Foto: liputan6.com |
Sejarah mencatat, telah terjadi berbagai gempa besar di Indonesia. Dari Artikel dari yang dipublikasi oleh lantue.id (baca: Riwayat Gempa Bumi di Indonesia), sepanjang tahun 2004-2018 sedikitnya telah terjadi gempa yang kekuatannya lebih dari 5 SR sebanyak 20 kali pada berbagai lokasi di wilayah Nusantara. Keberadaan gempa dan kapan terjadinya memang tidak bisa diprediksi, akan tetapi tetap waspada dan mempersiapkan diri dalam menghadapinya.
Dari berbagai gempa yang terjadi, umumnya korban jiwa disebabkan oleh reruntuhan bangunan, baik itu berupa bangunan rumah ataupun bangunan publik seperti tempat ibadah. Jika tiba-tiba terjadi gempa, dan sedang melaksakan shalat di dalam mesjid, apa yang harus dilakukan? membatalkan shalat atau melanjutkannya? menjawab masalah ini, mari simak ulasan yang disampaikan oleh Ustaz Ahmad Sarwat, Lc, MA mengenai Shalat Ketika Gempa berikut yang disadur dari akun facebook beliau:
-------------
Lagi Shalat Ada Gempa, Batalkan atau Teruskan?
Pada dasarnya kita tidak boleh membatalkan shalat seenaknya, kecuali ada hal-hal yang darurat dan mengharuskannya. Salah satunya adalah kalau lagi shalat terjadi gempa bumi yang teramat kuat sehingga khawatir ketimpa bangunan yang roboh, maka bukan hanya boleh membatalkan tapi justru wajib membatalkan shalat.
Kok gitu?
Sebab bila kita teruskan shalat tapi sangat beresiko ketimpa bangunan yang roboh akibat gempa itu, itu sama saja dengan menceburkan diri dalam kebinasaan. Dan hukumnya haram karena Allah SWT melarangnya dalam Al-Quran.
ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة
Jangan kamu campakkan dirimu ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah : 195)
Bahkan kalau sampai mati tertimpa bangunan, bisa saja dikategorikan dengan sengaja membunuh diri sendiri. Dan bunuh diri itu terlarang di dalam Al-Quran.
ولا تقتلوا أنفسكم
Jangan kalian membunuh diri kalian. (QS. An-Nisa' : 29)
Umar bin Al-Khattab ra ketika mengurungkan niat tidak jadi meneruskan perjalanan ke Syam karena mendengar ada wabah mematikan, dikritik orang. Kenapa khalifah tidak bertawakkal saja kepada Allah? Bukankah ajal dan nyawa itu kan sudah ada yang ngatur yaitu Allah SWT. Kenapa lari dsri ketentuan (qadarullah) Allah?
Maka Umar pun menjawab bahwa beliau meninggalkan qadarullah menuju qadarullah yang lain.
من قدر الله إلى قدر الله
Dan para ulama sejak awal sudah menyusun Kaidah Fiqhiyah yang terbangun dari hadits nabawi :
الضرر يزال
Segala kemadharatan itu harus dihalau atau dihindari.
Seringkali orang terkecoh dengan hadits-hadits tentang orang shalat dan tetap mempertahankan shalat meski ada ancaman.
Misalnya Nabi SAW perintahkan kalau lagi shalat ada ular atau kalajengking berbisa, bunuh saja. Kesannya jangan sampai shalat kita tertunda gara-gara gangguan hewan.
Atau ada juga yang berdalih bahwa Nabi SAW tetap meneruskan shalat meski cucunya, Hasan atau Husein datang mengganggu naik ke punggung saat sujud. Atau diriwayatkan beliau SAW shalat sambil menggendong cucunya, Umamah binti Zainab yang masih bayi.
Kesannya heroik sekali. Tetap khusyuk dan meneruskan shalat, walau apapun yang terjadi. Gagah sekali kesannya.
Akhirnya terbawa-bawa ke gempa. Seakan ingin melarang kita batalkan shalat dengan alasan apapun. Walaupun terjadi gempa, tetap harus shalat, begitu doktrinnya.
Dan kalau pun ketimpa bangunan masjid yang roboh, insyaallah mati syahid.
Wah wah wah ini ajaran datang dari mana lagi?
COMMENTS