Berkatalah yang Baik, atau Diam Saja


Ketika pertama kali memasuki pasar ikan, mungkin sebagian dari kita aka mencm berbagai macam bau tak sedap, entah itu bau hanyir darah ikan ataupun sampah yang ada disekitar tempat tersebut, sehingga tanpa perlu dikomandoi tangan lansung bergerak untuk menutup hidung. Namun berbeda halnya dengan para pedagang yang ada di pasar tersebut, mereka seolah tidak merasakan bau apa-apa, dan hebatnya lagi mereka bisa makan dan minum disitu tanpa merasa sedikitpun risih. itu karena hidung mereka sudah setiap hari merasakan bau hanyir darah sehingga sudah terbiasa.

Bau Busuk dan Menggunjing
Menggunjing termasuk perbuatan yang sangat tercela, karena didalam menggunjing telah membicarakan keburukan orang. Rasulullah sendiri mengatakan bahwa menggunjing tersebut sama halnya dengan memakan daging saudara sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Tanbihul Ghafilin, ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata : pada masa Nabi saw, pernah ada bau busuk yang terbawa angin, kemudian Nabi bersabda :

"Sesungguhnya ada orang munafik yang mengunjing orang muslim, oleh karena itu bertiuplah angin yang berbau busuk ini".

Dalam hadist yang lain, Baginda Nabi juga bersabda:
"Tahukah kamu, apakah mengģunjing itu?, para sahabat menjawab "Allah dan rasulNya lebih mengetahui". Beliau bersabda: "apabila kamu menyebut saudaramu dengan apa yang tidak ia sukai, maka berarti kamu menggunjingnya. Lalu beliau ditanya "bagaimana pendapatmu jika pada diri seseorang itu terdapat apa yang saya katakan?" Beliau menjawab :"jika padanya terdapat apa yang kamu katakan, maka berarti kamu menggunjing, dan jika padanya tidak terdapat apa yang kamu katakan, maka kamu telah menuduhnya yang bukan-bukan.

Masih dalam Tanbihul Ghafilin, ketika ditanyakan kepada salah seorang ahli hikmah; "kenapa pada masa Rasulullah bau busuknya menggunjing bisa tercium dengan jelas, tetapi saat ini sudah tidak tercium lagi?" Ahli hikmah tersebut menjawab; "karena sekarang begitu banyaknya pergunjingan yang terjadi, sehingga hidung kita tidak bisa menciumnya lagi. Sama halnya dengan analogi seperti dipasar ikan, karena sudah terbiasa akhirnya tidak merasakan bau apa-apa lagi.

Semakin canggihnya dunia, menggunjing pun juga berevolusi menjadi sesuatu yang layak dan menarik untuk dibicarakan. Jika dulu hanya mengunakan mulut tapi di era modern ini tekniknya pun sudah semakin canggih, setiap harinya kita dapati berbagai kicauan atau status-status sampah yang beredah dijejaring sosial. Berbagai macam pembahasan kita saksikan, mulai dari debat kusir hingga ajang fitnah bahkan saling tuduh kafir.

Sejak empat belas abad yang lalu, Baginda Nabi telah mewanti-wanti "siapa saja yang telah beriman dengan Allah Ta'ala dan mengimani adanya hari akhir maka berbicaralah yang baik atau diam saja". Inilah kunci keselamatan, jika berbicara itu perak maka diam adalah emas. Adakalanya kita harus berbicara demi terungkapnya kebenaran, dan adakalanya diam menjadi lebih menenangkan dalam rangka mendamaikan keadaan.

Ditengah suasana ramadhan ini, mari hiasi lidah dengan zikir dan qiraah quran, bukan dengan saling baku hantam di dunia perfacebookan.

Referensi : Tanbihul Ghafilin, Bab Menggunjing.

Air Mutlaq dan Mutlaq Air

Bisa dikatakan, kebanyakan pembahasan pertama yang ada dalam kitab fiqih adalah masalah thaharah, dan diawal masalah thaharah ini bakal dikupas terlebih dahulu tentang jenis-jenis air. Sudah lazim kita ketahui air yang bisa dipakai untuk berwudhu adalah air mutlaq. Pada kitab Fathul Muin karya Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibary yang merupakan murid Syaikhuna Ibnu Hajar al-Haitamiy, beliau jelaskan mengenai pengertian air mutlaq sebagai berikut:

الماء المطلق وهو ما يقع عليه اسم الماء بلا قيد
Air mutlaq adalah apa saja yang jatuh diatasnya oleh nama air dengan ketiadaan kaitan apapun.

Ringkasnya yang dimaksud dengan air mutlaq adalah air yang tidak berkaitan dengan apapun. Kebalikan dari air mutlaq adalah air muqayyad yakni air yang namanya selalu berkaitan dengan benda lain, contohnya seperti air mawar, air teh, air kelapa dan sebagainya. Namun demikian, jika dalam penamaan air tersebut dikaitkan dengan nama tempat seperti "air laut" maka itu tetap disebut dengan air mutlaq.

Mubtada dan Khabar

Bagi santri atau mahasiswa yang mendalami bahasa arab pasti tidak asing lagi dengan dua istilah ini, yakni mubtada dan khabar. Menurut kitab Mutammimah pengertian mubtada adalah "Isim yang berbaris dhammah serta tidak dimasuki oleh amil yang menyebabkan perubahan baris menjadi fatah atau kasrah", sedangkan kabar adalah sebuah isem yang disandarkan pada mubtada.
Contoh sederhana dari mubtada dan khabar seperti lafaz takbiratul ihram dalam shalat yaitu lafaz Allahu Akbar الله اكبر , kata-kata "Allah" berperan sebagai mubtada sedangkan kata-kata "Akbar" sebagai khabarnya, i'rab kalimat tersebut Allah sebagai mubtada, hukum bacaan mubtada marfu', tanda rafa' adalah dhammah, Akbar sebagai khabar, hukum bacaan khabar marfu', tanda rafa' adalah dhammah.

Air Dua Qullah Berapa Liter?

Qullah disini bukanlah "kulah" yang sering diucapkan oleh orang aceh untuk menyebut sebuah tempat penampungan air. Qullah yang dimaksud disini adalah satuan ukur untuk mengukur volume air pada masa-masa awal islam. Namun sedikit banyak antara "Qullah" dengan "kulah" nya orang aceh ada semacam korelasi karena sama-sama berhubungan dengan tempat penampungan air.

Dalam pembahasan kitab-kitab fiqih sering kita temukan bahwa air secara kuantitas dibedakan menjadi 2 katagori, pertama air yang sedikit dan yang kedua adalah air yang banyak. Disebut air yang sedikit karena volumenya tidak mencapai 2 qullah, sementara air yang banyak adalah air yang mencapai volume 2 qullah.

Ukuran jumlah air 2 qullah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi berikut ini:
وعَنْ عَبدِ اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسولُ الله صلى اللهُ عليه وسلم: إِذَا كَانَ المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ وابْنُ حِبَّانَ.
Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila jumlah air mencapai 2 qullah, tidak membawa kotoran." Dalam lafadz lainnya,"Tidak membuat najis." (HR Arbaah: Abu Daud, Nasai, Tirmizi dan ibnu Majah)

Pantangan Dalam Menikah

oleh: Saiful Hadi

Saat kita datang berobat ke dokter, selesai beliau mendiagnosa penyakit yang menghinggapi pada tubuh kita, kemudian beliau memberikan resep obat dan tidak lupa beliau sarankan untuk tidak makan makanan tertentu atau jangan dulu beraktivitas yang berat-berat. Secara ringkas, beliau menyarankan pantangan-pantangan tertentu agar obat bisa bekerja dengan maksimal sehingga sang pasien menjadi lekas sembuh.

Sebuah pernikahan pun di dalamnya terdapat pantangan-pantangan tertentu agar kehidupan bahtera rumah tangga menjadi langgeng dan terus berjalan untuk selamanya, tak lekang dimakan waktu sehingga mautlah yang datang memisahkan raga mereka berdua. Pantangan ini tidak hanya perlu dipahami oleh pasangan-pasangan yang hendak menikah, bagi yang sudah menikah pun ada baiknya juga mengulang kaji supaya pantangan-pantangan ini tidak dikerjakan.

Lantas, apa saja pantangan-pantangan tersebut?

Poin pertama yang menjadi prioritas utama bagi yang telah menikah adalah pantangan terhadap Thalaq atau cerai. Secara bahasa Thalaq ini bermakna melepaskan ikata[1], sedangkan menurut istilah fiqih yaitu melepaskan ikatan aqad nikah dengan lafaz seperti Thalaqtuki (Aku ceraikan kamu[2]. Perkara thalaq biarpun secara hukum dibolehkan namun ini adalah hal yang harus dihindari, mengingat bahwa Rasulullah sangat menganjurkan pernikahan bukan perceraian. Nah dikala terjadi kisruh dalam rumah tangga jangan sampai lidah begitu ringannya mengucapkan lafaz cerai. Pertengkaran-pertengkaran kecil dalam rumah tangga adalah hal yang wajar, ibarat kata seperti sendok dengan kuali yang pasti akan ada benturan-benturan kecil saat mengaduk kuah yang ada di dalam kuali tersebut.

Teringan dengan ceramah KH. Zainuddin MZ, beliau katakan “disaat ada kegoncangan dalam bahtera rumah tangga, ingatlah malam-malam pertamamu bersama dia”, gimana suasana malam pertama ya bagi sudah menikah tentu memahaminya dengan baik..hehhe. Petuah yang seperti ini perlu diterapkan untuk meremajakan situasi dan kondisi pernikahan agar keharmonisan selalu terjaga. Jadikan pernikahan itu sebagai sebuah barang antik yang nilai akan terus naik seiring dengan bertambah usianya.

Pantangan kedua adalah Ila’. Ila’ adalah sumpah untuk tidak menggauli istri selama waktu tertentu atau waktu lebih dari empat bulan[3]. Contohnya si suami mengatakan kepada istrinya, “Aku tidak akan menggaulimu lagi selama 5 bulan” atau bisa juga “Aku tidak akan menggaulimu lagi selama sifulan belum mati”. Ila’ ini terlarang dalam syariat karena bisa mendhalimi sang istri. Efek akhir dari Ila’ ini akan berujung ke perceraian juga.  Hal ini dikarenakan apabila telah lewatlah masa lebih dari 4 bulan tanpa ada penggaulan, maka istri bisa menuntut lewat pengadilan Syari agar suaminya membatalkan sumpahnya dan membayar kafarat sumpah, dan jika si suami tidak mau maka pengadilan menjatuhkan thalaq untuk istri sehingga dia terlepas dari suaminya.

Bersambung...

[1][2][3] Kitab Iantuttalibin-Bab Nikah

Mahar Bukanlah Penghalang

Menikah, kata-kata ini menjadi impian setiap anak muda yang ingin membangun cinta dengan cara yang halal. Banyak sekali Hadist Rasulullah yang memotivasi anak muda untuk segera memasuki jenjang yang satu ini. Kita sebut saja seperti sebuah hadist dari Abdullah bin Mas’ud beliau berkata, “Rasulullah saw. Bersabda kepada kami, ‘wahai generasi muda, barang siapa diantara kamu telah mampu berkeluarga, hendaknya ia kawin, karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan, barang siapa belum mampu, hendaknya ia berpuasa, karena hal itu dapat mengendalikanmu”(1).

Dari redaksi hadist tersebut tadi ada banyak hikmah dari menikah, antara lain adalah menundukkan pandangan sehingga kehidupan lebih tenang serta menjaga kemaluan dari nafsu liar yang tercela. Dan tentu saja ada banyak pelajaran lain dari hadist tersebut, adalah para ahli yang berkompeten yang paling layak menjelaskannya secara lebih detail.

Menikah dan ketenangan
Salah satu tujuan pernikahan adalah menggapai ketenangan jiwa dan raga. Allah Ta’ala telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Sehingga rasanya jika belum menikah seperti burung yang terbang hanya mengunakan satu sayap saja, tentunya akan sulit bagi burung untuk terbang membung-bung tinggi di angkasa jika hanya dengan satu sayap. Demikian juga halnya para lajang yang belum nikah, hidup menjadi kurang tenang contohnya saja saat berkendaraan, spion kiri dan kanan seolah-olah membisikkan yang dibelakang itulah sang pujaan yang patut kau jadikan pasangan, walhasil konsentrasi hilang dan badan jalanlah yang akan menjadi santapan. Namun jika sudah menikah hal-hal yang seperti itu pastinya tidak akan lagi mempengaruhi lantaran ada seorang bidadari di rumah yang sedang menanti sehingga bakal lebih berhati-hati.

Ketenangan jiwa bagi mereka yang telah menikah semakin terpancar lewat wajah yang lebih sumringah, dan kebanyakan orang yang sudah menikah biasanya berat badan bertambah, hal ini menurut saya termasuk tanda dari senang dan tenang. Sebab, jika sering stress dan pikiran galau biasanya akan berpengaruh terhadap berat badan lantaran selera makan bisa berkurang. Sementara yang sudah menikah sayur asam pun terasa nikmat karena dibuat dengan penuh kecintaan untuk yang tercinta.

Terus harus bagaimana?
Ketika keinginan untuk menikah telah membuncah di dada, pertanyaan pertamanya lantas saya harus menikah dengan siapa? Persoalan “siapa” ini menjadi lebih rumit dibandingkan dengan mahar, karena jika “siapa” itu sudah jelas jangankan emas, permata yang paling langka pun akan dicari demi meminang sang tercinta. Untuk masalah “siapa” sebenarnya Rasulullah sendiri sudah mewanti-wantikan kepada kita tentang 4 kriteria dalam menilai si “siapa” itu. Dalam Sabdanya Rasulullah berkata “perempuan itu dinikahi karena 4 hal, yaitu harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan bahagia”(2)

Disisi lain terkadang mahar menjadi momok yang mengusarkan hati banyak anak muda. Bagaimana tidak, Khususnya di Aceh yang namanya mahar itu identik dengan emas, dan sistem satuan emas bukan “gram” melainkan “mayam”, satu mayam ini setara dengan tiga gram. Katakanlah ada calon istri yang menetapkan mahar 10 mayam, maka untuk urusan mas kawin saja kita harus mempersiapkan sekitar 17 Jutaan. Seperti yang telah diuraikan di atas, persoalan mahar bukanlah sebuah hal yang perlu dirisaukan. Buktinya banyak anak muda yang berhasil melangsungkan pernikahan tanpa ada kendala yang berarti. Karena Allah Ta’ala sudah menjanjikan “Barang siapa yang bertaqwa, Allah akan menjadikan jalan keluar terhadap persoalannya”. Dan menikah adalah salah satu wujud taqwa, karena dengan pernikahan berarti telah memelihara diri dari perbuatan yang tak direstuiNya.

Menikah berarti telah mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian, karena seperti yang telah disampaikan oleh baginda Nabi setiap amalan manusia akan terputus jika telah meninggal kecuali jika ada anak yang shaleh yang akan mendoakan dia sehingga pahala terus mengalir biarpun jasad telah tak bernyawa. Jalan satu-satunya untuk mendapatkan keturunan yang baik adalah dengan menikah. Kembali ke empat criteria yang disebutkan oleh Baginda Nabi, seorang wanita dinikahi karena faktor keturunan.

Ada banyak hal yang bisa dipahami dari kata “keturunan”, gadis yang berasal dari keluarga yang baik dan jelas asal usulnya tentu saja ini sangat baik bagi perkembangan anak kita nantinya. Hal ini dikarenakan umumnya orang Aceh Khususnya kawasan Aceh Besar, ketika anak gadisnya menikah maka sang suami ikut tinggal bersama istri dirumah mertua. Saat nantinya kita punya anak tentu saja interaksi anak kita lebih banyak dengan keluarga pihak istri kita, dan bisa dipastikan anak kita pun juga bakal mengikuti kultur yang ada dalam keluarga tersebut. Sehingga sudah sepatutnya kita mencari yang berasal dari keluarga yang baik-baik demi kebaikan masa depan anak kita sendiri.

Siapa sih yang tidak menginginkan wanita yang cantik? Sebagai lelaki normal sudah pasti kita menginginkan yang cantik, namun cantik ini tidak akan sama standarnya antara masing-masing orang. Lantas kenapa harus cantik? Karena tujuan utama menikah adalah untuk menggapai ketenangan, kecantikan sang istri akan membuat hati lebih tentram dan pandangan lebih tertahan. Kecantikan akan menumbuhkan cinta yang lebih besar, biarpun demikian cinta itu tidak tumbuh hanya lantaran faktor cantik semata, namun umumnya hal utama yang membuat hati tertarik adalah cantik.

Cinta yang membuat cantik atau cantik yang membuat cinta?
Kedua hal ini ada benarnya, namun menurut saya pribadi cantiklah yang membuat jadi cinta lantaran cinta diawali dengan proses penginderaan dan perkenalan, sukar mencintai jika tidak kenal. Walhasil cantiklah yang membuat cinta, dan cintalah yang membuatnya semakin cantik. Baiklah kita sudah menemukan makhluk cantik yang membuat menjadi cinta, lantas timbul pertanyaan apakah dia sendiri mau dengan kita? Nah untuk itu perlu sekali kita melihat faktor agama, wanita yang beragama akan lebih bijak dalam menentukan pilihannya siapa yang patut dia terima. Wanita yang beragama akan lebih sabar menerima kita apa adanya.

Beragama dan Cerdas
Dalam kitab Fathul Muin, salah satu criteria wanita yang patut untuk dinikahi adalah “Dayyinah” yang bermakna kuat agamanya dan baik budinya dan yang lebih utama adalah wanita yang cerdas. Dewasa ini banyak wanita yang berpendidikan tinggi, selesai S1 lanjut S2, bahkan ada yang melanjutkan lagi sampai ke tahap S3. Tentu saja ini adalah hal yang sangat mengembirakan, namun dampak negative dari tingginya pendidikan seorang wanita terkadang membuatnya terkesan memasang standart yang tinggi untuk criteria calon suaminya. Banyak anak muda yang menjadi kenyut dengan wanita model begini, katakan saja si gadis kuliah di jurusan yang wah seperti Kedokteran misalkan, sering ngikut kajian lagi, dan juga punya wajah yang menarik perhatian, lantas siapa yang tidak tertarik, sudah cantik berpendikan bagus serta alim lagi, komplit sudah. Yang pasti, seorang wanita harus berpendidikan tinggi, ini lantaran dari tanggan merekalah penerus bangsa digembleng untuk pertama kalinya, ibu yang baik dan cerdas akan memberi pengaruh yang baik bagi anak anaknya.

[1] Bulughul Maram, Hadist No.993, HR. Muttafaqun Alaihi

Pemuda adalah Harapan Pemudi

Oleh: Saiful Hadi

Pemuda dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Fata. Menurut Syech Yusuf Qardhawi pemuda itu bagaikan titik kulminasi matahari, yàng merupakan titik dengan energi panas tertinggi. Berbincang tentang pemuda, Bapak Proklamator negeri ini juga pernah berkata “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Demikianlah gambaran terbaik dari seorang pemuda, dimana pada saat itulah dia memiliki energi yang paling tinggi, semangat juang yang membara, serta perasaan cinta yang menggelora.

Membuka lembaran-lembaran sejarah, ada banyak pemuda yang telah mengguncangkan dunia. Kita sebut saja seperti Sultan Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, di usia yang masih 19 tahun beliau diangkat menjadi sultan dan ketika berusia 21 tahun beliau berhasil menundukkan konstantinopel. Berbekal persenjataan baru nan canggih hasil rancangan Insinyur Orban, pada 2 april 1453 bersama 80.000 pasukan muslim beliau memulai serangan terhadap 8.000 pasukan kristen dibawah kepemimpinan Kaisar Konstantin XI, yang merupakan Kaisar Byzantium ke-57. Tepat pada tanggal 29 Mei 1453 Konstantinopel akhirnya menyerah dan takluk. Awalnya banyak pihak yang meragukan kemampuan Sang Sultan muda, mengingat usianya yang masih sangat belia serta miskin pengalaman. Tapi siapa yang sangka, konstantinopel yang merupakan pusatnya Dunia Barat selama seribu tahun lebih dan sekaligus pertahanan kristen terhadap Islam akhirnya harus bertekuk lutut di hadapan seorang anak muda.

Mundur beberapa ratus tahun ke belakang, tepatnya tahun 150 H, ditahun itu pendiri Mazhab Hanafi meninggal dunia dan ditahun yang sama Imam Syafie lahir ke dunia. Melihat sosok Imam Syafie muda, beliau adalah seorang petualang cilik yang telah singgah keberbagai tempat guna mencari dan mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan. Bahkan beliua pernah melantunkan sebuah syair:

"seekor singa, jika tidak meninggalkan hutan, ia tidak akan mendapat buruan. Anak panah, jika tidak meninggalkan busur, ia tidak akan mengenai sasaran."  

Pada tangan seorang Imam Syafie lah, fiqih madinah dan fiqih irak disatukan, beliaulah yang mengkombinasi Fiqih Iraq Imam Hanafi yang didominasi ra'yu (nalar) dengan fiqih madinah Imam Malik yang bernuansa hadist, sehingga lahirlah sebuah fiqih baru yang unik dengan metode komperhensifnya yang saling memadukan antara wahyu dan nalar.

Menurut penuturan dari Imam Al-Buwaithi, Imam Syafie pernah mengatakan, "seorang lelaki tidak akan sempurna di dunia kecuali apabila ada empat hal pada dirinya, yaitu agama, sifat amanah, menjaga diri, dan bersikap tenang". Setiap Pemuda haruslah memiliki empat sifat tersebut, karena para pemuda adalah harapan setiap pemudi. Sosok pemuda yang baik akan menuntun pemudi ke jalan yang baik pula sehingga bahtera rumah tangga akan terus berlayar tanpa takut diguncang badai kehidupan.

Berbicara tentang kriteria pasangan, Imam Syafie berpesan "kaum mana saja yang perempuannya tidak menikah dengan lelaki di luar kaumnya, atau yang lelakinya tidak menikah dengan perempuan kaum lain, maka anak-anak yang dilahirkan akan menjadi bodoh". Dapat kita pahami, Imam Syafie berpesan kepada kita untuk lebih mengutamakan calon pasangan di luar lingkaran lingkungannya. Hikmah sosial yang satu ini banyak di abaikan manusia, padahal banyak manfaat positif yang bakal didapat. Di antaranya adalah menambah hubungan saudara dengan penduduk ditempat yang lain, menambah wawasan tentang budaya-budaya yang berbeda sehingga akan semakin memperkaya pengalaman hidup.


Referensi
1. Biografi Imam Syafie, Dr. Thariq Suwaidan
2. 1453 detik-detik jatuhnya konstantinopel ke Tangan Muslim, Roger Crowley