Almalafa, Hijab Wanita Cordoba

Almalafa, Hijab Wanita Cordoba

Catatan Sejarah | Biarpun Cordoba telah jatuh ke tangan kristen spayol, namun kebiasaan memakai "almalafa (hijab)" masih terus berjalan, sampai ketika tahun 1500an hijab dilarang total disana oleh kristen spanyol. #lostislamicworld

sumber gambar

Aleppo, Sebelum dan Sesudah Pecah Perang

Perang selalu menyisakan banyak korban, entah ia korban nyawa, maupun korban harta. Demikianlah yang terjadi pada peperangan yang berlangsung di Suriah, siapapun yang bertikai, tetap saja rakyat sipil yang merupakan korban terbanyak.

Berikut ini beberapa foto dari boredpanda.com yang menggambarkan suasana kota Aleppo,  sebelum dan sesudah pecah perang:
Aleppo, Before adn After Civil War
Aleppo, Before adn After Civil War

Aleppo, Before adn After Civil War
Aleppo, Before adn After Civil War

Arsitek Muslim



Arsitektur Islam berkembang sangat luas baik itu di bangunan sekuler maupun di bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang sampai saat ini. Arsitektur juga telah turut membantu membentuk peradaban Islam yang kaya. Bangunan-bangunan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan arsitektur Islam adalah masjid, kuburan, istana dan benteng yang kesemuanya memiliki pengaruh yang sangat luas ke bangunan lainnya, yang kurang signifikan, seperti misalnya bak pemandian umum, air mancur dan bangunan domestik lainnya. [wikipedia]


Baca Juga:
Fiqih Arsitektur

Menulislah Agar Ilmu Kekal

Oleh: Muhammad Iqbal

Menulis merupakan suatu usaha untuk mengekalkan ilmu.karena jika ilmu hanya disampaikan melalui lisan saja ,suatu saat orang yang yang berilmu itu sudah tiada maka ilmu pun akan hilang bersamaan dengan ahlinya .

Ilmu itu akan tetap kekal jika dalam bentuk tulisan,seandainya saja alquran tidak dibukukan seperti sekarang ini,maka bagi kita manusia awan ini tidak dapat lagi melihat dan membaca alquran.inilah usaha yang dilakukan oleh saydina abu bakar ra,mengingat banyaknya para hufadz alquran yang syahid dalam peperangan .

Singkatnya masa kepemimpinan saydina abu bakar membuat proses penulisan alquran tidak rampung hingga dilanjutkan pada masa kekhalifahan saydina umar ,dan alquran inipun rampung pada masa kekhalifahan saydina usman bin affan ra sehingga alquran ini juga dikenal dengan nama resam usmany

Tradisi menulis ini pun berlanjut hingga sekarang ,dimana para alim ulama menulis kitab dalam berbagai fan ilmu.

Imam Bukhari meninggalkan kampong halamannya untuk belajar dan menulis berbagai macam hadits yang diperoleh dari narasumber terpecaya,sehingga hadits hadits yang termaktub di dalam shahih bukhari adalah hadits yang sohih.

Imam Syafii menulis satu karya yang sangat monumental yang diberi nama ar-risalah yang merupakan surat menyurat imam Syafii dengan  Abdurrahman bin Mahdi yang berisikan ilmu tentang al-quran,hal ihwal yang ada didalam al-quran serta berbagai hadits.

Para ulama pun menulis berbagai macam kitab dalam bentuk matan(متن),syarah(شرح) dan hasyiah(حاشية).Motivasi para alim ulama menulis berbagai macam kitab ada yang merupakan permintaan teman seperti Abi Syuja’(Ahmad bin Husin bin Ahmad Ashfihany) yang mengarang kitab matan alghoyatu wa taqrib sebagai jawaban atas permintaan temannya agar membuat suatu kitab yang ringkas dan padat supaya mudah dipelajari dan dipahami.

Ada pula para ulama menulis kitab kitab dalam bentuk syarah dan hasyiah sebagi bentuk komentar dan menambah surah serta dalil terhadap suatu matan,seperti ibmu qosim al-ghazy yang membuat kitab fathul qarib sebagai syarah dari matan Abi Syuja’ dan Syeh Ibarahim al-bajuri dengan hasyiah al-bajuri.

Disamping untuk mengabadikan ilmu dalam bentuk tulisan para alim ulama begitu tulus dan ikhlas dalam menulis,didalam muqaddimahnya mereka menuliskan نفع الله بها“semoga Allah memberi manfaat pada kitab ini”

Sebagai bukti keikhlasannya ,imam Ashshonhajiy selesai mengarang satu kitab imu nahwu beliau meletakkan kitabnya di atas sungai sambil berkata jurru miyah(mengalirlah air) maka kitab itupun tetap terapung dan tidak tenggelam,menandakan bahwa kitab karangan beliau layak untuk di publikasikan dan dipelajari oleh masyarakat,sehingga beliau menamakan kitab ini Ajjurumiyah(الجرومية).

Imam Yahya ibn syarifuddin Nawawi mengarang kitab hadits Matan Arba’in an-nawawiyah(الأربعين النووية) karena begitu besarnya balasan bagi siapa saja yang bisa menghafal 40 hadits,maka beliau pun ikut mengarang kitab yang berisikan 40 hadits,padahal sudah banyak para ulama sebelum beliau yang mengarang kitab hadits arba’in seperti Abdullah ibn Mubarrak,Muhammad ibn Aslam ath-thusiy,Hasan ibn Sufyan an-nasaiy dan lainnya.

Walaupun hadits yang menyatakan tentang  fadhilah menghafal hadits ini tergolong dhaif,mereka tetap mengarang kitab matan arba’in sebagai ibadah karena dibolehkan beramal dengan hadits dhoif untuk fadhilah amal(فضائل الأعمال)

Karomah ulama disaat menulis

Syeh Nawawi al-bantani merupakan ulama nusantara yang menjadi rujukan ulama hijaz,di saat beliau menulis  kitab syarah “Bidayatul Mujtahid” karangan Imam Ghazali ,lampu minyak beliau padam sedangkan beliau menulis sambil menunggangi unta,beliau berdoa kepada Allah jika tulisan ini bermanfaat berikanlah penerangan,seketika itu keluarlah api dari jempol kaki beliau yang menjadi sumber cahaya untuk melanjutkan tulisannya.

Imam ibn Naqib Rahimahullah menghikayahkan manaqib Imam Zakariya Muhyiddin ibn Syaraf an-nawawi ad-dimsyaqi lebih dikenal dengan Imam Nawawi,disaat beliau menulis penerangan beliau padam,maka menyalalah telunjuk tangannya yang kiri.

Imam Rafi’i disaat beliau mengarang satu kitab penerangan beliaupun padam ,maka bercahayalah pohon kurma sebagai penerang untuk ,melanjutkan menulis .

Inilah sebagian dari manaqib para alim ulama dalam menulis,bagaimana dengan kita ?

Mulailah menulis walaupun hanya tulisan ringan ,karena terdapat sedikit ilmu yang banyak manfaatnya dari sebuah tulisan.namamu akan tetap dikenang walau jasad sudah tiada sebab kebaikanmu terhadap orang lain dan karena karya karyamu.

(*)Santri MA’HAD  DARUL FALAH ULEE GLEE PIJAY

Aceh Berduka


Musibah gempa yang berkekuatan 6.4 SR tadi subuh (7 Desember 2016) menyisakan banyak duka bagi masyarakat Aceh, terutama bagi warga yang berada di kawasan Pidie Jaya. Ada banyak Banyak bangunan yang rubuh, juga beberapa korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan.

Termasuk Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga. Lantai pertama bangunan kampus IAI Al-Aziziyah yang berlantai 4 roboh, kubah Mesjid juga roboh sehingga beberapa santri yang sedang menunaikan shalat tahajud di dalam Mesjid harus dilarikan ke rumah sakit akibat terkena reruntuhan bangunan, namun tidak ada korban jiwa dalam musibah yang terjadi di Dayah MUDI.

Mari kita doakan, semoga Allah memberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini.

