Infografik: Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara


Berdasarkan keterangan dari edaran atau panduan kemenag yang beredar, sama sekali tidak terdapat larangan adzan pakai pengeras suara. Hanya saja, yang diatur adalah mengenai pemakaian mic itu sendiri, untuk shalat berjamaah, ceramah, dzikir dan sejenisnya memakai "mic dalam" yang hanya diperdengarkan untuk bagian dalam ruangan saja. Sementara untuk adzan harus memakai "mic luar" yang suaranya bisa menjangkau jauh.

Jadi Sama sekali tidak ada larangan pakai toa apalagi larangan azan. Akan tetapi, yang heboh di medsos, seolah-olah seperti dilarang adzan pakai mic luar? Tanya kenapa? Inilah pentingnya untuk mengedepankan prinsip tabayun, dan tidak tergopoh-gopoh mengambil kesimpulan hanya dari kalimat judul semata.

Berikut ini infografis mengenai tata tertib pemakaian mic yang dirilis oleh Kementerian Agama.



Ketika Hari Arafah Indonesia dan Saudi Berbeda




Oleh: Saiful Hadi

Hari Arafah merupakan puncaknya ibadah haji yang dilaksanakan pada tanggal 9 zulhijjah, dan keberadaan dari hari arafah ini pula yang menjadi perbedaan utama antara rukun haji dan umrah, dimana dalam pelaksanaan ibadah umrah tidak terdapat wuquf di arafah sehingga bisa dilaksanakan kapan saja.

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda “Al-Hajju Arafah”; Haji itu Arafah. Dan hari Arafah tersebut bertepatan dengan tanggal 9 dzulhijjah, seluruh umat islam yang sedang melaksanakan ibadah haji mestilah berada di arafah pada tanggal tersebut. Sementara puasa Arafah merupakan puasa sunnah yang dilakukan oleh mereka yang tidak sedang melaksanakan wukuf atau haji, waktu pelaksanaanya bertepatan dengan tanggal 9 dzulhijjah. Titik temu antara kedua ibadah ini adalah sama-sama berada pada tanggal 9 zulhijjah, namun pada tahun ini tersiar kabar dari pemerintahan Saudi bahwa 9 zulhijjah jatuh pada hari selasa bertepatan dengan tanggal 27 juni 2023. Sementara hasil rukyat pemerintah indonesia menetapkan 9 zulhijjah jatuh pada hari rabu tanggal 28 Juni 2023, sehingga di Indonesia hari raya Idul Adha akan dirayakan pada hari kamis 29 Juni 2023.

Mungkin ada yang bingung melihat perbedaan dari kedua negara ini, terutama mengenai kapan berpuasa sunnah arafah dan merayakan Idul Adha, ikut Arab Saudi atau ikut Indonesia? Mengenai sebab perbedaan ini, setidaknya ada beberapa alasan sebagai berikut:

Perbedaan geografis

Saudi berada di sebelah barat Indonesia, dengan posisi tersebut waktu Indonesia lebih cepat 4 jam. Akan tetapi, hilal justru lebih duluan dapat terlihat di Saudi, karena terlihatnya disebelah barat saat terbenam matahari.

Metode Penentuan Hilal dan Mathali'

Mengutip artikel dari rumahfiqih.com, Penentuan hilal bisa dengan metode rukyat ataupun hisab; hisab wujud al-Hilal atau juga Hisab Imkan ar-Ru’yah, atau gabungan dari keduanya. Hingga akhirnya kita akan menemukan perbedaan ulama pada masalah rukyat lokal atau Internasional; apakah setiap masyarakat harus mengikuti hasil perhitungan lokal, atau boleh juga mengikuti hasil dari negara Islam lainnya? Yang dalam bahasa fikihnya dikenal dengan sebutan wihdah al-Mathali’ wa ikhtilaf al-mathali’.

Mengenai masalah ikhtilaf al-mathali sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan mathali’ mempengaruhi perbedaan penentuan awal bulan di masing-masing daerah. Ini meruakan pendapat Ikrimah, al-Qosim bin Muhammad, Salim bin Abdillah bin Umar, Imam Malik, Ishaq bin Rahuyah, dan Ibnu Abbas.  (Fathul Bari, 4/123).

Bolehkah ikut Saudi?
Syaikh Ibnu Utsaimin seorang ulama terkemuka Saudi menurut beliau tidak harus mengikuti keputusan Saudi, setiap Negeri boleh mengikuti keputusan wilayahnya masing-masing. Berikut petikan lengkap fatwa beliau:

والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع ، فمثلا إذا كان الهلال قد رؤي بمكة ، وكان هذا اليوم هو اليوم التاسع ، ورؤي في بلد آخر قبل مكة بيوم وكان يوم عرفة عندهم اليوم العاشر فإنه لا يجوز لهم أن يصوموا هذا اليوم لأنه يوم عيد ، وكذلك لو قدر أنه تأخرت الرؤية عن مكة وكان اليوم التاسع في مكة هو الثامن عندهم ، فإنهم يصومون يوم التاسع عندهم الموافق ليوم العاشر في مكة ، هذا هو القول الراجح ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول ( إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا)

“Dan yang benar itu adalah sesuai perbedaan mathla’ (tempat terbit hilal). Sebagai contoh, kemarin hilal sudah terlihat di Mekah, dan hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sementara di negeri lain, hilal terlihat sehari sebelum Mekah, sehingga hari wukuf arafah menurut warga negara lain, jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka pada saat itu, tidak boleh bagi mereka untuk melakukan puasa. Karena hari itu adalah hari raya bagi mereka.

