Waktu Terbaik untuk Berdoa

Waktu Terbaik untuk Berdoa

Al-Quran adalah wahyu yang mempunyai kandungan makna yang sangat mendalam, pemahaman terhadap teksnya tidak bisa sekedar berpedoman pada apa yang tersurat saja. Terkadang menggunakan redaksi bahasa yang umum dan ada juga yang khusus, juga ada ayat yang memakai Tasybih (perumpamaan), dan majaz, kesemua hal ini menambah kedalaman isi kandungan Al-Quran.

Dalam ilmu ushul fiqih, keberadaan hadist nabi bisa menjadi pentaksis (yang mengkhususkan) penjelasan untuk ayat-ayat yang masih bersifat umum. Sebagai contoh, surat Al-Ghafir ayat 60, secara umum Allah nyatakan berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Disini tak ada perincian mengenai kapan waktunya untuk berdoa, apakah saat siang atau malam, hujan atau kemarau. Kapan saja bisa karena memang tidak disebutkan waktu tertentu.

Lantas kemudian, kenapa ada waktu-waktu terbaik terbaik untuk berdoa, padahal dalam ayat tidak ada kaitannya dengan masalah waktu? Hal ini tidak terlepas dari apa yang telah Rasulullah sabdakan. Berangkat dari sana akhirnya kita mengetahui mengenai waktu-waktu terbaik untuk berdoa.

Waktu-waktu Terbaik untuk Berdoa
1. Sepertiga Malam

“Waktu yang paling dekat Allah kepada seorang hamba adalah pada malam yang terakhir. Oleh karena itu, jika kamu sanggup berada pada waktu itu sebagai orang yang berdzikir kepada Allah, maka lakukanlah.” (HR. Tirmidzi)


2. Setelah Shalat Fardhu

"Di malam yang terakhir dan akhir shalat fardhu.” (HR. Tirmidzi)


3. Antara Azan dan Iqamat
"Berdoa tidaklah ditolak antara azan dan iqamat.” (HR. Tirmidzi)

4. Ketika Turun Hujan

Imam Syafi’i meriwayatkan dalam al-Umm, 1:223-224 dengan sanadnya yang sampai kepada Makhul, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda: "Carilah waktu pengabulan doa ketika pasukan berhadapan, ketika shalat ditegakkan, dan ketika hujan turun.”


Tafsir Surat Al-Ghafir ayat 60

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

Berdoa dalam ayat ini berarti permintaan dan mendekatkan diri kepada Allah dalam semua urusan duniawi maupun ukhrawi, permintaan itu berwujud perkara-perkara yang besar maupun perkara-perkara yang remeh (al-haqirah). Sedangkan Allah akan mengabulkannya (al-ijabah), bisa dimaknai sebagai janji Allah untuk mengabulkan semua permintaan hambanya.

Kalau memang Allah berjanji akan mengabulkan permintaan hambanya, mengapa kadang manusia memohon kepadannya tidak dikabulkan doanya?. Mungkin pertanyaan ini dapat dijawab, bahwasanya orang berdoa itu ada syarat-syaratnya, maka seandainya seseorang berdoa sesuai dengan syarat-syarat berdoa, pasti akan dikabulkan, tetapi sebaliknya doa yang tidak memenuhi syaratnya juga tidak akan dikabulkan.

Di antara syarat-syarat doa, pertama, iqbal al-abdi bikuliyatihi ala Allah wakta al-du’a, bi haystu la yahsulu fi qalbihi ghayra rabahu. Seorang hamba harus menghadap kepada Allah secara totalitas, dengan tidak ada sedikitpun sesuatu selain Allah. kedua, wa an la yakuna li mafasida, doanya bukan bertujuan untuk membuat kerusakan. Ketiga, wa an layakuna fihi qathi’atu rahmin, di dalam doa tidak bermaksud memutus silaturahmi atau memutus tali persaudaraan. Keempat, wa an la yasta’jila al-ijabah, tidak keburu-buru untuk dikabulkan. Ke lima, wa anyakuna muqinan biha, dan orang yang berdo’a  harus yakin akan dikabulkan doanya oleh Allah Swt.

Maka barang siapa dalam berdoa sesuai dengan syarat-syarat doa di atas, niscaya Allah akan mengabulkan semua permintaannya, baik pemenuhan doa tersebut diwujudkan Allah dengan segera atau mungkin masih tertunda, bahkan nanti dapat dikabulkan di akhirat kelak. Untuk itu orang yang berdoa harus menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah atas semua permintaannya tersebut. Karena bisa jadi terkabulnya doa itu nanti dapat berwujud diampuninya semua dosa-dosa hamba.

Ayat 60 surat ghafir di atas ditutup dengan ungkapan, yang artinya ”….. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” Dalam Tafsirnya dimaknai dengan barang siapa sombong lagi kasar di dunia, maka di akhirat akan dihinakan atau direndahkan oleh Allah, dan barang siapa di dunia bersikap rendah diri, maka di akhirat dia akan dimulyakan oleh Allah.

