Oleh: Saiful hadi
Dalam ajaran Islam, aurat didefinisikan sebagai sesuatu yang memalukan jika terlihat oleh orang lain. Karena itu, menutup aurat berarti menutupi hal-hal yang dapat menimbulkan rasa malu. Di sinilah letak nilai spiritual dan moralnya: menjaga aurat bukan sekadar persoalan pakaian, tetapi juga menjaga kehormatan diri.
Rasulullah ï·º pernah bersabda, “Malu itu adalah bagian dari iman.”
Artinya, setiap orang beriman seharusnya memiliki rasa malu, terutama malu kepada Allah. Rasa malu yang benar akan membuat seseorang senantiasa taat dan berusaha menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya.
Malu yang Kian Memudar
Sayangnya, di zaman modern ini rasa malu sering dianggap kuno. Banyak kita lihat gaya berpakaian yang jauh dari nilai kesopanan. Aurat terbuka dianggap hal biasa, bahkan dijadikan tren. Di negara-negara Barat misalnya, berpakaian minim di tempat umum dianggap lumrah dan modern. Sebaliknya, di sebagian wilayah lain, orang yang berpakaian sederhana dengan bahan alami malah disebut primitif.
Padahal jika ditelusuri, perbedaan itu hanya terletak pada bahan dan gaya, bukan pada hakikatnya. Di satu sisi disebut modern, di sisi lain disebut tradisional, padahal keduanya sama-sama manusia yang berpakaian sesuai kebiasaan lingkungannya. Hanya saja, standar “malu” dan “pantas” telah bergeser.
Malu Sebagai Cermin Diri
Rasa malu adalah cermin keimanan dan karakter mulia. Seorang murid yang memiliki rasa malu kepada gurunya akan belajar dengan sungguh-sungguh agar tidak mengecewakan. Seorang guru yang punya rasa malu akan mengajar dengan sepenuh hati agar tidak gagal mendidik. Orang tua yang punya rasa malu kepada anak-anaknya akan menjaga sikap dan tutur kata agar menjadi teladan.
Ketika rasa malu hilang, maka banyak hal memalukan akan terjadi. Perzinaan, perselingkuhan, dan perilaku tidak bermoral tumbuh subur ketika rasa malu sirna. Andai setiap manusia masih memiliki malu kepada Tuhan, niscaya ia tidak berani berbuat dosa, bahkan di tempat tersembunyi sekalipun, sebab Allah Maha Melihat.
Rasa malu bukan kelemahan, melainkan kekuatan. Ia adalah benteng diri agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang memalukan di hadapan manusia dan hina di hadapan Allah. Maka malulah kepada Sang Khaliq, agar tidak memalukan di hadapan makhluq.
- [accordion]
- Donasi Kamu Untuk Catatan Fiqih
- Catatan Fiqih berjalan atas kerja keras seluruh jejaring penulis dan editor. Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan catatan atau video yang mengedukasi publik dengan nilai-nilai Islam yang Rahmatan lil Alamin, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan website ini. Tranfer Donasi mu di sini:
Paypal: hadissoft@gmail.com | atau BRI 3906-01-010624-53-8 an. Saiful Hadi

COMMENTS