Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu, allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammadin fi kulli lamhatin wanafasin 'adadama wasi'ahu ilmullah.

Hadirilah pengajian kitab Riyadhussalahin imam Nawawi
  • Pemateri: Ustaz Dr.Safrizal, M.A
  • Hari selasa 25 februari 2020 (selepas ashar) 
  • Tempat: Zawiyah Idrisiyyah Aceh/Bustan As Sofa jalan prada utama Lamgugob no.1 kecamatan syiah kuala Banda Aceh. 
Cp. Firdaus wa(+60193591850)
Arifin Terengganu wa(+60179665265)


Budayakan Ucapan "InsyaAllah"

Oleh: Saiful Hadi

Short link: bit.ly/ucapinsyaallah

Mengucapkan InsyaAllah merupakan ajaran para Nabi. Perihal InsyaAllah tersebut, Nabi Musa AS pernah mengucapkan kalimat itu dalam dua situasi.

Situasi pertama sebagaimana yang dikisahkan dalam QS. Al-Kahfi, dimana saat itu beliau berjumpa dengan Khaidir dalam rangka belajar padanya. Namun Khaidir mensyaratkan agar Nabi Musa jangan bertanya sebelum dijelaskan, lantas Nabi Musa pun mantap menjawab "Insya Allah engkau akan dapati aku orang yang sabar, dan tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun." Tapi biarpun beliau telah bertekat tidak bertanya, tetap saja akhirnya beliau bertanya karena penasaran dengan sikap Khaidir.

Sementara situasi kedua seperti yang dikisahkan dlm QS. Al-Qashas, saat itu Nabi Musa diundang oleh Nabi Syuaib ke rumahnya karena telah menolong kedua putrinya saat memberi minum binatang ternak mereka. Dalam pertemuan itu Nabi Syuaib menawarkan kepada Nabi Musa untuk menikah dengan salah seorang putri beliau, dengan syarat bahwa Musa bersedia mengurus hewan-hewan ternak Nabi Syuaib selama delapan tahun. Lalu Nabi Musa pun menjawab "Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik".

Dan faktanya setelah itu, Nabi Musa benar-benar menikah dengan putri Nabi Syuaib dan mengabdi pada beliau dengan mengelola peternakan. Biarpun awalnya disyaratkan selama delapan tahun, beliau lebihkan dua tahun dari ketentuan yang disyaratkan sehingga genap menjadi 10 tahun.

Beranjak dari kisah Nabi Musa ini, sebagian Ulama berpendapat bahwa boleh saja mahar yang diberikan kepada istri berupa jasa. Hal ini sebagaimana yang dilakoni Nabi musa saat menikah dengan putri Nabi Syuaib.

Pada masa Rasulullah pun pernah suatu ketika beliau menikahkan seorang sahabatnya dengan mahar mengajarkan al-quran untuk istrinya. Hal ini terjadi karena calon suami saking miskinnya, sehingga cincin besi pun tak punya untuk ia berikan sebagai mahar. Ketika Rasulullah bertanya padanya apakah ada ayat al-quran yang engkau hafal? Ia mengatakan ada, sehingga dinikahkanlah sahabat tersebut dengan mahar berupa mengajarkan al-quran untuk istrinya.

Pelajaran pentingnya adalah mengucapkan InsyaAllah bukan sekedar pemanis kata ketika berbahasa. Melainkan menjadi suatu etika bagi kita agar mengaitkan perkara yang akan dikerjakan dengan kehendak Allah, yaitu melalui ucapan InsyaAllah.

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi

Ebook: Fiqih Praktis Mawaris




Ilmu faraidh merupakan ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam Islam. Melalui ilmu ini, harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia dapat dibagikan secara adil kepada orang yang berhak menerimanya. Dengan adanya ilmu ini sekaligus dapat mencegah timbulnya perselisihan karena perebutan harta warisan.

Dewasa ini, dimana pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat. Namun dalam hal pembagian harta warisan malah kembali ke zaman jahiliyah dikarenakan awamnya pemahaman terhadap ilmu mawaris. Permasalahan yang muncul sekarang adalah selain tidak paham ilmunya juga sangat jarang dikaji secara mendalam.

Faktor media terutama televisi juga banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam hal warisan. Tidak jarang kita saksikan, orang yang seharusnya tidak mendapat bagian warisan tapi dengan bermodalkan surat tertentu tiba-tiba sudah mendapatkan bagian. tontonan yang harusnya hanya berupa tontonan namun mirisnya sudah diajadikan tuntunan, walhasil pembagian harta warisan dilakukan menurut adat istiadat yang berlaku bukan melalui ketentuan syariat.

