Masjid Darul Falah, Masjid Ramah Anak-anak
Galau yang Membawa Berkah
Hati yang Sakit
Hati yang terliputi kebencian, baginya hanya ada ketidak baikan, yang baik sekalipun terlihat masih kurang baik, apalagi yang tidak baik akan semakin kurang baik baginya.
Yang telah cukup masih ia rasa kurang, nikmat Tuhan saja tidak ia hargai, apalagi pemberian sesama manusia. Barang bagus selalu ada cacatnya. Walhasil, yang ada hanya gerutu, kutuk, celutuk, keluh, sesal dan tak ada puasnya. Kayanya saja masih terasa miskin, karena memang ia selalu miskin.
Rumah yang luas selalu terasa semping, istri yang jelita pun ia rasa masih kurang pesonanya. Sehatpun ia rasa sakit, sebab memang tak pernah sehat, itu semua berhulu dari hati yang selalu ada benci, tak pernah ridha sehingga selalu kurang. [Tasawuf Modern-Hamka]
Bidadariku
Oleh: Saiful Hadi
Bidadariku
Engkau adalah penyejuk mata,
sahabat bermesra di sepanjang masa,
dan teman setia kala dirundung duka.
Kehadiranmu mengokohkan jiwa,
serta menyempurna separuh agama.
Bidadari yang celik matanya,
ku tahu engkau adalah ciptaan yang Maha perkasa,
dengan "Kun" dari Tuhan engkau tercipta,
dengan kalimat Nya jua kita sah jadi sejiwa.
Zawwajtuka...begitu walimu berkata,
Qabiltu...ku sambut dengan suka cita,
Arasy pun berguncang karenanya,
Sementara iblis merana hatinya.
Darul Ihsan - Lambaed, Aceh Besar, 15 April 2016
Ibnu Athaillah as-Sakandari: Perbedaan Orang Baik dan Jahat
Seorang ulama besar di masanya Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitabnya "Taajul Aruus al-Haawii fii Tahdziibin Nufuus"
شتان بين أهل السعادة وأهل الشقاوة : فأهل السعادة إذا رأوا إنساناً على معصية الله أنكروا عليه الظاهر ، ودعوا له في الباطن . وأهل الشقاوة يُنكرون عليه تشفيا فيه ، وربما ثلبوا عليه عرضه ، فالمؤمن من كان ناصحاً لأخيه في الخلوة ، ساتراً له في الجلوة . وأهل الشقاوة بالعكس : إذا رأوا إنساناً على معصية أغلقوا عليه الباب وفضحوه فيها ، فهؤلاء لا تُنور بصائرهم ، وهم عند الله مبعدون.
- كتاب: تاج العروس الحاوي في تهذيب النفوس
"Beda jauh antara orang baik dan orang jahat, orang baik apabila melihat seseorang melanggar aturan Allah, mereka menegurnya secara terang-terangan dan mendoakan kebaikan untuknya secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan orang jahat menegurnya karena ingin menjatuhkannya, bahkan kadangkala sampai menodai kehormatan dirinya. Seorang mukmin adalah yang menasehati saudaranya dalam kesendirian lalu menutupi keburukannya di keramaian. Sedangkan orang jahat apabila mendapati saudaranya berbuat dosa, justru menutup pintu rapat-rapat lalu menyebarkan aibnya di keramaian. Mereka (orang jahat) itu, hati mereka tidak bercahaya dan mereka dijauhkan dari Allah."
Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu pindah ke Kairo. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.
Di kota tersebut ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fikih mazhab Imam Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di waktu yang sama dia juga dikenal luas dibidang tasawuf sebagai seorang “master” (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.
Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.
Ia tergolong ulama yang produktif, tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibn Ajiba.
Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir, ‘Unwan at-Taufiq fi’dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil al-Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara ibn ‘Athaillah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.
Ibn ‘Athaillah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.
Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn ‘Athillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.
Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku ibn Athaillah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al Hikam yang melegenda ini. (yma) | Mudhiatulfata
Dayah Darul Aman Lubuk Gelar Kegiatan Dakwah Islamiyah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Kami mengundang seluruh umat islam yang berada di kawasan Aceh Besar & Banda Aceh untuk memeriahkan MALAM CINTA RASUL pada Tanggal 16 Maret 2016 (Malam Kamis) Pukul 20.30 Wib.
Susunan Acara:
Dakwah Islamiyah Oleh Tokoh Ulama Aceh Besar Tgk. Muksalmina A. Wahab (Pimpinan Dayah Ruhul Fatayat, Seulimum Aceh Besar) dan Qari oleh Tgk. Takdir Feriza (Qari Terbaik Dunia 2015).
Dress Code :
Laki : Berbusana Muslim, Sopan.
Perempuan : Berbusana Muslimah, Sopan.
Contact Person : 085260023523 (Sekretariat Dayah)
visit : www.dayahdarulaman.com
Like : https://www.facebook.com/darulamanlubuk
Nikmati Dunia, Namun Jangan Lupakan Akhirat
Oleh: Saiful Hadi
Setiap gaya yang bekerja pada sebuah sistem bangunan dianggap telah seimbang apabila penjumlahan seluruh gaya-gaya tersebut menghasilkan nilai nol. Bukan hanya pada bangunan saja, sudah dimaklumi bersama seluruh sistem kehidupan ini bisa berjalan dengan baik karena ada keseimbangan, sehingga jika terlalu kurang menjadi tidak baik dan jika terlalu berlebihan pun juga bisa berakibat buruk.
Pada masa Rasulullah ada beberapa sahabat yang ingin memfokuskan dirinya hanya untuk beribadah, bahkan sampai-sampai ada yang memutuskan untuk tidak menikah agar bisa konsentrasi penuh beribadah. Rupanya hal ini mendapatkan teguran keras dari Rasulullah, karena secara tidak langsung kehidupan semacam itu sudah mirip dengan gaya hidup rahib yang memang tidak menikah.
Agama menganjurkan kita untuk zuhud dengan kehidupan dunia, tapi bukan berarti tidak boleh menikmati kesenangan dunia, yang menjadi penekanan disini adalah jangan sampai kesenangan dunia menyebabkan lupa terhadap akhirat yang kekal abadi. Dalam surat Al-Qasas ayat 77 Allah Ta'ala berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasas : 77)
Syaikh wahbah Azzuhaili dalam tafsir al-munir menjelaskan, yang dimaksud "janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi" kita dibenarkan untuk menikmati kebahagian dunia yang berupa makanan yang baik, pakaian yang bagus, tempat tinggal yang nyaman dan termasuk menikah, karena semua hal tersebut adalah perkara yang dibolehkan oleh Allah Ta'ala. Ibnu Umar mengatakan bekerjalah untuk duniamu seolah-seolah kamu hidup seribu tahun lagi, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah kamu akan mati besok [1].
Pesan utama dalam ayat tersebut carilah kebahagian akhirat dengan nikmat yang telah Allah berikan berupa harta dengan cara menafkahkannya pada jalan ketaatan kepada Allah dengan harapan mencari ridha dan mendekatkan diri kepada Nya. Dunia ini merupakan tempat bercocok tanam yang hasilnya dipetik di akhirat, untuk itu berbuat baiklah kepada sesama manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita dengan jalan bersedekah dan hal-hal positif lainnya [2].
[1] Tafsir Al-Munir, Surat Al-Qasas 77
[2] Tafsir Jalalain, Surat Al-Qasas 77
Pajang Foto di Sosmed, Apa Hukumnya?
Gambar wanita yang berada pada foto itu bisa disamakan dengan gambar yang ada pada cermin, dalam hal sama-sama bukan wujud asli dari bendanya. Jika gambar yang ada dicermin adalah bayangan dari suatu benda, gambar yang dihasilkan dari kamera yang berupa foto adalah pantulan cahaya pada suatu benda. Karena itulah hukum melihat gambar wanita pada foto bisa disamakan dengan melihat gambar pada cermin.
Menurut pendapat ulama', melihat bayangan wanita yang berada dikaca atau dipermukaan air itu diperbolehkan, karena tidak melihat secara langsung, dan yang dilihat hanyalah bayangan yang menyerupai wanita bukan wujud dari wanitanya. Hal ini dikuatkan dengan penjelasan para fuqaha' yang menyatakan, apabila seorang laki-laki menggantungkan talaknya dengan melihat seorang wanita, maka dengan hanya melihat gambarnya dicermin belum dianggap ta'liq talaknya jatuh.
Namun diperbolehkannya melihat foto seorang wanita bagi laki-laki yang bukan mahramnya dengan ketentuan ketika melihatnya tidak syahwat, sehingga apabila saat melihatnya menimbulkan syahwat, maka hukumnya haram. Dan ketentuan bagi orang yang memasang fotonya adalah tidak memasang foto yang merangsang timbulnya syahwat bagi orang yang melihatnya.
Kesimpulannya, hukum memasang foto wanita sebagai banner PILKADA atau sebagai foto profil akun facebook yang dapat dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya, itu diperbolehkan asalkan foto yang dipasang bukan foto yang dapat menarik kepada kemaksiatan atau dapat menimbulkan fitnah dan syahwat, seperti foto yang memperlihatkan aurat.
Wallahu a'lam.
Referensi :
1. Tafsir Ayatul Ahkam Lisy-Sayis, Juz : 1 Hal : 677
2. Hasyiyah I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 301
3. Fatawi Darul Ifta' al-Mishriyah, Juz : 7 Hal : 220
Teks Arab :
- Tafsir Ayatul Ahkam Lisy-Sayis, Juz : 1 Hal : 677
ولعلك تريد بعد ذلك أن تعرف حكم ما يسمى بالتصوير الشمسي أو الفتوغرافي فنقول: يمكنك أن تقول: إنّ حكمها حكم الرقم في الثوب، وقد علمت استثناءه نصا. ولك أن تقول: إن هذا ليس تصويرا، بل حبس للصورة، وما مثله إلا كمثل الصورة في المرآة
- Hasyiyah I'anatut Thalibin, Juz : 3 Hal : 301
مهمة [في بيان النظر المحرم والجائز وغير ذلك] يحرم على الرجل ولو شيخا هما تعمد نظر شيء من بدن أجنبية حرة أو أمة بلغت حدا تشتهى فيه ولو شوهاء أو عجوزا وعكسه خلافا للحاوي كالرافعي وإن نظر بغير شهوة أو مع أمن الفتنة على المعتمد لا في نحو مرآة
قوله: لا في نحو مرآة) أي لا يحرم نظره لها في نحو مرآة كماء وذلك لانه لم يرها فيها وإنما رأى مثالها. ويؤيده قولهم لو علق طلاقها برؤيتها لم يحنث برؤية خيالها والمرأة مثله فلا يحرم نظرها له في ذلك. قال في التحفة: ومحل ذلك، كما هو ظاهر، حيص لم يخش فتنة ولا شهوة
- Fatawi Darul Ifta' al-Mishriyah, Juz : 7 Hal : 220
والذى تدل عليه الأحاديث النبوية الشريفة التى رواها البخارى وغيره من أصحاب السنن وترددت فى كتب الفقه، أن التصوير الضوئى للإنسان والحيوان المعروف الآن والرسم كذلك لا بأس به، إذا خلت الصور والرسوم من مظاهر التعظيم ومظنة التكريم والعبادة وخلت كلذلك عن دوافع تحريك غريزة الجنس وإشاعة الفحشاء والتحريض على ارتكاب المحرمات
SUMBER :
> fikihkontemporer.com