Demikian pula sebaliknya, ketika di Mekah hilal terlihat lebih awal dari pada negara lain, sehingga tanggal 9 di Mekah, posisinya tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu melakukan puasa tanggal 9 menurut kalender setempat, yang bertepatan dengan tanggal 10 di Mekah. Inilah pendapat yang kuat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا

“Apabila kalian melihat hilal, lakukanlah puasa dan apabila melihat hilal lagi (hari raya), maka berbukalah” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin)

* Artikel ini pertama tanyang pada Agustus 2018 dan disunting ulang 27 Juni 2023.

infografik sebab perbedaan hari arafah

Shalat Ketika Gempa

Gempa
Foto: liputan6.com

Sejarah mencatat, telah terjadi berbagai gempa besar di Indonesia. Dari Artikel dari yang dipublikasi oleh lantue.id (baca: Riwayat Gempa Bumi di Indonesia), sepanjang tahun 2004-2018 sedikitnya telah terjadi gempa yang kekuatannya lebih dari 5 SR  sebanyak 20 kali pada berbagai lokasi di wilayah Nusantara. Keberadaan gempa dan kapan terjadinya memang tidak bisa diprediksi, akan tetapi tetap waspada dan mempersiapkan diri dalam menghadapinya.

Dari berbagai gempa yang terjadi, umumnya korban jiwa disebabkan oleh reruntuhan bangunan, baik itu berupa bangunan rumah ataupun bangunan publik seperti tempat ibadah. Jika tiba-tiba terjadi gempa, dan sedang melaksakan shalat di dalam mesjid, apa yang harus dilakukan? membatalkan shalat atau melanjutkannya? menjawab masalah ini, mari simak ulasan yang disampaikan oleh Ustaz Ahmad Sarwat, Lc, MA mengenai Shalat Ketika Gempa berikut yang disadur dari akun facebook beliau:

-------------
Lagi Shalat Ada Gempa, Batalkan atau Teruskan?

Pada dasarnya kita tidak boleh membatalkan shalat seenaknya, kecuali ada hal-hal yang darurat dan mengharuskannya. Salah satunya adalah kalau lagi shalat terjadi gempa bumi yang teramat kuat sehingga khawatir ketimpa bangunan yang roboh, maka bukan hanya boleh membatalkan tapi justru wajib membatalkan shalat.

Kok gitu?

Sebab bila kita teruskan shalat tapi sangat beresiko ketimpa bangunan yang roboh akibat gempa itu, itu sama saja dengan menceburkan diri dalam kebinasaan. Dan hukumnya haram karena Allah SWT melarangnya dalam Al-Quran.
ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة

Jangan kamu campakkan dirimu ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah : 195)

Bahkan kalau sampai mati tertimpa bangunan, bisa saja dikategorikan dengan sengaja membunuh diri sendiri. Dan bunuh diri itu terlarang di dalam Al-Quran.
ولا تقتلوا أنفسكم

Jangan kalian membunuh diri kalian. (QS. An-Nisa' : 29)

Umar bin Al-Khattab ra ketika mengurungkan niat tidak jadi meneruskan perjalanan ke Syam karena mendengar ada wabah mematikan, dikritik orang. Kenapa khalifah tidak bertawakkal saja kepada Allah? Bukankah ajal dan nyawa itu kan sudah ada yang ngatur yaitu Allah SWT. Kenapa lari dsri ketentuan (qadarullah) Allah?

Maka Umar pun menjawab bahwa beliau meninggalkan qadarullah menuju qadarullah yang lain.

من قدر الله إلى قدر الله

Dan para ulama sejak awal sudah menyusun Kaidah Fiqhiyah yang terbangun dari hadits nabawi :

الضرر يزال

Segala kemadharatan itu harus dihalau atau dihindari.

Seringkali orang terkecoh dengan hadits-hadits tentang orang shalat dan tetap mempertahankan shalat meski ada ancaman.

Misalnya Nabi SAW perintahkan kalau lagi shalat ada ular atau kalajengking berbisa, bunuh saja. Kesannya jangan sampai shalat kita tertunda gara-gara gangguan hewan.

Atau ada juga yang berdalih bahwa Nabi SAW tetap meneruskan shalat meski cucunya, Hasan atau Husein datang mengganggu naik ke punggung saat sujud. Atau diriwayatkan beliau SAW shalat sambil menggendong cucunya, Umamah binti Zainab yang masih bayi.

Kesannya heroik sekali. Tetap khusyuk dan meneruskan shalat, walau apapun yang terjadi. Gagah sekali kesannya.

Akhirnya terbawa-bawa ke gempa. Seakan ingin melarang kita batalkan shalat dengan alasan apapun. Walaupun terjadi gempa, tetap harus shalat, begitu doktrinnya.

Dan kalau pun ketimpa bangunan masjid yang roboh, insyaallah mati syahid.

Wah wah wah ini ajaran datang dari mana lagi?