Faraidh, Ilmu yang Begitu Penting

Ilmu mawaris menjadi penting untuk dipelajari, salah satu alasannya adalah karena terdapat perintah khusus dari Rasulullah agar dipelajari dengan seksama. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda:
Dari A'raj radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

Dalam hadist di atas terdapat perintah yang tegas dari Rasulullah agar belajar serta mengajarkan ilmu faraidh. Secara kaidah usul fiqih, setiap kalimat "amar" atau perintah selama tidak ada indikasi yang memberi pemahaman ke arah sunah atau mubah maka hukumnya adalah wajib. Sehingga mempelajari ilmu faraidh adalah sebuah kewajiban, setidaknya wajib secara kifayah.

Download Gratis, klik disini: [Download  ##download##] 

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi

Seorang Suami Harus Peka Terhadap Istrinya


Short link: bit.ly/jadisuamipeka

Ada sepotong kisah menarik mengenai Al Qadhi 'Iyadh, beliau merupakan salah seorang sab'atu rijal yiatu tujuh orang wali dan ulama' yang makamnya paling banyak diziarahi di kota Marrakesh, Maroko.

Jadi kisahnya begini, suatu ketika beliau berkunjung ke salah seorang sahabatnya, dan disana beliau mendapati sebuah kitab yang sangat menarik untuk dibaca. Kitab tersebut merupakan karya sang sahabat yang baru saja selesai ditulis.

Lalu Al Qadhi 'Iyadh pun meminta izin agar kitab tersebut bisa beliau pinjam untuk dibaca dirumah. Oleh sahabatnya itu diizinkanlah pinjam selama sehari.

Kisah selanjutnya, tetibanya Al Qadhi 'Iyadh di rumah, beliau gunakan seluruh waktu untuk menuntaskan bacaan kitab tadi karena besok hendak dikembalikan. Nah karena saking khusuknya membaca, sampai-sampai beliau tidak sadar bahwa istrinya sedang memanggilnya. Sang Istri akhirnya merasa dicuekin, karena sang Qadhi lebih asyik dengan kitabnya. Merasa kalah pesona dengan kitab, istri Al Qadhi 'Iyadh pun terbakar api cemburu. 

Keesokan paginya, Qadhi 'Iyadh beranjak ke masjid hendak menunaikan shalat subuh berjamaah. Saat beliau pulang kerumah, beliau dapati istrinya sedang memasak sesuatu di dapur. Namun aroma masakan istrinya pada pagi itu tercium sangat aneh. Beliau tanya, "sedang masak apa istriku?" Dijawab oleh istrinya, "lihat saja sendiri, nanti juga engkau akan tahu".

Alangkah terkejutnya Al Qadhi 'Iyadh ketika berada di dapur, aroma masakan yang aneh tadi ternyata berasal kertas yang terbakar. Beliau teliti dengan seksama kertas yang terbakar itu, rupanya itu merupakan kitab yang beliau pinjam kemarin. Dan sudah dibakar habis oleh sang istri karena ia merasa diduakan dengan kitab itu.

Ditengah situasi yang kacau balau itu, beliau segera bergegas ke ruang bacanya untuk menyalin ulang apa saja yang beliau ingat dari yang telah beliau baca semalam. Akhirnya tuntas juga beliau menyalin ulang kitab sahabatnya yang telah dibakar oleh sang istri hanya dengan bermodalkan ingatan. 

Keesokan harinya beliau berjumpa kembali dengan sahabatnya untuk mengembalikan kitab tadi. Saat kitab salinan itu beliau kembalikan, beliau bertanya pada sahabatnya, "apakah ada yang kurang?" Sahabatnya pun bilang "semua isi pas, tidak ada yang kurang sedikit pun".

Melihat kisah ini, betapa luar biasanya ingatan Al Qadhi 'Iyadh, biarpun baru semalam beliau membaca, namun sudah mampu beliau tulis ulang kitab yang dibakar istrinya. 

Belajar dari peristiwa yang dialami oleh Qadhi 'Iyadh, sebagai suami mestilah bersabar dalam mendidik istri. Dan seorang suami juga harus peka terhadap istri, jangan sampai mengabaikannya, apalagi lalai dengan smartphone saat sedang bersama dengannya. 

  • [accordion]
    • Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
      • Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:

        Paypal: hadissoft@gmail.com | atau 
        BRI Syariah 1054184162 an. Saiful Hadi