Mengingat Mati dengan Ziarah Kubur

Oleh: Tia Fitriani Arif

Ziarah kuburan adalah satu amal ibadah yang dianjurkan untuk kita amalkan. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam begitu menekankan agar kita menziarahi kuburan. cara untuk mengingat-ingat kematian. Salah satunya dengan berziarah ke makam para keluarga atau ke makam alim ulama. untuk mendoakan arwah-arwah beliau yang sudah tiada. Dekat dengan kuburan berarti kita akan ingat mati

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

زوروا القبور فإنها تذكركم الموت
“Berziarahlah kalian ke kuburan, karena ziarah kubur mengingatkan kalian akan kematian” (HR. An Nasai dan lainnya)

Sebab mau tidak mau kita ini adalah DAFTAR ANTRIAN MENUJU KEMATIAN. marilah kita jadikan kuburan sebagai tempat untuk melakukan tafakur (perenungan). Merenungi bila kita kesepian dan tidak ada kawan, saudara atau siapa pun kecuali hanya amal ibadah kita selama di dunia. Jangan jadikan pula sebagai tempat yang angker atau menyeramkan.

Kita akan menjadi penghuninya menunggu hari persidangan apakah kita masuk surga atau neraka kelak. Itulah rumah kita yang abadi. bukan rumah yang sekarang kita tempati. Sebagai makhluk berakal, setiap manusia sadar benar bahwa kita akan mati. Dan orang yang paling cerdas adalah orang yg paling banyak mengingat Kematian.

Dalam sebuah Hadits Hasan, Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» ، قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ» [رواه ابن ماجه بإسناد حسن]

Artinya: “Dari Ibnu Umar berkata: “Ketika aku bersama Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki Anshar. Setelah mengucapkan salam kepada Nabi, ia bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang mukmin yang paling utama?” Rasulullah saw menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”. Laki-laki itu bertanya kembali: “Lalu siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah saw bersabda: “Yaitu orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling banyak mempersiapkan bekal untuk hari kemudian. Itulah orang-orang cerdas” (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan).

Orang yang paling banyak mengingat kematian itu dianggap Rasulullah SAW sebagai orang yang cerdas dan pintar karena orang yang paling banyak mengingat mati itulah yang paling lengkap persediaan (sangu/bekal) untuk mati, sehingga dialah orang yang mendapat kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat nanti. Rasulullah SAW pun juga bersabda ”Bila hati seorang dimasuki oleh Nur (Cahaya Iman), maka itu akan menjadi lapang dan terbuka”.

Dari ucapan Rasulullah itu banyak orang yang bertanya, apakah tandanya hati yang lapang dan terbuka itu? Rasulullah pun menjawab,”Ada perhatiannya terhadap kehidupan yang kekal di akhirat nanti, dan timbul kesadaran dan pengertiannya terhadap tipu daya kehidupann dunia sekarang ini, lalu dia bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati itu.” (Hibnuurai). Akhirnya Rasulullah SAW memiliki sabda yang singkat namun tegas untuk kita semua umatnya yang beriman:”CUKUPLAH MATI ITU SEBAGAI GURU ATAU PELAJARAN”.

Dan sebodoh-bodoh manusia di dunia ialah orang yang lupa atau tak pernah mengingati akan mati. sama bodohnya dengan kerbau, sapi dan kambing. Lihatlah kambing, sapi atau kerbau itu, dengan jarak hanya beberapa meter saja dari tempat pembantaian, namun kambing sapi dan kerbau itu belum juga sadar bahwa dia akan segera mati disembelih di tempat pembantaian itu.

Perhatiannya di saat itu masih 100% kepada rumput yang hijau atau kambing, sapi atau kerbau betina. Karena kebodohan itu, dia masih main-main, guyonan atau berkelahi satu sama lain. Alangkah bodohnya kambing, sapi dan kerbau itu. Dan begitu pulalah keadaannya orang-orang yang lupa atau tak pernah ingat akan mati itu. Bukan saja bodoh, tetapi dada atau hatinya menjadi sempit, dada dan hatinya menjadi gelap gulita, tak ada sinar atau cahaya padanya. Seperti orang-orang yang tersangkut jaringan NARKOBA.

Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka. Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan orang lain; dan apa yang mereka [yang mati] alami tidak akan menimpa diri mereka! Semua orang berpikiran, belum saatnya mati dan mereka selalu berpikir selalu masih ada hari esok untuk hidup.

Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi anda membaca artikel ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi.

Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya.

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. [Al Jumu’ah:8].

Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya saja.

(*)Pelajar dari kabupaten Bengkalis.

Tuhan pun Bersyukur Kepada Hambanya


Oleh: Muhammad Ikbal

عن ابي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم ان رجلا راى كلبا يأكل الثرى من العطش,فأخذ الرجل خفه يغرف له حتى أرواه,فشكر الله له فأدخله الجنة
Dari Abu Hurairah daripada Nabi SAW :bahwa seorang laki laki melihat seekor anjing yang sedang menjilat tanah karena kehausan ,maka lelaki tersebut melepas sepatunya dan mengambil air dengan sepatu tersebut untuk diminumkan kepada anjing tersebut hingga kenyang,maka Allah bersyukur  kepada lelaki itu dan memasukkannya ke dalam surga.

Lihatlah  betapa mudahnya Allah memasukkan hambanya kedalam syurga,hanya dengan memberi minum kepada anjing yang sangat kehausan,tetapi kita sering melupakan hak dan kewajiban kita kepada makhluk Allah yang lain yaitu hewan dan tumbuhan .

Perlu kita ketahui ,bahwa manusia adalah makhluk yang social,tidak hanya sosial dengan sesama manusia, tapi manusia juga dituntut untuk berperilaku social terhadap hewan dan tumbuhan.

Apa bentuk sosial kita terhadap hewan?

Sering kita melihat seeokor kucing yang memelas manja saat kita menyantap hidangan makanan di rumah atau di jalan ,terkadang kita terlanjur mengusir sambil bergumam “dasar kucing malas,pergi sana cari rezeki di sawah,cari tikus sana”

Memang benar kebanyakan kucing yang sudah terlalu dekat dengan manusia akan sangat manja ,namun kita pun tidak boleh langsung berkata seperti itu,,ya kadang kita merasa jengkel dengan sikap kucing itu,pun begitu sedikit perhatian perlu kita berikan,karena kita tidak akan tahu bahwa kucing itu pun berdoa untuk siapa saja yang berbaik hati padanya .

Pernah suatu hari ketika wali allah abu Ibrahim wayla berkunjung ke daerah tanoh abee (tanah abu,aceh besar) untuk menjumpai seorang anak kecil,abu datang disaat anak kecil ini sedang memberi makan ayam,lalu dia meminta abu untuk menunggu sejenak karena dia sedang memberi makan ayam yang tidak berdosa.

Sungguh besar hikmah didalam cerita ini,anak ini lebih mendahulukan memberi makan  ayamnya  ketimbang berjumpa dengan wali allah,karena manusia juga berdosa sedangkan hewan tidak

Dengan kebaikan kebaikan seperti inilah allah berterima kasih dan memasukkan hambanya ke dalam surga

Di dalam redaksi yang lain:

فشكر الله له فغفر له,قالو يا رسول الله ان لنا فى البهائم أجرا؟فقال أن فى كل كبد حرى رطبة أجرا
“Maka Allah berterima kasih padanya dan mengampuninya,para sahabat bertanya  wahai rasulullah apakah kita bisa meraih pahala dari binatang,maka nabi menjawab sesungguhnya pada setiap hati yang basah itu pahala”

Selama hati manusia itu masih hidup,masih ada tuhan di hatinya maka ada potensi untuk beribadah dan berpahala walau hanya berbuat baik terhadap binatang.Tetapi jika hati manusia sudah mati maka akan sulit baginya untuk berbuat kebaikan.Sebagaiman yang telah disebutkan tentang orang yang telah dikuncikan hatinya dari kebaikan,tidak lagi mendengar kebaikan dan tidak dapat lagi melihat kebaikan .

