Oleh: Adinda Hanafiah
Bertebarannya buku terjemahan tentang ilmu tajwid secara praktis dipasaran memang terkesan lebih memudahkan para pelajar, selain harganya yang memang pas dikantong, isinya pun gampang untuk dibaca dan dicerna, tentu berbeda bila dalam pengambilan ilmu para pelajar langsung menjadikan kitab karangan ulama terdahulu sebagai referensi rujukannya yang berbahasakan arab melayu maupun arab asli. Dimana untuk dapat membaca kitab turats karangan ulama terdahulu yang berbahasa arab asli itu para pelajar terlebih dahulu dituntut untuk dapat menguasai kitab alat seperti nahwu dan saraf, belum lagi harus menguasai kitab lainnya agar benar-benar dapat memahami dan mencerna kandungan ilmu pada kitab-kitab turats ( kitab kuning) tersebut. Banyak lika-liku yang harus dilalui oleh para pelajar. Begitu juga bila ingin membaca kitab ulama-ulama nusantara terdahulu yang rata-rata ditulis dalam bahasa melayu.
Para pelajar harus tau apa-apa saja yang temasuk kedalam bagian huruf ejaann yang biasanya sering muncul didalam penulisan menggunakan bahasa melayu itu sendiri, semisal tanda huruf “g” di simbolkan dengan huruf kaf bertitik satu diatas, ”ng” disimbolkan dengan bentuk huruf ‘ain bertitik tiga diatasnya, sedang huruf “c” ditandai dengan huruf yang berbentuk jim namun memilki 3 titik dibawahnya. karena berbagai macam alasan itulah mungkin yang meyebabkan para pelajar malas untuk menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan langsung dalam menimba ilmu pengetahuan agama semisal ilmu tajwid yang hendak penulis paparkan didalam tulisan yang singkat ini.
Kitab yang bernamakan Siraajul Qari yang dikarang oleh syeikh Muhammad bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al Fatani yang berbahasa arab jawi atau bahasa melayu ini merupakan satu kitab yang bagus untuk menjadi pegangan para pelajar aceh bila ingin mempelajari ilmu tajwid. Selain bertujuan untuk mempelajari ilmu tajwid, kita pun dapat sekalian membudayakan khazahanah keilmuan yang sudah mulai memudar dalam wilayah nusantara, khususnya aceh yang sudah terkenal jauh-jauh hari dengan metode penulisan arab jawi pada masa kejayaanya tempo dulu. Ibarat kata pepatah, sekali mendayung, dua atau tiga pulau terlampaui, inilah keuntungan yang dapat kita peroleh insyaa allah..
Didalam kitab Siraajul Qari ini si pelajar tidak hanya sekedar mendapatkan penjelasan mengenai hukum-hukum bacaan Al-Quran pada umumnya, semisal bagaimana cara membaca huruf hijayyah yang bertemu dengan nun mati atau tanwin, mim mati dan sebagainya, namun disini si pengarang kitab atau biasanya disebut teungku musannif juga menjelaskan kepada siapa saja yang ingin mempelajarinya tentang adanya perbedaan dan kesepakatan nya para ulama qiraat terhadap beberapa hukum bacaan tajwid. Benar-benar suatu hidangan keilmuan yang menggairahkan, terlebih bagi jiwa-jiwa pelajar masa kini yang kritis. Disini pelajar juga mendapat bonus tambahan mengenai seperti apa kejelasan dari pendapat-pendapat ulama qiraat yang menjadi pengangan kita dalam melantunkan bacaan ayat suci alqur’an seperi Imam ‘Ashim dan Hafazh. sungguh merupakan kitab yang bagus untuk dikaji, terlebih lagi bagi kamu-kamu yang katanya pengagum dan pecinta setia Al-Qur’an.
Sekarang sudah kembali lagi masanya bagi kita para pelajar untuk tau banyak hal, sehingga dengan semakin banyaknya pemahaman maka semakin tidak mudahlah bagi si pelajar untuk menyalahkan orang lain. karana tidak mustahil bila dibelahan dunia diluar sana akan kamu dapati orang lain yang sama-sama beragama islam, dan yakin bahwa alqur’an itu hanya ada satu jenisnya bagi seluruh umat nabi Muhammad SAW, namun dalam segi pendengaran saat membacanya terdengar berbeda karena adanya perbedaan-perbedaan dialeq dari beberapa suku arab yang mana bahasa arab merupakan bahasanya Kalamullah Al-Qur’an.
Sebenarnya tidak hanya terdapat dalam bahasa arab melayu, kitab Sirajul Qari juga ada yang berbahasa arab asli, namun seperti yang penulis paparkan sebelumnya, dengan tidak adanya perlengkapan dasar tentang ilmu alat semisal nahwu dan saraf tentu akan sulit untuk memahami isi dari kitab sirajul qari yang bertulis kan aksara arab asli, oleh karena itu penulis memilih kitab Sirajul Qari yang berbahasa arab melayu, dimana didalam memahaminya tidak begitu rumit. Namun sayangnya, saat ini kitab tersebut bisa dibilang sudah langka dan sulit untuk ditemukan keberadaannya ditoko-toko buku maupun kitab, jika ada itupun sudah bisa dijadikan barang pusaka karena ditoko-toko sudah jarang atau bahkan memang tidak ada lagi pendistribusiannya untuk daerah Aceh khususnya. Entah bagaimana nasibnya diluar sana, semoga masih ada dan tetap dipelajari.
Penulis sendiri hanya memilki naskah kopiannya, dan itupun tidak dijual disembarang tempat. Alhamdulillah, penulis masih Allah beri izin untuk mempelajari langsung karangan tersebut sekalipun hanya melalui naskah kopian yang insya allah ilmunya tetaplah sama berkahnya. Jika para pelajar ingin juga melihat langsung dan ingin mempelajarinya , Insya Allah didayah-dayah terdekat masih ada yang menyimpan naskah kitabnya sekalipun dalam bentuk kopian sebagaimana yang penulis miliki. Dengan tulisan ini diharapkan dapat membangkitkan kembali semangat pelajar untuk mempelajari kitab-kitab ulama nusantara terdahulu juga mau sekiranya untuk membudayakan membaca dan menulis aksara arab jawi yang dikhawatirkan hanya akan tinggal kenangan dalam buku sejarah oleh anak cucu generasi kedepan.
(*) Anggota Fatayat Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA)
(*) Anggota Fatayat Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA)
Assalamualaikum. Apakah berkenan untuk mengirim ke daerah jakarta yang fotocopian, kitab sirojul qori bahasa melayu
ReplyDeleteApakah ada yg dijual walaupun cuma salinannya?
ReplyDeleteKurang tau juga, belum ada info
Delete