Oleh: Saiful Hadi
Shalat adalah induk dari segala ibadah, dan keimanan seseorang ditandai dengan ada atau tidaknya shalat, sebagaimana Sabda Nabi, bagi segala sesuatu ada tandanya, dan tanda dari iman adalah shalat. Sehingga jika shalat tidak dikerjakan maka tidak ada tanda keimanan pada diri seseorang, biarpun demikian ia tetap dihukumi statusnya sebagai seorang muslim selama tetap berkeyakinan bahwa shalat hukumnya wajib.
Dinukilkan dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali Juz. 4, hal. 457, menjelang wafatnya Rasulullah, beliau bersabda:
الصلاة الصلاة، إنكم لاتزالون متماسكين ماصليتم جميعا، الصلاة الصلاة
Shalatlah, shalatlah, sesungguhnya kamu akan senatiasa bersatu selama kalian shalat berjamaah, shalat, shalat.
Secara tersurat, dalam potongan hadist di atas Nabi telah menyatakan selama shalat jamaah selalu ditegakkan maka persatuan akan selalu terjaga. Umat ini kuat dengan jamaah, umat ini menjadi lemah jika memisahkan diri dari jamaah. Dalam hadist yang lain beliau bersabda "berjamaah itu rahmat".
Dalam surat Al-Imran ayat 103, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara..."
Islam sangat mengedapankan nilai-nilai kebersamaan, karena bahagia sejati adalah bahagia bersama-sama. Oleh karena itu, bahagia yang dicari bukan untuk diri sendiri saja, melainkan untuk bersama. Dari sebab bahagia dicari untuk bersama, dan seluruh manusia merindui untuk mencapainya, maka hadirlah persatuan keperluan dan keinginan, dari sini timbullah kecintaan dan kehendak saling menolong.
Memborong kebahagian untuk diri sendiri adalah sebuah kemustahilan. Hal ini karena, bahagia semacam itu tidak akan bertahan lama bersebab lingkungan disekitarnya masih tidak bahagia, bakal ada dengki dan benci ketika nikmat hanya melekat pada ia seorang. Pada akhirnya akan terjadilah kesenjangan sosial yang melahirkan penjahat dan perampok yang merenggut ketenangan si kaya.
Buya Hamka menyatakan "hidup bercayaha dan berseri adalah hidup yang sudi mengorbankan kesenangan dan kebahagian diri sendiri untuk kesenangan dan kebahagian bersama". Mengenai kebahagian bersama ini telah Rasulullah isyaratkan dalam sebuah sabdanya,
"Tidaklah beriman seorang kamu, sebelum ia cinta kepada Saudaranya, sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri" (HR. Bukhari dari Anas)
Senada dengan yang telah disabdakan oleh Rasulullah, salah seorang Filosof Barat yang bernama Tolstoy, ia mengatakan "bahagia sejati ialah engkau cinta sesama manusia sebagaimana mencintai dirimu sendiri. Dan engkau akan lebih bahagia lagi jika teman-temanmu telah merasa cinta kepada engkau sebagaimana cinta kepada dirinya sendir pula. Maka amanlah dunia, teraturlah pergaulan hidup, ramailah tempat ibadah, tersiarlah perdamaian di segala kalangan dan tersingkirlah pertumpahan darah".
Kembali lagi ke masalah shalat, sering kita dapati dalam Al-Quran, Allah menyandingkan kata sabar dengan shalat secara bersamaan, melalui dua hal ini kita memohon bantuan dan pertolongan dari Allah Ta'ala agar tercapai kebahagian di dunia dan akhirat kelak. Sebagaimana firman Nya dalam surat al-Baqarah
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',"
Syaikh Ali Jumuah mengatakan, kekhusukan dalam shalat bisa digapai dengan cara memperbanyak zikir saat sedang diluar shalat. Hal ini tidak terlepas dari firman-Nya pada ayat yang lain "hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang", dan salah satu ciri orang beriman adalah hati mereka bergetar ketika nama Allah Ta'ala disebut dihadapan mereka.
COMMENTS