Bisa dikatakan, kebanyakan pembahasan pertama yang ada dalam kitab fiqih adalah masalah thaharah, dan diawal masalah thaharah ini bakal dikupas terlebih dahulu tentang jenis-jenis air. Sudah lazim kita ketahui air yang bisa dipakai untuk berwudhu adalah air mutlaq. Pada kitab Fathul Muin karya Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibary yang merupakan murid Syaikhuna Ibnu Hajar al-Haitamiy, beliau jelaskan mengenai pengertian air mutlaq sebagai berikut:
الماء المطلق وهو ما يقع عليه اسم الماء بلا قيد
Air mutlaq adalah apa saja yang jatuh diatasnya oleh nama air dengan ketiadaan kaitan apapun.
Ringkasnya yang dimaksud dengan air mutlaq adalah air yang tidak berkaitan dengan apapun. Kebalikan dari air mutlaq adalah air muqayyad yakni air yang namanya selalu berkaitan dengan benda lain, contohnya seperti air mawar, air teh, air kelapa dan sebagainya. Namun demikian, jika dalam penamaan air tersebut dikaitkan dengan nama tempat seperti "air laut" maka itu tetap disebut dengan air mutlaq.
Secara jenisnya, air mutlaq dibagi menjadi tujuh jenis air. Yaitu air hujan, air embun, air salju, air laut, air sungai, air sumur, dan air dari mata air. Ketujuh jenis air ini bisa dipakai untuk mensucikan hadast dan najis karena selain zatnya suci juga sanggup menyucikan benda yang lain. Berbeda dengan air musta'mal, dimana hanya dia saja yang suci namun tidak sanggup untuk mensucikan zat yang lain, contohnya seperti air mawar, kopi dan air teh.
Sementara mutlaq air ini bermakna semua jenis air, didalamnya termasuk air mutlaq itu sendiri, air musta'mal, air najis dan sebagainya. Bisa disimpulkan bahwa "mutlaq air" adalah otomatis menjadi kalimat isem (nama), sedangkan "air mutlaq" adalah bentuk kalimat sifat-disifati yakni sifat air tersebut yang mutlaq karena tidak berkaitan dengan apapun.
Referensi: Kitab I’anatuth Thalibin Juz 1, Syarat-Syarat Sah Shalat
Referensi: Kitab I’anatuth Thalibin Juz 1, Syarat-Syarat Sah Shalat
COMMENTS