Oleh: Saiful Hadi
Menjelang Ibadah Suci Ramadhan atau hari raya idul fitri dan idul adha, di Aceh identik dengan tradisi meugang. Tradisi ini biasanya berlangsung selama dua hari, baik sebelum puasa maupun lebaran. Umumnya masyarakat aceh mengistilahkan dengan meugang phon (pertama) dan meugang kedua.
Saat hari meugang hampir seluruh pasar tradisional di Aceh ramai terlihat pedangan yang menjajakan daging dengan tempat jualan yang khas. Harga daging pada hari itu biasanya cukup fantastis, bisa mencapai Rp. 150.000 per kilogramnya bahkan lebih.
Selanjutnya daging meugang ini bakal diolah menjadi menu-menu khas aceh. khususnya di kawasan Aceh Besar salah satu menu wajib yang tidak pernah absen adalah kuah Sie Reuboh (daging rebus). Kuliner khas Kabupaten Aceh Besar ini telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi santapan wajib terutama saat tiba Ramadhan. Kelebihan sie reuboh Karena bisa bertahan hingga satu bulan tanpa perlu pengawet apapun.
Kuah Sie reuboh tersebut bukan sekadar daging rebus biasa. Sebab, Ia dibuat dari gumpalan daging beserta gapah yang dibumbui garam, cabe merah, cabe kering, cabe rawit, kunyit, kemudian direbus hingga mendidih di belanga tanah tanpa disiram air, dan ada dicampur dengan cuka juga sehingga membuatnya awet dan tahan lama.
Penyajian Kuah sie reuboh harus dalam keadaan panas, karena jika telah mendingin lemak yang ada akan membeku dengan sendirinya, sehingga menjadi kurang nikmat untuk disantap. Namun jangan salah, lantaran bisa membeku inilah yang menjadi salah satu faktor yang turut membuat sie reuboh awet. Disaat ingin menikmatinya tinggal dipanaskan saja kembali agar seluruh gapah menjadi cair dan dagingnya kembali empuk untuk dimakan.
Merenung Sejenak
Manusia disebut-sebut sebagai makhluk yang sering lupa, para ahli menyatakan bahwa kata insan berakar dari nisyan yang bermakna lupa. Sehingga wajar saja manusia terkadang sering lupa. Perilaku sering lupa tersebut juga tergambar dalam quran seperti dalam surat Yunus [10]: 12,
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo`a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo`a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” Qs. Yunus [10]: 12
Sebagaimana yang tersurat dalam ayat, saat ditimpa bencana mereka berdoa dalam berbagai keadaan, namun saat rahmad datang ia menjadi lupa, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Jika membandingkan perilaku manusia dengan sie reuboh, adakalanya terdapat unsur kemiripan antara keduanya. Melihat kuah sie reuboh, yang membeku ketika dingin dan perlu dipanaskan saat hendak dinikmati lagi. Terkadang kelakuan manusia juga tak ubahnya seperti itu, dimana perlu dipanaskan dulu dengan diberi bala dan bencana baru teringat dengan Yang Maha Kuasa. Meurateb tok wate gempa (berzikir hanya saat gempa saja), demikian pepatah yang sering dilontarkan oleh orang tua di Aceh.
Jadi tidak mengherankan jika terlihat pemandangan mesjid dan musalla penuh saat baru-baru terjadi bencana. Dan lambat laun yang tinggal imam dan muazzin saja, sementara yang lain sudah larut kembali dalam aktivitasnya semula tanpa pernah teringat dengan bencana yang baru saja ia alami.
Biarpun perilaku insan demikian, tetap saja rahmad Allah Ta'ala selalu meliputi kita. Jika direnungi dengan mendalam maka terlihat betapa Maha Kasihnya Allah biarpun hamba Nya jarang berterimakasih.
Berbagai bala dan bencana yang terjadi disekitar kita bisa jadi itu semua adalah sebuah teguran, dan bisa saja hal itu merupakan azab. Namun apapun itu semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Nya pula, dengan bersabar dan tawakkal insyaAllah akan ada kabar gembira nantinya. Jika kita bersyukur sungguh akan Allah tambah nikmat, namun jika kufur nikmat maka azabnya amat pedih dan memilukan.
COMMENTS