Di ceritakan dalam sebuah riwayat, bahwa Dawud AS bertanya kepada Allah, wahai Tuhanku bagaimana caranya aku dapat wushul (mendekatkan diri kepadamu), Allah menjawab, wahai Dawud rendahkanlah dirimu kemudian mendekatlah kepadaku. (Al-Shawi al-Maliki, Hasyiyah al-Shawi, al-Haramain, Juz IV, hal. 16)

Orang Tua yang Shalih Membawa Berkah Sampai Tujuh Turunan

Orang Tua yang Shalih

Hari jumat merupakan hari yang sangat di anjurkan untuk membaca surat Al-Kahfi. Pada surat tersebut terdapat kisah perjumpaan Nabi Musa dg Khidir, dimana dalam perjumpaan itu Khidir pernah memperbaiki sebuah rumah yang nyaris roboh.

Rumah yang diperbaiki oleh Khidir dimiliki oleh dua orang anak yatim. Dan alasan Khidir memperbaiki rumah itu karena rupanya disitu tersimpan harta yang bakal bermanfaat bagi anak2 itu kala mereka dewasa kelak.

Yang menariknya, dalam kisah tsb disampaikan bahwa kedua orang tua anak yatim itu adalah orang yang shalih. Merujuk pada kitab2 tafsir sebagaimana dalam Tafsir Al-Munir Juz 8, rupanya kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat adalah kakek bukan ayah secara langsung , dan kedua anak yatim itu merupakan generasi yang ke-tujuh. Sementara harta yang terpendam di bawah rumah tadi merupakan anugrah dari Allah Ta'ala yang merupakan berkah dari keshalihan kakek mereka dulu.

Dari kisah ini terdapat sebuah pelajaran bagi kita semua, baik yang masih jomblo atau yang sudah berpasangan untuk bersungguh-sungguh dalam menata diri agar menjadi insan yang bertaqwa. Sebagaimana dalam kisah pada surat Al-Kahfi tersebut, keshalihan orang tua membawa berkah sampai tujuh turunan.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi


Belajar Tidak Putus Asa dari Nabi Zakaria

Belajar Tidak Putus Asa dari Nabi Zakaria

Oleh: Saiful hadi

Mengawali surat maryam, Allah Ta'ala membuka dengan kisah Nabi Zakaria alaihissalam. Beliau adalah seroang nabi yang sudah lanjut usia, demikian juga dengan istrinya, selain sudah lanjut usia juga ternyata mandul sehingga tidak bisa memberikan keturunan.

Melihat kisah Nabi Zakaria, ditengah situasi yang demikian, dimana beliau sudah sangat tua dan istri beliau mandul, namun hal itu tidak membuat beliau putus asa dengan Rahmat Allah. Nabi Zakaria tetap berdoa memohon pada Allah Ta'ala dengan suara yang lembut seraya memohon agar di anugerah seorang anak.

Dalam ayat selanjutnya dikisahkan, Allah ta'ala berfirman, bahwa memberikan seorang anak dari lelaki yang tua renta dan wanita mandul itu mudah saja baginya. Sehingga dengan izin Allah, akhirnya istri Nabi Zakaria mengandung, dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Yahya.

Dari kisah beliau kita belajar bagaimana caranya bersikap agar tidak putus asa. Ada yang sudah berkali-kali ikut tes cpns misalnya, tapi lagi-lagi gagal. Ada yang sudah berkali-kali melamar namun lagi-lagi ditolak. Semua itu jangan menyebabkan tenggelam dalam kekecewaan dan keputusasaan, selama kita bergantung pada Allah ta'ala insyaAllah tidak akan pernah kecewa. Akan tetapi jika berharap pada manusia maka bersiap2lah untuk kecewa.

Pada ayat berikutnya dalam surat maryam, setelah menjelaskan kisah Nabi Zakaria disusul dengan Kisah Maryam. Dan kisah ini terdapat hal yang lebih hebat. Jika tadi sebelumnya Allah mengisahkan seorang Zakaria yang sudah tua renta, dan istri yang tua lagi mandul, namun dengan izin-Nya akhirnya beroleh keturunan. Pada kisah Maryam, Allah hendak mengisahkan bagaimana seorang wanita bisa melahirkan seorang anak bahkan tanpa ada kehadiran seorang suami.

Hal penting yang harus kita yakini, bahwa Allah Ta'ala maha kuasa sehingga mampu melakukan apa saja, bahkan untuk hal2 yang tidak masuk akal bagi nalar manusia. Dari dua kisah (Nabi Zakaria dan Maryam), begitu jelasnya kekuasaan Allah dalam penciptaan termasuk untuk hal yang tidak logis sekalipun. Untuk itu bermohonlah pada-Nya semata, biarpun dalam pandanganmu tidak mungkin akan tetapi menjadi mungkin jika Allah yang kehendaki.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi

InsyaAllah Nabi Musa dan Nabi Ismail

InsyaAllah Nabi Musa dan Nabi Ismail

Kalimat insyaAllah bukan sekedar pemanis kata ketika berbahasa. Sebab, ucapan tersebut menjadi sebuah sunnah dan etika bagi kita untuk selalu mengaitkan apapun yang akan dikerjakan dengan kehendak Allah melalui ucapan InsyaAllah.

Terkadang sering timbul kurang percaya kala ada yang mengaitkan sesuatu rencana dengan kalimat tersebut. Dan lebih parah lagi dianggap sebagai sebuah bentuk ketidakseriusan atau ketidakpastian.

Di dalam Al-Quran sendiri terdapat tiga kisah mengenai pengucapan InsyaAllah. Ada InsyaAllah yang serius dikerjakan dan ada yang menjadi ketidakpastian. Malahan ada yang ditegur oleh Allah lantaran lupa mengucapkan InsyaAllah.

Untuk InsyaAllah yang serius kita dapatkan dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sementara yang tidak pasti kita dapati dalam kisah Nabi Musa ketika berjumpa dengan Khaidir. Sementara Rasulullah saw pernah ditegur oleh Allah karena lupa mengucapkan InsyaAllah.

Mengenai kisah ditegurnya Rasullah kita dapati dalam surat al-Kahfi ayat 23 s.d 24 Allah ta'ala berfirman:

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,” (QS. Al-Kahfi, Ayat 23)

إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا

kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.” (QS. Al-Kahfi, Ayat 24)

Pada ayat ke 23 s.d 24 tersebut Allah ta'ala mengingatkan Rasulullah  agar jangan pernah mengatakan "aku akan melakukannya besok" untuk sesuatu yang telah diazamkan, melainkan menyertainya dengan mengatakan kalimat "In Syaa Allah".

Latar belakang dibalik turunnya ayat ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitab Tafsir Al-Munir Juz 8, menurut Muhammad bin Ishaq suatu ketika kaum Qurays menemui para Rahib Yahudi di Madinah bertanya perihal kenabian Nabi Muhammad saw. Lalu para Rahib tersebut berkata: "Tanyakanlah pada Muhammad tentang tiga hal: yaitu tentang pemuda yang tertidur di dalam Gua, kisah seorang laki-laki yang menjelajah dunia dari barat ke timur, dan tanyakan juga ia mengenai ruh, jika ia mampu menjelaskan kepada kalian tentang itu semua, berarti ia adalah seorang Nabi. Sebaliknya jika ia tidak mampu maka ia hanya mengaku2 nabi.

Lalu mereka kembali ke Mekkah dan selanjutnya bertemu dengan Rasulullah utk menanyakan hal2 yang telah disampai Rahib yahudi sebelumnya. Saat Rasulullah ditanyakan mengenai hal tersebut, beliau bersabda: "Saya akan menjawab pertanyaan kalian besok. Namun beliau tidak mengatakan InsyaAllah".

Hari berganti hari hingga berselang lima hari sejak pertanyaan di ajukan, akan tetapi Rasulullah belum menjawabnya lantaran belum turun wahyu. Tak lama kemudian datanglah Jibril yang membawa surat Al-Kahfi yang didalamnya berisikan kisah Pemuda yang tertidur di gua dan kisah Raja Iskandar Zulkarnen yang menjelah dunia, serta juga berisi teguran bagi Rasulullah untuk senantisa mengaitkan keinginan dengan kehendak Allah melalui ucapan "InsyaAllah".

Dalam kisah selanjutnya pada surat Al-Kahfi diceritakan mengenai Nabi Musa dan Nabi Khidhir alaihimassalam. Saat Nabi Khidhir meragukan kesabaran dan keteguhan hati Nabi Musa dalam mengikuti dan mentaatinya, spontan keluar kata insyaallah dari mulut Nabi Musa bahwa beliau akan bersabar.

قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا 

Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (QS. Al-Kahfi : 69)

Meski sudah mengucapkan insyaAllah, ternyata Nabi Musa akhirnya tidak mampu bersabar sebagaimana yang telah ia ucapkan. Dari tiga peristiwa aneh yang dilakukan oleh Nabi Khaidir, beliau tidak mampu menahan diri untuk bersabar agar tidak bertanya sebelum dijelaskan.

Sementara dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 102 dikisahkan mengenai ucapan InsyaAllah dari Nabi Ismail As. Ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih Ismail yang mana hal itu merupakan perintah Allah SWT, dan hal itu lalu diceritakan kepada Ismail, ternyata dengan tegas dan pasti beliau mengiyakan perintah itu dengan disertai lafadz InsyaAllah juga.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash-Shaaffaat : 102)

Dan insyaallah yang diucapkan Nabi Ismail itu benar-benar beliau wujudkan. Buktinya beliau bersedia menyerahkan lehernya untuk disembelih ayahandanya sendiri.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi