Bagaimanakah Hukum Mengqadha Shalat?

Sebagaimana kita ketahui, bahwa shalat lima waktu adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah mukallaf. Mukallaf ini sendiri artinya adalah dibebankannya setiap hukum syariat karena telah baligh, baik baligh dengan cara bermimpi atau dengan genap telah berusia 15 tahun berdasarkan kalender hijriah. Kewajiban shalat tidak akan terlepas sebelum shalat tersebut selesai dikerjakan.

Seandainya waktu shalat telah lewat apakah masih wajib melaksanakannya? Maka jawabannya adalah tetap wajib dilakukan, dan shalat inilah yang diistilahkan dengan shalat "qadha" karena dikerjakan diluar waktu yang telah ditetapkan. Secara bahasa "qadha" dan "ada' " sama-sama berarti "tunai", namun dalam aplikasinya terhadap shalat yang dikerjakan di dalam waktu maka di istilahkan dengan "ada' " sementara unutuk shalat yang dikerjakan diluar waktu maka diistilahkan dengan "qadha". Dasar hukum dari mengqadha shalat salah satunya adalah berdasarkan hadist Rasulullah. saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

Menikah: Sarana untuk Melejitkan Potensi Diri

Dalam catatan sejarah, kita ketahui bahwa Ibnu Hajar al-Asqalani merupakan salah seorang ulama terpandang, ahli hadist, dan mempunyai kitab legendaris Fathul Bari yang merupakan syarahan dari Sahih Bukhari. Selain sukses di bidang akademis beliau juga seorang Nahkoda handal yang membawa bahtera rumah tangganya menuju ke pulau penuh bahagia.

Suami istri sudah seharusnya hidup untuk saling memotivasi dan menginspirasi, kalaupun ada kekurangan pada pasangan maka jadilah guru untuk mendidiknya. Sebagai pasangan yang baru menikah atau yang akan menikah, mari kita belajar dan berkaca dari rumah tangga Ibnu Hajar al-Asqalani bersama istrinya, Uns (Anas) binti Abdul Karim. Wanita yang lahir tahun 780 H ini memang bukanlah orang yang terkenal, namun ia hidup mendampingi orang terkenal.

Pernikahan Ibnu Hajar bersama istrinya dilangsungkan pada bulan sya'ban tahun 798 H. Saat itu usia Ibnu Hajar 25 tahun, sementra istrinya 18 tahun. Pernikahan ini membawa berkah yang luar biasa, rupanya Uns adalah wanita yang sangat menyukai pengetahuan dan beruntungnya beliau mendapatkan suami yang berilmu dan berwawasan luas. Dengan penuh kesabaran dan ketelitian Ibnu Hajar mengajarkan ilmu hadis kepada sang istri. Sampai pada akhirnya ia menjadi wanita ahli hadis, dan namanya pun mulai melambung dan dikenal masyarakat luas. Meski demikian, beliau tetap tidak lupa terhadap status dirinya sebagai seorang istri, dimana ia melayani suaminya sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang membuat suasana selalu penuh dengan cinta. Ibnu hajar menjadikan rumah tangga sebagai sarana untuk menerpa jiwa, selain meningkatkan kualitas diri, juga berhasil melejitkan potensi istrinya.

Berkaca pada rumah tangga Ibnu Hajar, jadikanlah pernikahan sebagai sarana untuk meraih bahagia dan melejitkan potensi diri. Pernikahan bukanlah penjara yang mengukung dan menghambat perkembangan karier. Demikian juga, meencintai bukan berarti mengekang dan mematikan potensi, melainkan untuk semakin mengispirasi. Budak menjadi raja, yang lemah menjadi kuat itu semua dari cinta. Mari saling mencintai untuk meraih ridha Ilahi.

Budayakan Bangun Malam

Oleh: Saiful Hadi

Dalam sebuah Hadist Rasulullah bersabda, "siapa saja yang terbiasa mengerjakan shalat malam, meskipun suatu ketika tertidur pada suatu malam karena kelelahan, niscaya pahala shalatnya tetap ditulis baginya, dan tidurnya itu adalah sedekah dari Allah Ta'ala untuknya" (HR. Daruquthni)

Menghidupkan malam memang berat dan penuh tantangan, apalagi jika cuaca sedang musim dingin atau musim hujan. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan, ada empat perkara yang bisa dilakukan berkaitan dengan kondisi batin yang memudahkan untuk bangun malam. Pertama, hendaknya menjaga hati aman dari sikap dengki dan benci kepada kaum muslimin, menjauhkan diri dari bid'ah dan jangan memikirkan dunia secara berlebihan. Kedua, hendaknya memelihara dengan ketat rasa takut kepada Allah Ta'ala. Apabila seseorang berfikir keras terhadap neraka jahanam dan huru hara akhirat, maka ia akan mengurangi tidur, bahkan sulit tidur. Ketiga, hendaknya mengetahui keutamaan bangun malam dan shalat malam. Bangun malam adalah cara terbaik untuk membina hubungan dengan Allah Ta'ala. Keempat, hendaknya cinta kepada Nya. Ketika cinta kepada Allah ada, maka akan gemar pada kesunyian dan bercengkrama dengan Nya, serta lezat dan nyaman dalam berdoa kepada Nya. [1]

Allah Ta'ala memberi anugrah yang sangat besar bagi orang orang yang menghidupkan malam sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah dalam hadist tadi. Bahkan, Rasulullah juga pernah bersabda, "bahwasanya di malam itu ada suatu saat dimana jika seorang muslim kebetulan memohon kepada Nya suatu kebajikan, niscaya akan dikabulkan" (HR. Tirmidzi)

Budaya bangun malam perlu dilatih sejak dini. Untuk melatih agar anak-anak terbiasa menghidupkan malam maka sejak awal menikah pun sudah harus saling melatih bersama pasangan, sehingga jika masing2 telah terbiasa mudah-mudahan kebiasaan baik tersebut InsyaAllah juga akan tertular bagi anak-anaknya. Diriwayatkan dalam sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda, "semoga Allah Ta'ala merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat. Kemudian ia membangunkan istrinya dari tidurnya dan ia pun lalu mengerjakan shalat. Kalau istrinya enggan, ia menyapukan air ke muka istrinya dengan kasih sayang". [2]

Rasulullah juga bersabda, "semoga Allah Ta'ala merahmati wanita yang bangun malam, lalu mengerjakan shalat. Ia membangunkan suaminya lalu suaminya pun mengerjakan shalat. Kalau suaminya enggan, ia menyapukan air ke wajahnya dengan kasih sayang". [3]

Nabi juga pernah bersabda, "siapa saja yang bangun malam dan membangunkan istrinya, lalu keduanya mengerjakan shalat dua rakaat, niscaya keduanya akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang banyak ingat kepada Allah" (HR. Muslim)

Sebagaimana yang diajarkan oleh Baginda Nabi, berlakulah lemah lembut dalam membangunkan pasangan agar ikutan menghidupkan malam. Dengan demikian, semoga kita termasuk ke dalam golongan yang selalu menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Beribadah bersama pasangan tentu saja akan lebih menetramkan. Dalam sebuah Hadist Rasulullah menyatakan bahwa, "Dua rakaat shalat orang yang sudah menikah lebih baik dari tujuh puluh rakaat yang masih lajang" [4]. Untuk itu, menikahlah agar lebih menentramkan dan menenangkan.

Berbicara tentang ketentraman, Imam at-Thabari dalam menjelaskan kalimat "litaskunuu ilaiha", beliau mengatakan, makna kalimat itu supaya kalian mampu menjaga kesucian diri kalian dengan kehadiran suami dan istri dalam kehidupan. Inilah makna yang paling mendasar dari "sakinah". Adanya istri adalah benteng terkokoh bagi suaminya, agar mampu berlari dari yang keji menuju yang suci, dari dosa menuju pahala, dari nista menuju mulia, dari neraka menuju syurga. Demikian pula adanya suami menjadi perisai bagi istrinya yang akan melindungi dari segala gerisik hati, ucap lisan, dan laku anggota yang Allah murkai. [5]
Dan berdoalah berbagai macam kebajikan, karena waktu malam adalah saat terbaik dalam berdoa.

Catatan kaki
1. Terjemahan Ihya Ulumuddin juz 2,  keutamaan dan rahasia waktu malam, hal. 339, penerbit Republika.
2. Ibid, hal. 343
3. Ibid, hal. 343
4. Tanqihul Qaulu, Bab Nikah

Bersyukurlah

Andai saja Tuhan meminta untuk menghitung seluruh nikmat pemberian darinya, sungguh tidak akan pernah bisa menghitungnya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Demikianlah salah satu ayat yang sering diulang-ulang dalam surat Ar-Rahman.

Dalam Tanbihul Ghafilin, Abu Laits As-samarqandi meriwayatkan dari Muhammad bin Dawud, Nabi Musa AS berkata kepada Tuhan: "wahai Tuhanku, bagaimana Adam dapat mensyukuri nikmat yang Engkau anugrahkan kepadanya, dimana Engkau menciptakannya dengan tangan Mu, Engkau jua yang meniupkan nyawa ke dalam dirinya, Engkau tempatkan dia di syurga Mu, dan Engkau perintahkan para Malaikat untuk bersujud kepadanya? Tuhan Berfirman :"wahai Musa, Adam mengetahui bahwa semuanya itu dari Aku, maka dia memujiKu atas yang demikian itu. Yang demikian itu merupakan rasa syukur terhadap yang telah Aku perbuat kepadanya".

Dalam perspektif fiqih, dikala memperoleh suatu anugrah ataupun nikmat maka dianjurkan untuk mengerjakan sujud syukur. Sujud Syukur adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang ketika mendapatkan nikmat, seperti lahirnya seorang bayi dan mendapatkan harta atau terhindar dari suatu bencana, seperti selamat dari tenggelam dan dari reruntuhan. Hukum sujud syukur adalah sunat berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرُ سُرُورٍ - أَوْ: بُشِّرَ بِهِ - خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ“
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila datang kepadanya suatu perkara yang menyenangkan, beliau langsung bersungkur bersujud” (Sunan Abu Dawud, no.2774)

Jika direnungkan secara mendalam, maka setiap detiknya selalu saja nikmat Tuhan dicurahkan kepada manusia, hampir setiap detik kita menghirup nafas tanpa perlu membayar sepeser pun, bukankah ini sebuah nikmat? Muawiyah bin Abu Sufyan pernah berkata kepada teman-temannya: "apa yang kalian tahu tentang kesejahteraan?", masing-masing dari teman beliau punya berbagai pendapat; kemudian Muawiyah berkata :"kesejahteraan bagi lelaki ada empat macam, yaitu punya tempat tinggal, kehidupan yang cukup, istri yang menyenangkan, dan apa yang kami tidak mengenalnya kemudian kami tidak menyakitinya".

Sufyan Ats Tsauri juga mengatakan, ada dua macam nikmat yang jika kamu dikaruniainya maka bersyukurlah kepada Allah, yaitu jauh dari pintu penguasa dan jauh dari pintu dokter.
Diriwayatkan dari salah seorang tabi'in, beliau berkata :"barangsiapa yang merasa mendapat nikmat, maka hendaklah mengucapkan Alhamdulillah. Barangsiapa yanh banyak risau hendaklah mengucap Istighfar. Barangsiapa yang merasa tertekan dengan kemiskinan, maka hendaklah ia mengucapkan La haula wa la quwwata illa billahil-aliyyil-azim".

Masih dalam Tanbihul Ghafilin, Abu Laist menjelaskan bahwa kesempurnaan syukur itu berada dalam tiga hal, yaitu:
  1. Apabila Allah Ta'ala mengaruniai sesuatu kepadamu, maka perhatikanlah siapa yang memberi karunia tersebut, lalu kamu memuji kepada Nya dengan mengucap Alhamdulillah.
  2. Merasa puas atas nikmat yang Allah berikan
  3. Selama sesuatu itu bermanfaat bagimu, dan badanmu sehat, maka janganlah bermaksiat kepada Nya.


Referensi : Tanbihul Ghafilin, Bab Syukur.

Biografi Imam Nawawi

Imam Nawawi (Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi) dilahirkan pada tahun 630 H / 1233 M di tanah Nawa, sebuah negeri di sebelah selatan Damaskus - Syria. Imam Nawawi adalah seorang ulama besar pakar ilmu hadits, tafsir dan tasawuf, yang bermadzhab Imam Syafi'i. 

Namanya masyhur pada abad ke-7 di Syria dan sekitarnya. Begitu pula sampai ke Indonesia namanya masyhur karena kitab karangannya "Minhajut Thalibin", yaitu satu-satunya kitab fiqih yang mula-mula masuk ke Indonesia. Kitab "Minhajut Thalibin" ini digunakan pada madrasah-madrasah , pesantren-pesantren dan surau-surau di Indonesia dalam mempelajari ilmu fiqih semenjak abad ke-7 itu.

Kitab "Minhajut Thalibin" tersebut   pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh LWC van de Berg, dengan judul "Minhajut Thalibin", Manuel de Jurisprudence Musulmane Selon Leritede Chri'il', dicetak di Jakarta tahun 1884 M (3 jilid).

Selain itu, Imam Nawawi mengarang pula berbagai macam kitab di bidang ilmu hadits, tasawuf, dan tafsir, yang banyak dipelajari pada pesantren-pesantren di Indonesia. Beliau wafat di Nawa pada hari Selasa malam Rabu tanggal 24 Rajab 676 H / 21 Desember 1277 M.


Baca juga:

Hukum Foto Pra Wedding

Dewasa ini mungkin sudah menjadi sebuah tren tersendiri, saat ada pasangan yang hendak melepaskan masa lajang dan menuju jenjang pernikahan, pembuatan foto pre wedding (foto sebelum pernikahan-red) seakan-akan menjadi suatu keharusan bagi calon mempelai. Keunikan dan keindahan foto pre-wedding akan menghiasi kartu undangan atau souvenir pernikahan. Terlebih, foto itu dibuat dengan konsep yang unik dan dengan background yang menarik. Hal ini tentunya akan menjadi suatu sensasi tersendiri.

Jika ditinjau dari kacamata fiqih, lantas kemundian timbul pertanyaan : Bagaimana hukum membuat foto pre wedding? Apakah boleh atau gimana? Jawaban : Karena proses pembuatan foto melibatkan kedua calon mempelai dan fotografer, maka perlu ditafshil (diperinci):

  1. Bagi calon mempelai, hukumnya haram jika terdapat; ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), khalwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat).
  2. Bagi fotografer, hukumnya tidak boleh karena hal itu menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan.

Jawaban di atas hanya berlaku bila pembuatan foto tersebut dilakukan pra-akad nikah, tidak ada rekayasa sama sekali dan tidak ada dzan (asumsi) atau keyakinan munculnya penilaian negatif masyarakat. Namun lain ceritanya jika kedua pasangan telah melaksanakan aqad nikah, karena memang status mereka telah halal sehingga tidak ada masalah mengenai khalwat. Biarpun demikian, adab dan kesopanan tetap perlu dijaga, dan tidak perlu juga sampai mengumbar kemesraan di jejaring sosial dengan mengupload berbagai foto, intinya sewajarnya saja.

Referensi : 
  1. Hasyiyyah Al-Jamal vol. IV hal. 125, 
  2. Is’adurrafiq vol. II hal. 67, 
  3. I’anah Al-Thalibin vol. I hlm. 272, 
  4. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab vol. IV hlm.484, 
  5. Bughyah Al-Mustarsyidin hlm. 199-200, 
  6. Is’ad Al-Rafiq vol. II hlm. 50, 
  7. Adab Al-Alim wa Al-Muta’allim hlm. 59-60 dan 
  8. Bughyah Al-Mustarsyidin hlm. 126.


Tata Cara Shalat Gerhana

Gerhana adalah fenomena astronomi yang terjadi apabila sebuah benda angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Istilah ini umumnya digunakan untuk gerhana Matahari ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari, atau gerhana bulan saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Namun, gerhana juga terjadi pada fenomena lain yang tidak berhubungan dengan Bumi atau Bulan, misalnya pada planet lain dan satelit yang dimiliki planet lain. [1]
Shalat gerhana matahari dan bulan hukumnya adalah sunah berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:

Sesungguhnya matahari dan bulan itu tidak gerhana karena matinya seseorang, dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kamu sekalian melihat gerhana, shalatlah dan berdoalah kepada Allah Ta’ala. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam bahasa arab, gerhana sering diistilahkan dengan kusuf dan husuf, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Jauhari, perkataan kusuf itu untuk gerhana matahari sementara husuf untuk gerhana bulan. Shalat gerhana dikerjakan sebanyak  dua rakaat, namun ada sedikit perbedaan dengan shalat pada umumnya, karena dalam pelaksanaan shalat gerhana mempunyai dua kali berdiri dan ruku’ pada setiap rakaatnya.[2]

Teungku Fakinah, Pejuang Wanita sekaligus Ulama

Membuka kembali lembaran sejarah Perang Aceh, di dalamnya bakal kita temukan sejumlah pejuang-pejuang perempuan yang ikut memanggul senjata bersama kaum lelaki demi menghancurkan penjajah. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan menjadi panglima perang yang disegani oleh lawan. Tercatat dalam sejarah, adalah Teungku Fakinah yang merupakan salah satu diantara pejuang wanita yang cukup menakutkan Belanda.

Teungku Fakinah lahir sekitar tahun 1856 M di desa Lam Diran Kampung Lam Bunot (Lam Krak) Aceh Besar. Gelar "Teungku" yang melekat pada namanya karena beliau adalah seorang ulama, sebelum perang Aceh pecah beliau telah membangun Dayah (pesantren) di Aceh sebagai pusat pendidikan Islam. Pesantren yang beliau bangun dikenal dengan nama Dayah Lam Diran yang merujuk kepada nama lokasi di Desa Lam Diran. Di dayah tersebut terbuka untuk lelaki dan perempuan, namun demikian asramanya jauh terpisah. Di sana selain ilmu-ilmu agama juga diajarkan ilmu umum dan kerajinan tangan seperti menjahit dan bertukang.[1]

Dalam diri Teungku Fakinah mengalir darah ulama dan umara. Ayah beliau bernama Datu Mahmud, seorang pejabat tinggi kerajaan di zaman sultan Alaidin Iskandar Syah, sedangkan ibu beliau bernama Cut Fatimah yang merupakan putri ulama besar bernama Teungku Muhammad Sa'at yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Lam Pucok, pendiri Dayah Lam Pucok.

Sejak kecil Teungku Fakinah belajar dari Ayah dan Ibunya sendiri. Khusus dari ayah, beliau belajar bahasa Arab, fiqih, tasawuf, sejarah dan tafsir serta hadist nabi. Selain pendidikan agama beliau juga ikut pendidikan militer menjelang pecahnya perang Aceh.

Yang namanya cinta lokasi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada Teungku Fakinah. Beliau menikah dengan seorang perwira muda yang juga ulama, namanya Teungku Ahmad. Awal mula mereka berkenalan adalah ketika sama-sama menempuh pendidikan militer hingga pada akhirnya menikah. Setelah menikah, dan sebelum perang pecah, sepasang pengantin baru ini mengabdikan diri sebagai pengajar di pusat pendidikan islam Dayah Lam Pucok yang dibangun oleh ayah Teungku Fakinah.

Pada tahun 1873, saat Belanda memulai agresinya di Aceh. Suami beliau syahid ketika melakukan perlawanan dengan belanda di Pantai cermin. Setelah suami beliau syahid, Teungku Fakinah mengadakan kampanye perang ditengah kaum wanita. Atas izin dari sultan Alaidin muhammad Daud syah, beliau membentuk sebuah pasukan tingkat resimen yang terdiri dari empat batalion.

selama hidupnya Teungku Fakinah menikah sebanyak tiga kali, suami kedua beliau adalah Teungku Nyak Badai yang juga syahid melawan penjajah. dan terakhir beliau menikah dengan Teungku Haji Ibrahim, bersama sang suami pada tahun 1915 M beliau naik haji dan bermukim agak lama di Mekah. Di sana beliau gunakan waktu untuk menambah pengetahuan, khususnya ilmu agama. Namun dalam kehidupan rumah tangga, Teungku Fakinah tidak dikaruniai anak, baik dari suami pertama, kedua maupun yang ketiga. Kendati demikian semangat juang beliau diteruskan oleh anak didiknya.

Setelah berbakti kepada agama, bangsa dan tanah air, menurut Teungku Ibrahim Lam Krak, pada tanggal 3 oktober 1933 M, ulama sekaligus pahlawan besar Teungku Fakinah berpulang kerahmatullah dalam usia 76 tahun. dimakamkan di pemakaman Lam Diran, ditempat itu pula kawan-kawan seperjuangannya yang telah duluan meninggal dikuburkan, seperti Habib Kabul, dan lain-lain.

[1] Rethinking Pesantren, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

Baca juga:

Hafiz Al-Qur'an, Serius atau Hanya "Suum Ek Manoek"?

Barangkali tiga kata pada ujung judul diatas adalah sangat bertolak belakang dengan kata kedua pada judul tersebut yaitu Al-Qur'an. Al-Qur'an yang merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah S.W.T melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad S.A.W sebagai mukjizatnya sekaligus pedoman hidup untuk umat seluruh alam. Sedangkan "suum ek manoek" (panas kotoran ayam) adalah najis kotoran binatang yang tidak sesuai apabila disandingkan dengan nama Al-Qur'an.

Namun maksud yang ingin penulis sampaikan bukanlah demikian, penulis bermaksud bahwa "suum ek manoek" disini adalah suatu majas atau kalimat kiasan yang digunakan dalam bahasa Aceh untuk menggambarkan sebuah perilaku atau juga perkara yang hanya senang dilakukan dalam waktu sangat singkat. Ini juga tidak berjauhan dengan sifat asli pada kotoran ayam yang terasa panas bila disentuh ketika baru dikeluarkan (maaf cakap) dari tempat keluarnya, namun sesaat kemudian rasa panas itu hilang. Ya, begitulah ulasan tentang asal usul kata-kata "suum ek manoek" yang masih populer dalam bahasa Aceh hingga saat ini. Kata-kata ini acapkali diucapkan ketika suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh semangat, namun tanpa disadari semangat itu hilang tak tahu kemana arah lagi.