnya "Taajul Aruus al-Haawii fii Tahdziibin Nufuus"

شتان بين أهل السعادة وأهل الشقاوة : فأهل السعادة إذا رأوا إنساناً على معصية الله أنكروا عليه الظاهر ، ودعوا له في الباطن . وأهل الشقاوة يُنكرون عليه تشفيا فيه ، وربما ثلبوا عليه عرضه ، فالمؤمن من كان ناصحاً لأخيه في الخلوة ، ساتراً له في الجلوة . وأهل الشقاوة بالعكس : إذا رأوا إنساناً على معصية أغلقوا عليه الباب وفضحوه فيها ، فهؤلاء لا تُنور بصائرهم ، وهم عند الله مبعدون.
- كتاب: تاج العروس الحاوي في تهذيب النفوس

"Beda jauh antara orang baik dan orang jahat, orang baik apabila melihat seseorang melanggar aturan Allah, mereka menegurnya secara terang-terangan dan mendoakan kebaikan untuknya secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan orang jahat menegurnya karena ingin menjatuhkannya, bahkan kadangkala sampai menodai kehormatan dirinya. Seorang mukmin adalah yang menasehati saudaranya dalam kesendirian lalu menutupi keburukannya di keramaian. Sedangkan orang jahat apabila mendapati saudaranya berbuat dosa, justru menutup pintu rapat-rapat lalu menyebarkan aibnya di keramaian. Mereka (orang jahat) itu, hati mereka tidak bercahaya dan mereka dijauhkan dari Allah."

Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu pindah ke Kairo. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Di kota tersebut ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fikih mazhab Imam Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di waktu yang sama dia juga dikenal luas dibidang tasawuf sebagai seorang “master” (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.

Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.

Ia tergolong ulama yang produktif, tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibn Ajiba.

Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir, ‘Unwan at-Taufiq fi’dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil al-Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara ibn ‘Athaillah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.

Ibn ‘Athaillah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.

Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn ‘Athillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.

Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku ibn Athaillah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al Hikam yang melegenda ini. (yma) | Mudhiatulfata

Dayah Darul Aman Lubuk Gelar Kegiatan Dakwah Islamiyah

Assalamualaikum Wr. Wb.
Kami mengundang seluruh umat islam yang berada di kawasan Aceh Besar & Banda Aceh untuk memeriahkan MALAM CINTA RASUL pada Tanggal 16 Maret 2016 (Malam Kamis) Pukul 20.30 Wib.

Susunan Acara:
Dakwah Islamiyah Oleh Tokoh  Ulama Aceh Besar  Tgk. Muksalmina A. Wahab (Pimpinan Dayah Ruhul Fatayat, Seulimum Aceh Besar) dan Qari oleh Tgk. Takdir Feriza (Qari Terbaik Dunia 2015).

Dress Code :
Laki : Berbusana Muslim, Sopan.
Perempuan : Berbusana Muslimah, Sopan.

Contact Person : 085260023523 (Sekretariat Dayah)

visit : www.dayahdarulaman.com
Like : https://www.facebook.com/darulamanlubuk

Nikmati Dunia, Namun Jangan Lupakan Akhirat

Oleh: Saiful Hadi

Setiap gaya yang bekerja pada sebuah sistem bangunan dianggap telah seimbang apabila penjumlahan seluruh gaya-gaya tersebut menghasilkan nilai nol. Bukan hanya pada bangunan saja, sudah dimaklumi bersama seluruh sistem kehidupan ini bisa berjalan dengan baik karena ada keseimbangan, sehingga jika terlalu kurang menjadi tidak baik dan jika terlalu berlebihan pun juga bisa berakibat buruk.

Pada masa Rasulullah ada beberapa sahabat yang ingin memfokuskan dirinya hanya untuk beribadah, bahkan sampai-sampai ada yang memutuskan untuk tidak menikah agar bisa konsentrasi penuh beribadah. Rupanya hal ini mendapatkan teguran keras dari Rasulullah, karena secara tidak langsung kehidupan semacam itu sudah mirip dengan gaya hidup rahib yang memang tidak menikah.

Agama menganjurkan kita untuk zuhud dengan kehidupan dunia, tapi bukan berarti tidak boleh menikmati kesenangan dunia, yang menjadi penekanan disini adalah jangan sampai kesenangan dunia menyebabkan lupa terhadap akhirat yang kekal abadi. Dalam surat Al-Qasas ayat 77 Allah Ta'ala berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasas  : 77)

Syaikh wahbah Azzuhaili dalam tafsir al-munir menjelaskan, yang dimaksud "janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi" kita dibenarkan untuk menikmati kebahagian dunia yang berupa makanan yang baik, pakaian yang bagus, tempat tinggal yang nyaman dan termasuk menikah, karena semua hal tersebut adalah perkara yang dibolehkan oleh Allah Ta'ala. Ibnu Umar mengatakan bekerjalah untuk duniamu seolah-seolah kamu hidup seribu tahun lagi, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah kamu akan mati besok [1].

Pesan utama dalam ayat tersebut carilah kebahagian akhirat dengan nikmat yang telah Allah berikan berupa harta dengan cara menafkahkannya pada jalan ketaatan kepada Allah dengan harapan mencari ridha dan mendekatkan diri kepada Nya. Dunia ini merupakan tempat bercocok tanam yang hasilnya dipetik di akhirat, untuk itu berbuat baiklah kepada sesama manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita dengan jalan bersedekah dan hal-hal positif lainnya [2].

[1] Tafsir Al-Munir, Surat Al-Qasas 77
[2] Tafsir Jalalain, Surat Al-Qasas 77

Pajang Foto di Sosmed, Apa Hukumnya?

Gambar wanita yang berada pada foto itu bisa disamakan dengan gambar yang ada pada cermin, dalam hal sama-sama bukan wujud asli dari bendanya. Jika gambar yang ada dicermin adalah bayangan dari suatu benda, gambar yang dihasilkan dari kamera yang berupa foto adalah pantulan cahaya pada suatu benda. Karena itulah hukum melihat gambar wanita pada foto bisa disamakan dengan melihat gambar pada cermin.
 
Menurut pendapat ulama', melihat bayangan wanita yang berada dikaca atau dipermukaan air itu diperbolehkan, karena tidak melihat secara langsung, dan yang dilihat hanyalah bayangan yang menyerupai wanita bukan wujud dari wanitanya. Hal ini dikuatkan dengan penjelasan para fuqaha' yang menyatakan, apabila seorang laki-laki menggantungkan talaknya dengan melihat seorang wanita, maka dengan hanya melihat gambarnya dicermin belum dianggap ta'liq talaknya jatuh.

Namun diperbolehkannya melihat foto seorang wanita bagi laki-laki yang bukan mahramnya  dengan ketentuan ketika melihatnya tidak syahwat, sehingga apabila saat melihatnya menimbulkan syahwat, maka hukumnya haram. Dan ketentuan bagi orang yang memasang fotonya adalah tidak memasang foto yang merangsang timbulnya syahwat bagi orang yang melihatnya.
 
Kesimpulannya, hukum memasang foto wanita sebagai banner PILKADA atau sebagai foto profil akun facebook yang dapat dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya, itu diperbolehkan asalkan foto yang dipasang bukan foto yang dapat menarik kepada kemaksiatan atau dapat menimbulkan fitnah dan syahwat, seperti foto yang memperlihatkan aurat.

Wallahu a'lam.
 
Referensi :
1. Tafsir Ayatul Ahkam Lisy-Sayis, Juz : 1  Hal : 677
2. Hasyiyah I'anatut Tholibin, Juz : 3  Hal : 301
3. Fatawi Darul Ifta' al-Mishriyah, Juz : 7  Hal : 220
 
Teks Arab :
- Tafsir Ayatul Ahkam Lisy-Sayis, Juz : 1  Hal : 677
 
ولعلك تريد بعد ذلك أن تعرف حكم ما يسمى بالتصوير الشمسي أو الفتوغرافي فنقول: يمكنك أن تقول: إنّ حكمها حكم الرقم في الثوب، وقد علمت استثناءه نصا. ولك أن تقول: إن هذا ليس تصويرا، بل حبس للصورة، وما مثله إلا كمثل الصورة في المرآة
 
- Hasyiyah I'anatut Thalibin, Juz : 3  Hal : 301
 
مهمة [في بيان النظر المحرم والجائز وغير ذلك] يحرم على الرجل ولو شيخا هما تعمد نظر شيء من بدن أجنبية حرة أو أمة بلغت حدا تشتهى فيه ولو شوهاء أو عجوزا وعكسه خلافا للحاوي كالرافعي وإن نظر بغير شهوة أو مع أمن الفتنة على المعتمد لا في نحو مرآة
 
قوله: لا في نحو مرآة) أي لا يحرم نظره لها في نحو مرآة كماء وذلك لانه لم يرها فيها وإنما رأى مثالها. ويؤيده قولهم لو علق طلاقها برؤيتها لم يحنث برؤية خيالها والمرأة مثله فلا يحرم نظرها له في ذلك. قال في التحفة: ومحل ذلك، كما هو ظاهر، حيص لم يخش فتنة ولا شهوة
 
- Fatawi Darul Ifta' al-Mishriyah, Juz : 7  Hal : 220
 
والذى تدل عليه الأحاديث النبوية الشريفة التى رواها البخارى وغيره من أصحاب السنن وترددت فى كتب الفقه، أن التصوير الضوئى للإنسان والحيوان المعروف الآن والرسم كذلك لا بأس به، إذا خلت الصور والرسوم من مظاهر التعظيم ومظنة التكريم والعبادة وخلت كلذلك عن دوافع تحريك غريزة الجنس وإشاعة الفحشاء والتحريض على ارتكاب المحرمات
SUMBER :
> fikihkontemporer.com