Betapa dalamnya mutiara ilmu di dalam hadits ini dimana ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik diantaranya:
  • Allah menampakkan bagaimana seharusnya kita menjaga hak dan kewajiban terhadap       bintang,karena mereka juga ciptaan Allah,mereka juga bertasbih dan beribadah.
  • Jagalah hatimu sekuat mungkin,jangan sampai Allah memalingkan hatimu sehingga kamu jauh dari mengingat Allah
  • Dengan berbuat baik terhadap binatang menjadi sebab mendapat pengampunan dan surge Allah.
  • Berbuat baiklah kamu,apapun itu selama masih dalam batasan syar’i.Karena kita tidak tahu dari amal baik mana Allah meridhoimu untuk masuk syurganya.
و الله أعلم بالصواب

Muhammad Ikbal - Santri  Ma’had Darul Falah Uleeglee Pijay

Perkataan Adalah Cerminan Perasaan

Saat diberi sesuatu engkau bergembira, dan saat ditolak engkau kecewa, maka simpulkanlah bahwa yang demikian itu adalah bukti dari kekanak-kanakanmu dan ketidak tulusan penghambaan.

setiap ucapan yang meluncur pasti membawa corak kalbu tempat asal perkataan itu.

Siapa yang telah diizinkan Nya untuk menerangkan, maka ungkapanya akan dapat dimengerti oleh para pendengarnya, dan kiasannya akan menjadi terang bagi mereka.

Jika permulaannya membuatmu tertarik, maka kesudahannya akan membuatmu jemu.
Pesona-pesona duniawi itu tak akan menyuguhkan kebahagiaan yang abadi.

kala engkau sakit hati karena orang-orang tidak mengacuhkanmu, ataupun mereka acuh namun mencelamu, maka pulangkanlah pengetahuan Allah tentang dirimu. jika engkau belum puas dengan pengetahuan-Nya, maka derita yang menimpamu karena tidak puas dengan pengetahuan-Nya lebih besar dari derita yang menimpamu karena adanya celaan mereka.

[Hikam | Ibnu Athailah]

Cintailah Saudaramu Seperti Engkau Mencintai Dirimu Sendiri

Syarah Hadist Arbain no. 13

الحديث الثالث عشر
وعن أنس قال : قال رسول الله : ( لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه ).

Hadist ke-13, dari Anas r.a, Rasulullah saw bersabda : Tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya apa-apa yang dicintai bagi dirinya.

معاني الكلمات :
Pengertian kalimat tersebut adalah:

لا يؤمن أحدكم : الإيمان الكامل . ما يحب لنفسه : من الخير .

Tidak beriman bermakna tidak sempurna iman. Apa-apa yang dicintai bagi dirinya berupa kebaikan-kebaikan.

الفوائد :
1- من علامات الإيمان الكامل أن يحب الإنسان لأخيه المسلم ما يحب لنفسه من الخير .
وقد جاء في الحديث عن يزيد بن أسد : قال : قال لي رسول الله : ( أتحب الجنـة ؟ قلت : نعم ، قال : فأحب لأخيك ما تحــــب لنفسك ) رواه أحمد .
Faedah :
Diantara tanda sempurnanya iman bahwa mencintai oleh insan terhadap saudaranya yang muslim sebagaimana ia mencintai dirinya daripada kebaikan2.

Tersebut pada sebuah riwayat dari Yazid bin Asad, ia berkata, Rasulullah bersabda untukku : Apakah engkau mencintai surga? saya menjawab "iya", kemudian Rasulullah saw bersabda "maka cintailah saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri" (HR. Ahmad)

Referensi: Fathul Mubin, Syarah Matan Arbain, Ibnu Hajar al-Haitami


Pendapat Ulama Tafsir Mengenai Al-Maidah ayat 51

Pemahaman terhadap al-quran tidak akan memadai jika hanya mengacu pada terjemahannya saja. Bahkan belakangan ini al-maidah ayat 51 menjadi polemik karena dianggap multi tafsir, lantas bagaimana pendapat para ahli tafsir mengenai surat tersebut? Berikut beberapa petikan penafsiran yang disadur dari karya-karya ulama terdahulu.

1. Tafsir al-Thabari

والصواب من القول في ذلك عندنا أن يقال: إن الله تعالى ذكره نهى المؤمنين جميعا أن يتخذوا اليهود والنصارى أنصارا وحلفاء على أهل الإيمان بالله ورسوله، وأخبر أنه من اتخذهم نصيرا وحليفا ووليا من دون الله ورسوله والمؤمنين فإنه منهم في التحزب على الله وعلى رسوله والمؤمنين، وأن الله ورسوله منه بريئان

“Pendapat yang benar menurut kami ialah bahwa Allah SWT melarang seluruh orang beriman menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, sekutu, dan teman koalisi (setia) yang dapat merugikan orang mukmin lainnya. Allah SWT mengabarkan bagi siapa pun  yang menjadikan mereka sebagai penolong, sekutu, dan teman setia, maka dia menjadi bagian dan berpihak pada mereka dalam hal melawan Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orang mukmin. Dengan demikian, Allah dan Rasulullah tidak bertanggung jawab atas mereka.

Sementara mengenai ayat 52, Imam Al-Thabari menuliskan:

غير أنه لا شك أن الآية نزلت في منافق كان يوالي يهود أو نصارى، خوفا على نفسه من دوائر الدهر، لأن الآية التى بعد هذه تدل على ذلك. وذلك قوله: "فترى الذين في قولبهم مرض يسارعون فيهم يقولون نخشى أن تصيبنا دائرة:

“Tidak diragukan lagi bahwa ayat ini diturunkan dalam konteks orang munafik, yaitu mereka yang berkoalisi dengan Yahudi dan Nasrani karena takut ditimpa musibah dan kesusahan. Kesimpulan ini didasarkan pada ayat setelahnya, ‘Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, ‘Kami takut akan mendapatkan bencana’ (QS: al-Maidah ayat 52).”

Sedangka pada bagian akhir penafsiran surat ini, al-Thabari menjelaskan:
 
أن الله لا يوفق من وضع الولاية في غير موضعها فوالي اليهود والنصاري-مع عداوتهم الله ورسوله والمؤمنين- على المؤمنين، وكان لهم ظهيرا ونصيرا، لأن من تولاهم فهو لله ولرسوله حرب

“Sesungguhnya Allah tidak memberkati orang yang berkoalisi (minta tolong) kepada orang yang tidak tepat. Seperti menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai sekutu dan penolong. Padahal mereka memusuhi Allah, Rasul, dan orang mukmin. Siapapun yang berkoalisi dengan mereka berati ia memerangi Allah, Rasul, dan orang mukmin.”[1]

2. Tafsirul Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أي مقتضى إيمانكم أن لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ أي توالونهم وتصاحبونهم مثل موالاة المؤمنين ولا تعتمدوا ولاتثقوا بودادتهم ومودتهم إذ هم بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ أي متظاهرون متعاونون ينتهزون الفرصة لمقتكم وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ أي ويعتمد عليهم مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ أي من جملتهم وعدادهم عند الله إِنَّ اللَّهَ أي المطلع لضمائر عباده لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ أي المجاوزين عن مقتضى أوامر الله، المرتكبين لمناهيه، فكيف لا يكون المتولون معهم من زمرتهم.

Artinya, “(Hai orang-orang beriman) seseuai keimananmu. (Jangan kalian jadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pelindung) kalian menjadikan mereka sebagai pelindung dan bersahabat dengan mereka sebagaimana kalian menjadikan orang beriman sebagai pelindung. Jangan kalian bersandar dan memercayakan cinta dan persahabatan mereka karena mereka (sebagian mereka terhadap sebagian lainnya menjadi pelindung) mereka saling membahu dan membantu. Mereka menunggu kesempatan karena benci mereka terhadapmu. (Siapa menjadikan mereka pelindung) bersandar kepada mereka (di antara kamu, maka sesungguhnya ia termasuk dari mereka), termasuk jumlah sebagian besar mereka dan salah satu dari mereka di sisi Allah. (Sungguh Allah) yang melihat hati hamba-Nya (tidak memberi petunjuk kepada kaum yang aniaya) kaum yang melewati batas dari tuntutan perintah Allah, dan melakukan apa yang dilarang Allah. Bagaimana orang yang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong tidak dianggap sebagai bagian dari mereka?”

Kutipan di atas diambil dari Tafsirul Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, terbitan At-Tamam, Beirut, Libanon, juz I, halaman 512-513.[2]

3. Tafsir Jamal

قوله يأيها الذين آمنوا، خطاب يعُمّ حكمُه كافةَ المؤمنين من المخلصين وغيرهم. وقوله آمنوا أي ولو ظاهرا. وإن كان سبب نزولها في غير المخلصين فقط وهم المنافقون، كعبد الله بن أبى واضرابه الذين كانوا يسارعون فى موالاة اليهود ونصارى نجران، وكانوا يعتذرون الى المؤمنين بأنهم لا يؤمنون أن تصيبهم صروف الزمان كما قال تعالى يقولون نخشى

Artinya, “’Hai orang-orang beriman’ hukum yang dituju ayat ini menyasar kepada semua orang beriman yang ikhlas maupun yang tidak ikhlas. ‘Berimanlah kamu’ meskipun hanya secara lahir, tidak sampai ke batin. Ayat ini menyasar semua orang beriman meskipun sebab turunnya ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak ikhlas. Mereka adalah orang munafiq seperti Abdullah bin Ubai dan pengikutnya. Mereka inilah yang segera menjadikan orang Yahudi dan Nasrani Najran sebagai pelindung. Mereka sebelumnya menyatakan ‘maaf’ kepada orang-orang beriman bahwa mereka akan melepaskan keimanannya bila peralihan zaman menempatkan orang beriman dalam posisi kalah perang seperti perkataan mereka yang diabadikan dalam Al-Quran, ‘Kami khawatir...’”

Demikian dikutip dari Tafsir Jamal karya Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jamal, Darul Fikr, 2003 M/1423 H, Juz 2, halaman 251.[3]

4. Tafsir Al-Baghawi

Terkait Surah Al-Maidah 51, penulis kitab Ma’alimul Tanzil fi Tafsiril Qur’an, Al-Baghawi (wafat 510 H), menyebutkan beberapa riwayat yang berkaitan dengan penyebab turun ayat ini. Riwayat pertama mengisahkan bahwa ayat ini diturunkan pada saat ‘Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul tengah bertengkar. Mereka berdebat terkait siapa yang pantas dijadikan tempat berlindung. Pertengkaran mereka itu akhirnya terdengar oleh Nabi SAW. Berikut petikan kisahnya:

 نزلت في عبادة بن الصامت وعبد الله بن أبي ابن سلول، وذلك أنهما أختصما، فقال عبادة: إن لي أولياء من اليهود كثير عددهم شديدة شوكتهم، وإني أبرأ إلى الله وإلى رسوله من ولايتهم وولاية اليهود، ولا مولى لي إلا الله ورسوله، فقال عبد الله: لكني لا أبرأ من ولاية اليهود لأني أخاف الدوائر ولا بد لي منهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يا أبا الحباب ما نفست به من ولاية اليهود على عبادة بن الصامت فهو لك دونه. قال: إذا أقبل، فأنزل الله تعالى بهذ الآية

Artinya, "Ayat ini diturunkan pada saat ‘Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul bertengkar: ‘Ubadah berkata, ‘Saya memiliki banyak ‘awliya’ (teman/sekutu/pelindung) Yahudi, jumlah mereka banyak, dan pengaruhnya besar. Tapi saya melepaskan diri dari mereka dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya. Tiada pelindung bagi saya, kecuali Allah dan Rasul-Nya’.

Abdullah bin Ubay berkata, ‘Saya lebih memilih berlindung kepada Yahudi karena saya takut ditimpa musibah. Untuk mengindarinya saya harus bergabung dengan mereka’. Nabi SAW berkata, ‘Wahai Abul Hubab, keinginanmu tetap dalam perlindungan (kekuasaan) Yahudi adalah pilihanmu, tidak baginya’. Ia menjawab, ‘Baik, saya menerimanya’. Karenanya, turunlah ayat ini.”[4]

Rujukan: [1] Tafsir at-Thabari (nu.or.id)

Imam Malik bin Anas; Ulama High Class


Oleh: Muhammad Saiyid Mahadhir

“Saya paling tidak suka dengan seseorang yang sudah diberi nikmat oleh Allah, tapi nikmat itu seakan tidak kelihatan, [ما أحب لامرئ أنعم الله عليه ألا يرى أثر نعمته]”, begitu ungkap imam Malik sekali waktu yang dikutip oleh Abu Zahrah dalam salah satu kitabnya.

Mungkin Imam Malik adalah salah satu ulama yang seakan berbeda dalam hal ini, dalam gaya hidup. Disaat sebagian ulama lainnya memilih hidup yang biasa-biasa saja, sederhana atau bahkan miskin, tapi justru imam Malik hidup dalam ‘kemewahan’.

Bukan maksudnya untuk bermewah-mewahan semata, tapi dibalik itu imam Malik ingin mengajarkan kepada kita bagaimana hidup dalam status yang tinggi serta mulia, sehingga tidak dipandang sebelah mata oleh pemilik dolar juga oleh para penguasa khususnya.

Tidak heran jika akhirnya penguasa Mekkah dan Madinah pada waktu itu takut dengan imam Malik, tidak mudah bagi mereka untuk bertemu dengan beliau. Imam Malik bukan seperti masyarakat lainnya yang langsung bisa diperintah oleh penguasa. Mereka segan; segan dengan keilmuannya, juga segan dengan tampilannya.

Imam syafi’i saja kala itu punya niat berguru dengan Imam Malik di Madinah, setelah sebelumnya Imam Syafi’i belajar di madarasah Mekkah, niat ingin berguru dengan imam Malik tidak semudah yang dikira.

Akhirnya Imam Syafi’i meminta bantuan penguasa Mekkah, untuk kemudian darinya dikirim surat untuk penguasa Madinah, agar disampaikan kepada imam Malik bahwa ada anak muda dari Mekah yang ingin belajar dengan imam Malik.

Rasa gugup menyelimuti penguasa Madinah ini ketika hendak mengetuk pintu rumah sang imam. Setelah rumah diketuk, akhirnya yang keluar malah pembantu, setelah disampaikan bahwa yang datang adalah penguasa Madinah, Imam Malik justru bertanya: “Beliau mau apa? Jika mau ngobrol biasa, bilang bahwa saya tidak punya waktu, dan jika mau bertanya tentang agama, maka bilang juga bisa bertanya pada hari dimana saya isi halaqah di masjid Nabawi”.

Tapi akhirnya imam Malik keluar juga dari kamarnya, dan mau menemui penguasa yang ternyata Syafi’i muda sudah bersamanya, untuk disampaikan bahwa Syafi’i muda ini mau belajar dengan sang imam.

Imam Malik keluar dengan penuh wibawah, pakaian ‘mewah’nya membuat penguasa Madinah semakin tertunduk, belum lagi ditambah dengan imamahnya. Memang dalam banyak literatur tercatat bahwa sang imam memang tidak pernah memakai sembarang pakaian, pakain yang dipakai oleh Imam Malik adalah pakaian-pakaian pilihan, bukan yang ecek-ecek.

Imam Malik sangat suka memakai pakain putih, dan beliau biasa memakai pakain baru impor (bukan barang bekas)  dari negri Khurasan, Mesir, dan lainnya yang dikenal mahal harganya. Sama seperti ‘mewah’nya makanan harian beliau yang selalu memakan daging dalam jumlah yang lebih banyak dari kebanyakan orang, pun begitu dengan rumah dimana beliau berdiam, perabot rumah yang ‘mewah’ dimasa itu serta semua hal yang bisa menambah kenyaman rumah ada.

Jadi memang sebenarnya tidak ada masalah dengan gaya kehidupan sebagain ulama yang dikenal mewah, dan tidak baik pula mempermasalahkannya. Mengapa terkadang kita justru memperdebatkan hal yang mubah, padahal sah-sah saja jika ada yang punya selera lain dalam hidupnya.

Private life itu murni hak tuan badan, ketika dalam waktu yang bersamaan mereka sudah bisa menunaikan hak dan kewajibannya terhadap masyarakat lainnya. Punya rumah bagus, mobil, cara berpakaian menarik, punya istri lebih dari satu, dan seterusnya, itu semua adalah selera hidup masing-masing, yang justru pilihannya diserahka kepada kita.

Dan dalam kenyataannya apakah seorang ulama itu harus disyarakatkan hidup miskin? Siapa yang meragukan keilmuan imam Malik baik dalam bidang hadits maupun fiqih? Hingga beliau masuk dalam empat madzhab besar yang sampai sekarang masih terus memberikan manfaat bagi kehidupan, walaupun pada waktu yang bersamaan hidup dalam kemewahan.

Tidak baik juga selalu berburuk sangka dengan pemilik harta yang banyak. Pada dasarnya hidup sesama muslim itu harus dilandasi dengan prasangka baik, terlebih kepada ulama.

Husnu zhon saja bahwa para ulama kita menjalani semua itu dengan harta yang halal, harta yang halal itu banyak, tidak sempit, sama seperti banyaknya makanan yang halal, selain dari apa yang Allah haramkan, maka yakinlah bahwa semuanya halal.

Mudah saja kaidah, hitung saja apa yang sudah Allah haramkan, maka sisanya yang tidak bisa dihitung itu semuanya halal. Tidak butuh lebel halal seperti halnya makanan halal di Indonesia. Tidak. Bahkan yang tidak berlebel halal dan halal jauh lebih banyak ketimbang yang sudah berlebel halal.

Jangan kaku ketika mendengar dan menyaksikan sosok ulama yang banyak hartanya, jangan sampai ketika disebut kosakata kaya seketika yang hadir di kepala kita selalu saja negatif. Banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang tidak salah jika kita sematkan pada mereka sebutan millioner. Hidup kaya asal bahagia itu tidak mustahil diraih, jangan sampai hidup ini hanya dihadapkan kepada satu pilihan  saja; biar miskin asal bahagia.

Kaya dan miskin itu tergantung dengan cara kita menyikapinya. Keduanya adalah ujian yang Allah berikan kepada ummatnya, untuk memastikan siapa yang bersyukur dikala lapang, dan siapa yang bisa bersabar saat kesusahan melanda. Walau dalam kenyataannya banyak yang bisa bertahan dalam ujian kesabaran namun sedikit yang lulus dari ujian kesyukuran, begitu jelas Imam Al-Maraghi.

Dan dari keduanya akan hadir kebaikan, biarkan saja perdebatan diantara ulama itu terus ada, dalam menilai siapakah yang paling utama dan mulia; miskin bersabar atau kaya bersyukur, hingga nanti kita semua kembali kepada Allah untuk meraih nilai ujian kehidupan yang masing-masing kita sudah menjalaninya di bumi.

Dalam hal ini Allah SWT mengingatkan:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya’: 35)

Kata fitnah dalam ayat di atas menunjuk makna ujian dan cobaan. Ibnu Faris (w. 395 H) dalam Maqayis al-Lughah, jilid 4, hal. 472, menyebutkan bahwa asal kata fa-ta-nun menunjukkan arti ujian dan cobaan [الفاء والتاء والنون أصل صحيح يدل على ابتلاء واختبار ], dan darinya juga muncul istilah fitnah.

Al-Ashfahani (w. 502) dalam Al-Mufradat Fi Gharib al-Quran, hal. 623 juga menjelaskan bahwa dari 34 ayat Al-Quran yang memakai redaksi fitnah sebagian besarnya merujuk kepada makna dasar diatas.

Keburukan dan kebaikan semuanya adalah ujian dan cobaan yang harus disikapi dengan benar. Dalam memahami makna kebaikan dan keburukan pada ayat diatas, para ulama tafsir sedikit berselisih pendapat, namun setidaknya perselisihan mereka masuk dalam katagori khilaf tanawwu’, dimana semua hasil penafsiran tersebut satu dengan yang lainnya bisa saling melengkapi, dan semua itu bisa kita ambil maknanya, tanpa harus membuang sebagiannya.

Imam Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya An-Nukat wa Al-‘Uyun menjelaskan, setidaknya ada empat pendapat dalam memaknai kebaikan dan keburukan pada ayat QS. Al-Anbiya’: 35 diatas, namun umumnya para ulama tafsir lebih banyak menyepakati dengan makna yang keempat, dimana kebaikan dan keburukan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dicintai dan segala sesuatu yang tidak disukai, termasuklah diantaranya kaya dan miskin, sehat dan sakit, lapang dan sempit, ketaatan dan nafsu, dst.

Namun diakhir semua itu imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa yang demikian agar diketahui siapa saja yang bersyukur dengan apa yang mereka senangi dan siapa saja yang bersabar terhadap apa apa tidak mereka sukai. [لنعلم شكركم لما تحبون , وصبركم على ما تكرهون ]

Dan dalam memaknai syukur itu tidak salah dengan apa yang diungkap oleh imam Malik diawal tulisan ini, bahwa termasuk hal yang kurang disukai ketika Allah memberikan nkmat kepada seorang hamba lalu kemudian seakan nikmat itu tidak ada bekasnya sama sekali.

Rupanya ungkapan imam Malik diatas bukan ungkapan sembarang saja, ternyata ungkapan tersebut bersandar kepada sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ»

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh Allah sangat suka meyaksikan bekas nikmatNya pada diri hambanNya” (HR. Turmudzi)

Dan memang dari jauh hari Allah SWT sudah menegaskan:

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Al-A’raf: 32).

Wallahu A’lam Bisshawab

Disadur dari Tulisan Ustad. Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA ~ rumahfiqih.com

Zakat Rikaz


Rikaz artinya barang-barang simpanan dalam tanah, yang disimpan oleh orang-orang purba, berupa barang-barang logam dan sebagainya. Jika seseorang mendapatkan barang-barang seperti itu maka ia wajib mengeluarkan 1/5 zakatnya. hal ini sebagaimana sebuah hadist dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "pada Rikaz wajib dikeluarkan zakatnya seperlima".

Kondisi Sosial Masa Dinasti Umayyah, bag. 2


oleh: Nabila Andini

Pada masa Dinasti Umayyah, masyarakat islam juga sudah mengenal yang namanya kelas-kelas sosial. Pada masa ini kelas sosial di dalam masyarakat terbagi dalam empat kelas:

Golongan pertama adalah golongan yang memiliki kelas tertinggi di dalama masyarakat, di dalam kelas ini biasanya diisi oleh penguasa-penguasa islam, keluarga kerajaan, serta kaum bangsawan dan ninggrat muslim. Tidak ada yang mengetahui secara pasti jumlah mereka. Pada masa khalifah al-Walid I anggaran subsidi yang harus dikeluarkan Negara untuk orang Arab Damaskus dan distriknya (Jund) mencapai 45.000. pada masa Marwan I, Hims dan distriknya mengeluarkan biaya pensiun sebesar  20.000.

Golongan kedua adalah golongan para muallaf. Muallaf merupakan sebutan bagi mereka-mereka yang awalnya non-muslim akhirnya memeluk islam. Alasan mereka memeluk islam sangatlah beragam.  Menurut Tamim Ansary dalam bukunya yang berjudul dari puncak Baghdad, ia menjelaskan bahwa banyak orang yang di wilayah-wilayah yang ditaklukkan oleh khalifah meninggalkan agama mereka yang terdahulu untuk memeluk islam. Beberapa dari mereka masuk islam untuk menghindari pajak, bahkan untuk mengejar karier. Namun ia menambahkan bahwa hal di atas adalah yang dapat dilebih-lebihkan dan bukanlah dari keseluruhan cerita, karena menurutnya setelah berpindah agama, seorang muslim memang tidak diwajibkan membayar pajak, namun ia tetap mempunyai kewajiban untuk membayar zakat. Mengenai perpindahan agama untuk mengejar karir, di bawah pemerintahan khalifah, seorang non muslim juga diberikan hak untuk memiliki tanah, menjalankan usaha, menjual barang dan menjalankan bisnis. Bahkan mereka diizinkan untuk bekerja dengan pemerintah jika mereka memang memiliki kemampuan dan keterampilan.

Dalam kerajaan islam siapapun bisa menjadi orang kaya dan terkena. Hal ini disebabkan karena para bangsawan muslim tidak ragu-ragu dalam memilih siapapun untuk bekerja bersama mereka. Mereka akan dengan gampang memilih orang Kristen sebagai dokter jika ia memang memiliki kemampuan dan ahli di bidang tersebut. Jika ada golongan non-muslim yang mengerti bangunan maka ia akan menjadi arsitek. Hal ini sama sekali tidak berpengaruh pada agama mereka baik mereka seorang dengan agama-agama ‘Ibrahimi’, bahkan agama Zoroaster yang kepercayaannya begitu jauh dari islam. Menurut pendapatnya, kebanyakan orang masuk islam dibawah pemerintahan kaum muslim adalah karena islam terlihat seperti kebenaran. Juga alasan karena pada saat itu Dunia tengah memiliki otot yang rasa percaya diri dan aura yang keberhasilan yang begitu pasti, dan siapa yang tidak ingin bergabung dengan ummah jika mereka memiliki kemampuan yang besar?.

Kelas sosial selanjutnya adalah yang berada setelah kelas para muallaf adalah kelas yang diduduki oleh para anggota-anggota sekte. Anggota sekte yang dimaksud disini adalah mereka-mereka yang disebut dengan ahl ad-zimah atau mereka-mereka yang memiliki kitab suci, mereka adalah orang-orang yang telah mengikat perjanjian dengan orang islam, yakni orang-orang Yahudi, Kristen, dan Saba. Kristen Santo Yahya, yang hingga saat ini masih tinggal di lembah sungai Eufrat identik dengan orang Mandea, al-Qur’an menyebut mereka dengan sebutan Orang Saba sebanyak tiga kali. Penjelasan dari al-Qur’an ini juga dikuatkan dengan tindakan yang diperlihatkan nabi Muhammad terhadap mereka. Nabi Muhammad juga memandang mereka sebgai orang-orang yang mempercayai tuhan, mereka diberi perlindungan di bawah kepemimpinan islam namun dengan syarat tetap membayar pajak

Orang-orang non-Muslim yang membayar pajak dan diberi perlindungan oleh pemerintah islam disebut dengan sebutan kafir Dzimmi. Pajak yang mereka bayar merupakan pajak tanah dan pajak kepala, pajak ini diberikan kepada pemerintah Islam. Tidak hanya diizinkan tinggal dan diberi perlindungan, dalam lingkup hukum kehidupan bermasyarakat, mereka tidak harus mengikuti dan tunduk pada aturan-aturan agama islam. Namun hal ini akan berbeda jika mereka terlibat dengan seorang muslim.

Kafir Dzimmi awalnya hanya tidak diartikan begitu luas, yang disebut kafir Dzimmi seperti yang dijelaskan al-Qur’an awalnya hanyalah kalangan ahl kitab. Namun seiring berjalannya waktu makna ini semakin diperluas. Kaum Zoroaster (majusi), penyembah berhala, yang tidak termasuk kedalam golongan Samawi juga dikatakan Dzimmi.

Kelas sosial keempat atau kelas terendah adalah masyarakat dari golongan budak. Sistem perbudakan merupakan tradisi lama yang telah dianut oleh kaum Semit kuno. Meskipun umat islam saat itu juga menggunakan tradisi perbudakan, namun sistem perbudakan dalam islam memiliki aturannya yang lebih jelas mengenai ini. Hukum dalam islam melarang seorang muslim untuk memperbudak kerabatnya seagama, namun tidak pula menjanjikan kebebasan bagi budak non-Muslim yang akhirnya memeluk islam. Pada masa awal islam, budak berasal dari tawanan perang, termasuk wanita dan anak-anak, dan didapatkan dengan cara membeli atau menyergap rombongan musuh.

Bersambung...

Bagian sebelumnya

Menangislah Ketika Membaca Al-Quran

Termasuk bagian adab dari membaca Al-Quran adalah berusaha untuk menangis, bersedih dan khusuk. Di dalam sya'bul iman karya Baihaqi dari Sa'ad bin Malik secara marfu: "Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya, menangislah dan jika tidak bisa, maka berpura-puralah menangis".

Menurut riwayat Thabrani, "Manusia yang paling baik bacaannya adalah seseorang yang jika membaca Al-Quran, dia akan berusaha untuk bersedih".

Dalam  syarah muhadzab dijelaskan, "cara agar bisa menangis adalah dengan memperhatikan ancaman-ancaman yang dibacanya dan perjanjian-perjanjian yang ada di dalamnnya. Kemudian dia memikirkan kekurangannya pada hal-hal itu. Jika pada waktu memikirkan, dia masih tidak dapat menangis dan bersedih, hendaklah dia menangis karena tidak dapat melakukannya, sesungguhnya hal itu termasuk musibah".

Selain itu hal yang paling penting dalam membaca quran adalah merenungi dan memahami setiap bacaan. Sebab dengannya, insyaAllah hati akan menjadi lapang dan bersinar. Allah Ta'ala berfirman, "kitab yang aku turunkan kepada mereka agar mereka merenungi ayat-ayatnya" (QS. Shad: 29).

Imam Asy-Suyuti dalam Al-itqan menjelaskan, agar dapat merenungi setiap bacaan, maka sibukkan hati memikirkan makna dari kata yang ia baca, dan memperhatikan perintah maupun larangan dalam bacaan serta meyakini akan menerima hal itu. Jika dia telah berbuat salah pada masa lalu maka dia meminta ampun dan beristighfar. Jika melewati ayat tentang rahmad, dia merasa gembira dan memohon. Jika melewati ayat tentang siksa, dia merasa sedih dan meminta perlindungan. Jika ia melewati ayat tentang penyucian Allah, maka dia pun menyucikan-Nya, dan jika ayat tentang doa, dia merendah diri dan berdoa.

Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah ketika membaca Al-Quran, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Muslim dari Hudzaifah, "aku shalat bersama Rasulullah pada suatu malam. Maka beliau memulai dengan membaca al-Baqarah, kemudian An-Nisa, lalu Al-Imran. Beliau membacanya dengan lepas, jika melewati ayat tentang tasbih, beliau mengucapkan tasbih. Jika beliau melewati ayat permohonan, beliau memohon. Jika melewati ayat tentang perlindungan, beliau memohon perlindungan".

Disadur dari: Al-Itqan fi Ulumil Quran, Imam Jalaluddin Asy-Suyuti

Fiqih Arsitektur, bag. 1

Oleh: Saiful Hadi

Ulama terdahulu dalam menyusun kitab-kitab fiqih mereka, umumnya membuat sistematika dalam karyanya menjadi empat pokok pembahasan utama, yaitu mengenai ibadah, muamalah, munakahat dan jinayat. Dan sering kita dapati pada kitab klasik, pembahasan pertama dalam masalah ibadah umumnya dimulai dengan mengupas bab thaharah. Bab ini dirasa amat penting karena erat sekali hubungannya dengan shalat yang merupakan rukun islam kedua.

Selain itu, dengan adanya bab ini menunjukkan betapa islam sangat menjujung tinggi nilai-nilai kebersihan, ada banyak hadist Rasulullah yang membahas tentang hal tersebut, dan bahkan kebersihan itu sendiri merupakan salah satu cabang dari keimanan.

Konsep Daur Ulang Air

Dalam pembahasan fiqih mazhab syafie, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Ghayah wa Taqrib karya Imam Abu Sujak, disebutkan bahwa secara kualitas air terbagi menjadi empat macam, yaitu, air mutlaq, mustakmal, musyammas, dan mutanajis. Dari empat macam jenis air tersebut, hanya air mutlaq saja yang boleh digunakan untuk bersuci, sementara air mustakmal biarpun statusnya masih suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci.

Air Mustakmal didefinisikan sebagai  air yang telah digunakan untuk bersesuci; baik mensucikan hadats maupun najis. Air tersebut masih dianggap suci namun kehilangan kemampuan untuk mensucikan, biarpun begitu masih boleh dipakai untuk keperluan lain seperti untuk dijadikan air minum.

Para ulama menjelaskan, air mustakmal jika dikumpulkan pada suatu tempat sehingga volumenya menjadi 2 kullah, maka air tersebut statusnya kembali menjadi air yang mutlaq  sehingga bisa digunakan untuk bersuci. Menurut Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh wa Adilatu, air 2 kullah jika dikonversi dalam satuan modern setara dengan 270 liter.

Beranjak dari data-data tersebut, penggunaan air akan sangat efisien karena dapat didaur ulang. Dan tentu saja ketika dapat didaur ulang akan sangat menghemat pengunaan air. Sementara belakangan ini, ditempat-tempat ibadah, baik mesjid maupun musallah, air terbuang begitu saja setelah dipakai untuk berwudhu. Hal ini juga tidak terlepas dari desain tempat wudhu yang memang belum terintegrasi dengan sarana daur ulang air. Kenyataan ini mungkin juga sebagai akibat dari dikotomi agama dengan ilmu-ilmu umum.

Sebuah mesjid harusnya bukan hanya sekedar mempunyai bentuk yang indah, tapi juga mempunyai sarana sanitasi yang bersih dan suci sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Supaya dapat tercapai maksud tersebut, tentu saja seorang arsitek tidak hanya dituntut agar paham dalam hal mendesain, tapi sedikit banyak juga harus punya pemahaman tentang masalah fiqih.

Bersambung...

Iman Tidak Nikmat karena Terhijab

seseorang yang sedang sakit tak akan pernah bisa merasakan kelezatan makanan,karena rasa sakit ini telah membuat hijab shg tidak bisa meraskan kenikmatan. begitupun jua dengan iman..kita tak akn pernah merasakn kelezatannya jika masih terhijab oleh nafsu dunia..karena nafsu ini adlah penyakit.

-Quote

Kondisi Sosial Masa Dinasti Umayyah, bag. 1


Oleh: Nabilla Addini*

Pada dasarnya gambaran mengenai keadaan suatu pusat pemerintahan sebuah Negara dari dahulu hingga sekarang tidaklah jauh berbeda. Meskipun setiap Negara dan setiap Ibu kota memiliki cerita dan karakteristik masyarakat namun keadaan Ibu kota selalu digambarkan dengan keramaian, keriuhan dan hiruk pikuk segala aktifitas masyarakatnya.

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, pusat pemerintahan dipindahkan ke Damaskus. Setelah menjadi sebuah pusat pemerintahan tetap saja keadaan kota ini tidaklah banyak berubah. Masyarakatnya kebanyakan masih hidup dengan cara mereka sendiri meskipun di bawah kekuasaan yang baru.  Jalan-jalan di Damaskus terlihat padat dan berukuran sempit banyak ditemui orang-orang yang berjalan kaki. Mereka mengenakan celana lebar, sepatu dengan ujung berwarna merah, dan sorban besar. Orang-orang badui berbusana longgar, mengenakan kuffiyah, iqal, bahkan ada juga yang orang Ifranji yang berpakaian Eropa. Perempuan-perempuan pada masa itu semuanya menggunakan penutup kepala, ada yang melintas dan berjalan di jalanan ada juga yang hanya mengintip diam-diam dari balik jendela rumah mereka sambil melihat pemandangan kota yang begitu ramai.

Para pedagang sirup, manisan yang melakukan rutinitas mereka, suara keledai, unta yang mengangkat hasil pertanian maupun barang dagangan dari gurun dan suara para pejalan kaki semakin menjadikan kota Damaskus tampak begitu sibuk dan ramai. Semua orang terlihat memiliki kesibukannya masing-masing.
 
Tidak hanya menggambarkan mengenai kehidupan rakyat biasa, dalam bukunya History of the Arabs, Phillip K. Hitty juga menjelaskan bagaimana keadaan golongan aristokrat. Kalangan aristoktrat, yaitu orang-orang kaya, terlihat menunggangi kuda, mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera putih yang disebut ‘aba’, mereka selalu membawa sebilah pedang dan tombak.

Kehidupan sosial masa Umayyah tidak hanya ada di Ibu kota, pada masa ini orang-orang Arab pun hidup di dusun-dusun berdasarkan pembagian suku mereka sendiri. Pemukiman atau yang disebut dengan harrah dalam bahasa arab ini masih dapat kita lihat dengan jelas di Damaskus, Hims, Aleppo, dan kota-kota lainnya. Phillip K. Hitty juga menggambarkan keadaan rumah masyarakat Arab yang hidup di dusun-dusun. Mereka memiliki pohon jeruk yang mereka tanam di dekat kolam kecil yang airnya terus memancar setiap waktu dari kolam. Pintu masuk untuk setiap rumah dibiarkan terbuka dari jalan hingga ke pelataran tengah rumah, jika kita berdiri di pelataran tengah rumah kita dapat melihat di sekeliling kita beberapa kamar yang ada di dalam rumah. Bahkan untuk beberapa rumah yang ukuranya lebih besar maka  akan dilengkapi dengan beranda.

Hal yang paling menarik yang harus kita ketahui mengenai kehidupan Masa Umayyah ialah, sistem irigasi yang mereka buat untuk mengalirkan air ke ladang-ladang mereka. Teknik dan Sistem irigasi yang mereka buat disebut-sebut merupakan sistem irigasi yang menggunakan teknik pengairan yang tidak memiliki tandingannya dengan sistem irigasi manapun di Timur pada masanya. Sistem pengairan ini masih dapat kita lihat dan masih berfungsi dengan baik di kota Damaskus hingga saat ini. Nahr Yazid merupakan nama sebuah kanal yang di ambil dari nama Yazid. Nahr Yazid terbagi menjadi empat cabang yang kesemua cabangnya dialiri air, kanal Nahr yazid ini digali atau bahkan diperluas untuk mengalirkan air dari Barada dan menyempurnakan irigasi di Gutah. Kanal Barada pun memiliki empat cabang saluran air yang setiap cabangnya mengalirkan air keseluruh sudut kota Damaskus. Taman-taman yang indah bahkan Oasis yang subur yang berada di luar Damaskus merupakan hasil pengairan dari aliran irigasi Barada. 

Bersambung...

*Nabilla Addini, Mahasiswa tingkat Akhir Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry

Berkah Ilmu Karena Adab

Oleh: Saiful Hadi

Seorang guru, baik itu mengajar di TK maupun di tingkat mahasiswa, mereka bagaikan mentari yang menghilangkan awan-awan kejahilan yang menutupi pikiran muridnya. Melalui tangan mereka manusia dididik agar menjadi manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri maupun agama dan bangsa. Sehingga sudah sepantasnya seorang guru untuk dihormati dan menjaga adab ketika berhadapan dengannya.

Dalam Jam'ul jawamik musannafat disebutkan, setidaknya ada beberapa adab yang penting sekali untuk diketahui oleh para pelajar terhadap guru-guru mereka. Diantaranya, seorang murid harus mendahulukan memberi salam jika berjumpa dengan sang guru, lalu jangan banyak berbincang jika tidak ada manfaatnya. Selanjutnya jika sedang berada di dalam kelas saat berlangsung pelajaran, usahakan simak setiap penjelasan dengan seksama, dan minta izin ketika hendak menanyakan sesuatu yang ia rasa masih belum dipahami.

Dan tidak kalah penting jua, hendaknya tidak berbisik-bisik atau berisik dikelas kala sang guru sedang mengajar, apalagi asyik bermain dengan gadget. Namun belakangan ini, keadaan sebuah kelas sudah amat memprihatinkan, yang seharusnya murid fokus dengan pelajaran, malah sibuk dengan hiburan yang ada di genggaman.

Selain itu, juga sering kita dapati pemandangan, baik di media maupun secara langsung, mahasiswa-mahasiwa mengekspresikan unek-uneknya sambil berdemo. Dan tidak jarang demo berakhir dengan kisruh dan pengrusakan fasilitas publik. Beginikah adab dari seorang pelajar? Jika menilik dari uraian sebelumnya tentu jauh sekali dari yang namanya beradab, berbincang2 dalam kelas saja ketika guru sedang memberi penjelasan sudah dikatakan tidak beradab, apalagi berdemo sambil teriak2 merongrong kampus.

Melihat berbagai fenomena seperti demikian, sudah barang tentu ada hal-hal yang perlu untuk diperbaiki dalam dunia pendidikan ini. Sebab, pendidikan bukan hanya untuk menciptakan generasi yang pintar, tapi harus melahirkan generasi yang beradab dan berakhlak mulia.

Jika kita alihkan perhatian ke dunia pesantren atau dayah, belum pernah di dapati ada santri yang mendemo kyai, biarpun berada dalam keterbatasan, namun hal itu diterima dengan lapang dada tanpa menggugat para pimpinan dengan cara-cara yang tak beradab. Melihat fakta ini, mungkin kita bertanya, apa yang membuat dunia pesantren adem? maka jawabannya adalah adab. Sebab, ketika adab hilang maka akan munculkan tindakan-tindakan yang biadab.

Penting untuk disadari, berkah dan bermanfaatnya sebuah ilmu tidak terlepas dari sikap menjaga adab dengan pemilik ilmu, yakni sang guru.

Berbicara Tentang Hidayah

Oleh: Tia Fitriani Arif*

Hidayah merupakan perkara yang paling penting dalam kehidupan manusia. Betapa tidak, hidayah adalah sebab utama keselamatan dan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Sehingga barangsiapa yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk meraihnya, maka sungguh dia telah meraih keberuntungan yang besar dan tidak akan ada seorangpun yang mampu mencelakakannya.

Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178)

Hidayah  adalah sebuah petunjuk yang Allah Ta'ala berikan kepada manusia. Sebuah hidayah tidak  bisa  kita dapatkan dengan bgitu saja, kita harus berusaha mencari  hidayah tersebut jangan lah hanya menunggu datngnya sebuah hidayah.

Imam Ibnu Katsir berkata: “kalaulah bukan karena kebutuhan seorang mukmin di siang dan malam untuk memohon hidayah maka Allah tidak akan memerintahkan hal itu kepadanya. Karena sesungguhnya seorang hamba di setiap waktu dan keadaan sangat membutuhkan (pertolongan) Allah Ta’ala untuk menetapkan dan meneguhkan dirinya di atas hidayah-Nya, juga membukakan mata hatinya, menambahkan kesempurnaan dan keistiqamahan dirinya di atas hidayah-Nya.

Sungguh seorang hamba tidak memiliki (kemampuan memberi) kebaikan atau keburukan bagi dirinya sendiri kecuali dengan kehendak-Nya, maka Allah Ta’ala membimbingnya untuk (selalu) memohon kepada-Nya di setiap waktu untuk menganugerahkan kepadanya pertolongan, keteguhan dan taufik-Nya. Oleh karena itu, orang yang beruntung adalah orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala.

* Pelajar dari Kabupaten Bengkalis

Ingin berkontribusi sebagai penulis? kirim tulis terbaik anda ke hadissoft[at]gmail[dot]om

Khutbah Jumat: Jauhi Perbuatan Sia-Sia

الحمد لله, الحمد لله الذى خلق الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله.  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد فياأيهاالحاضرون اتقوالله, اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون, وقال الله تعالى وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah:195)

Alhamdulillah, pada hari yang mulia ini kita masih berada pada momen tahun baru hijriyah 1438 H. Mengingat bulan ini adalah bulan baru dan tahun yang baru pula, maka sudah sepatutnya kita membuka lembaran baru, serta meninggalkan segala perkara yang tidak memberi manfaat bagi kehidupan akhirat maupun dunia. Seseorang dianggap telah baik keislamannya jika ia telah menjauhkan diri dari hal yang sia-sia. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan dalam sebuah hadist:
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ    حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا
Dari Abi Hurairah, Rasulullah telah bersabda, sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. (HR. Tarmizi) Matan Arbain-12
 
Dari hadis ini, secara tidak langsung Rasulullah mengajak kita untuk berfikir dulu sebelum bertidak, bukan bertindak dulu baru berfikir kemudian. Sebab, sebuah tindakan tanpa perencanaan maka akan berakhir kepada kesia-siaan lantaran tidak adanya kejelasan tujuan dan maksud.

Kaum muslimim sidang jamaah jumat yang mulia.

Beranjak dari sini, maka jelaslah kenapa setiap ibadah yang disyariatkan selalu dimulai dengan niat sebagai rukun pertamanya. Niat adalah bagian dari perencanaan, tanpa niat maka tidak sah ibadah, rusak niat dipertengahan maka rusak pula ibadah tersebut. Demikian juga dengan segala perbuatan yang lain, harus dimulai dengan niat yang bagus dan semata-mata karena Allah Ta'ala.
Dalam hadist tadi juga memberi pemahaman bagi kita agar setiap Muslim bersungguh-sungguh terhadap hal yang bermanfaat bagi mereka. Maka seseorang dianggap telah baik keislamannya jika meninggalkan pekerjaan yang tidak bermanfaat, baik itu berupa perbuatan maupun perkataan.

jika kita renungkan, pada dasarnya seluruh ajaran yang ada dalam islam mengajarkan kita agar hidup dalam keteraturan dan menjauhkan diri dari sikap sia-sia. Karenanya, tidak mengherankan ketika kita dapati kata-kata tertib dalam setiap rukun ibadah. jika kita hubungankan dengan hadist Nabi di atas tadi, nilai-nilai tertib yang ada pada ibadah, seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi kita agar hidup lebih teratur sehingga terbebas dari sikap yang sia-sia.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah.

Di awal tahun baru ini marilah kita berbenah, mulailah dari hal yang paling sederhana. misalkan saja seperti menghilangkan rintangan yang ada pada jalan, sebagaimana yang Nabi katakan "membuang duri dari jalan termasuk bagian dari sedekah". Senada dengan itu dalam kesempatan lain Rasulullah juga bersabda:
 
وعن ابي سعيد الخدر رضي الله عنه عن النبي ص.م قال : ايّاكم والجلوس في الطرقات, قالوا : يا رسول الله ما لنا من مجالسنا بدّ نتحدّث فيها, ققال رسول الله ص.م : فاذا ابيتم الاّ المجلس فاعطوا الطّريق حقّه, قالوا : وما حقّ الطّريق يا رسول الله ؟ قال : غضّ البصر, وكفّ الاذي, وردّ السّلام, والامر بالمعروف, والنّهي عن المنكر, (رواه البخاري و مسلم(
 
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan."Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, kami duduk di situ untuk mengobrol, kami tidak bisa meninggalkannya. "Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan tempat itu maka kalian harus menunaikan hak jalan." Para sahabat bertanya, "Apa hak jalan itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, membuang hal-hal yang mengganggu di jalan, menjawab salam, memerintahkan perkara ma'ruf, dan melarang perbuatan mungkar," (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kaum muslimim sidang jamaah jumat yang mulia.

Jalanan yang ada pada masa Rasulullah sudah barang tentu tidak sama dengan jalan beraspal seperti umumnya kita lihat sekarang, namun sudah jauh-jauh hari beliau mewanti-wanti agar memberikan hak bagi setiap pengguna jalan. Termasuk dalam katagori memberi hak bagi pengguna jalan adalah membuang hal-hal yang mengganggu yang ada pada jalan tersebut. Namun budaya yang ada pada tempat kita dewasa ini malah terjadi yang sebaliknya, ketika jalanan sudah bagus rapi teraspal, sudah enak untuk dilalui malah dipasang polisi tidur dengan alasan supaya tidak ada yang kebut-kebutan, jika memang alasannya demikian untuk apa diperbaiki, toh biarkan saja rusak karena sudah barang tentu tidak ada yang akan ngebut dijalanan yang rusak.

Dalam hadist sudah nabi jelaskan bagimana etika dalam menggunakan jalan, pengendara punya hak terhadap jalan, demikian juga yang berada disamping jalan juga punya hak. Sebagaimana yang nabi katakan, adab orang-orang yang duduk dipinggir jalan adalah menjawab salam, ini menandakan bahwa pengendara harus mendahului memberi salam bagi yang berada disamping jalan. Jika masing-masing pihak mengerti hak dan kewajiban maka insyaAllah tidak adalagi pengendara yang kebut-kebutan sehingga tidak perlu adanya pemasangan polisi tidur.

Dan penting untuk kita sadari juga, bahwa kebebasan kita terikat dengan kebebasan orang lain, sebagai contoh, kita berhak dan bebas untuk kentut namun orang lain juga berhak untuk menghirup udara yang segar, sehingga kurang beradap ketika kentut sembarangan terutama pada tempat yang banyak orang.

Wallahu A'lam

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْ