Khutbah Jumat: Tegakkan Persatuan Melalui Shalat Berjamaah

Dalam pembukaan surat Al-Baqarah, Allah Ta'ala memulainya dengan Alif lam min yang diistilahkan dengan huruf-huruf muqathaah. Syaikh wahbah zuhaili dalam tafsir al-Munir menjelaskan, yang dimaksud dengan huruf muqathaah yakni potongan-potongan huruf yang tidak membentuk makna tertentu, hanya Allah Ta'ala yang memahami hakikatnya, namun ada juga yang berpendapat bahwa kehadiran huruf tersebut sebagai sebuah bentuk tantangan bagi orang-orang yang hendak menandingi quran agar bisa menciptakan yang seperti itu juga, sebab sebagaimana quran tersusun dengan huruf hijaiyah arab maka cobalah rangkai huruf tersebut agar bisa menjadi semacam al-Quran.

Namun apa daya, biarpun seluruh makhluq yang di alam ini bersatu,  tetap tidak sanggup untuk menciptakan yang serupa dengan quran. Dan hal ini menjadi dalil yang kuat bagi kita bahwa quran bukanlah produk manusia, melainkan wahyu yang datang dari Allah Azza wa Jalla.

Kembali ke surat al-Baqarah, di awal-awal surat tersebut Allah ta'ala jelaskan mengenai ciri-ciri orang yang bertaqwa, lalu disusul dengan ciri-ciri kafir, dan selanjutnya Allah Ta'ala sebutkan ciri-ciri kaum munafik. Khusus mengenai kaum munafik ada begitu banyak rahasia tentang mereka yang dibongkar oleh Allah Ta'ala, hikmahnya bagi kita adalah agar lebih waspada supaya tidak terpedaya oleh manusia yang bermuka dua, sementara dengan yang kafir mereka memang sudah jelas kekafiran, sedangkan yang munafik amat sulit terdeteksi jika tidak jeli dalam membaca keadaan.

Rasulullah pun amat banyak menjelaskan kriteria kaum munafik ini, diantaranya adalah mereka berat sekali untuk mengerjakan shalat jamaah isya dan subuh, selain itu ciri mereka adalah tidak selaras antara perkataan dengan perbuatan. Oleh karenanya, mengapa berjamaah penting, hal itu agar terhindar dari sifat-sifat kemunafikan. Seandainya jamaah shalat subuh seramai jamaah jumat tentu saja kita akan terlihat kuat.

Khatib: Tgk. Hadi el-Lubuki
Mesjid Jami' Lubuk Aceh Besar
Download Audio : link dropbox

Tips Memilih Istri

Dalam hal memilih istri, Mbah Maimun Zubair, Kyai karismatik asal Rembang Jawa Tengah berkata;

"Ketika kamu memilih istri, carilah wanita yang tidak terlalu tahu akan dunia. Karena keshalihan anakmu bergantung pada seberapa shalihah ibunya.

Shahabat Abbas ra. mempunyai istri yang tidak suka berhias, sampai membuatnya malu saat keluar dengan istrinya. Tapi beliau mempunyai anak yang sangat alim, yaitu Abdullah ibnu Abbas.

Sayyid Husain cucu Rasulullah punya istri dari keturunan Raja Persia. Walaupun berasal dari Putri Raja, setelah menjadi istri Husain menjadi wanita yang tidak mencintai dunia. Maka mempunyai anak Ali Zainal Abidin bin Husain, paling alim dari keturunan Rasulullah Saw.

Para kyai dari Sarang Jawa Tengah bisa menjadi alim seperti itu karena nenek-nenek mereka suka berpuasa.

Syekh Yasin Al Fadani ulama dari Padang yang tinggal di Makkah mempunyai istri yang pandai berdagang, dan punya dua anak. Salah satu anaknya menjadi ahli bangunan dan yang satunya lagi bekerja di bagian transportasi. Kedua anaknya tidak ada yang bisa meneruskan dakwahnya Syekh Yasin.

Di dalam Al-Qur'an disebutkan dalam sebuah ayat:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ

"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam." (QS. Al Baqarah : 223)

Istri itu ladang bagi suami. Seberapa bagusnya bibit ketika tanah atau ladangnya tidak bagus, maka tidak bisa menghasilkan padi (panen) yang bagus pula.

Intinya, bisa mempunyai anak yang alim ketika istrinya tidak terlalu mengurusi dunia dan sangat taat atau patuh terhadap suaminya.

Ketika kamu lebih memilih istri yang mengurusi dunia, maka kamu yang harus berani riyadhoh (berdoa). Jika tidak berani riyadhoh, maka carilah istri yang suka berdzikir dan kamu yang memikirkan dunia atau kerja." 

Agar Ilmu Berkah

Mencari ilmu pengetahuan ada tata caranya, sebab jika tidak mengikuti kaedah-kaedah yang dianjurkan maka ilmu menjadi tidak berkah dan tidak bermanfaat. Berikut ini, secercah nasehat penting yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali yang beliau tulis dalam Bidayatul Hidayah berkaitan dengan belajar.

Ketahuilah wahai manusia yang ingin mendapat curahan ilmu, yang betul-betul berharap dan sangat haus kepadanya, bahwa jika engkau menuntut ilmu guna bersaing, berbangga, mengalahkan teman sejawat, meraih simpati orang, dan mengharap dunia, maka sesungguhnya engkau sedang berusaha menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia.

Dengan demikian, engkau mengalami kegagalan, perdaganganmu merugi, dan gurumu telah membantumu dalam berbuat maksiat serta menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut. Gurumu itu seperti orang yang menjual pedang bagi perompak jalanan, sebagaimana Rasul saw. bersabda, “Siapa yang membantu terwujudnya perbuatan maksiat walaupun hanya dengan sepenggal kata, ia sudah menjadi sekutu baginya dalam perbuatan tersebut.”

Jika niat dan maksudmu dalam menuntut ilmu untuk mendapat hidayah, bukan sekadar mengetahui riwayat, maka bergembiralah. Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untukmu saat engkau berjalan dan ikan-ikan paus di laut memintakan ampunan bagimu manakala engkau berusaha. Tapi, engkau harus tahu sebelumnya bahwa hidayah merupakan buah dari ilmu pengetahuan.

Hidayah memiliki permulaan dan akhir serta aspek lahir dan batin. Untuk mencapai titik akhir tersebut, permulaannya harus tersusun rapi. Begitu pula, untuk menyingkap aspek batinnya, harus diketahui terlebih dahulu aspek lahirnya. Oleh karena itu, di sini akan aku tunjukkan padamu permulaan dari sebuah hidayah agar engkau bisa mencoba dirimu dan menguji hatimu.

Apabila engkau mendapati hatimu condong pada hidayah tersebut lalu dirimu berusaha untuk menggapainya, maka setelah itu engkau bisa melihat perjalanan akhir darinya yang melaju dalam lautan ilmu. Sebaliknya, jika engkau mendapati hatimu berat dan lengah dalam mengamalkan apa yang menjadi konsekuensinya, ketahuilah bahwa jiwa yang mendorongmu untuk menuntut ilmu tersebut adalah jiwa al-ammaarah bi as-su’ (yang memerintahkan pada keburukan). Jiwa tersebut bangkit karena taat kepada setan terkutuk untuk dijerat dengan tali tipuannya.

Ia terus memberikan tipudayanya kepadamu sampai engkau betul-betul binasa. Ia ingin agar engkau memperbanyak kejahatan dalam bentuk kebaikan sehingga ia bisa memasukkanmu dalam kelompok orang yang merugi dalam amalnya. Yaitu, mereka yang sesat di dunia ini, yang mengira bahwa mereka telah melakukan suatu perbuatan baik. Saat itu setan menceritakan padamu tentang keutamaan ilmu, derajat para ulama, serta berbagai riwayat di seputarnya.

Namun, setan tersebut membuatmu lalai dari sabda Nabi saw., “Siapa yang bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah.”

Juga dari sabda Nabi saw. yang berbunyi, “Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat, adalah orang alim yang ilmunya tak Allah berikan manfaat padanya.”

Nabi saw. berdoa:
Allahumma innii a’udzubika min ‘ilmi laa yanfa’u wa qalbin laa yakhsya’ wa ‘amalin laa yurfa’u wa du’ain laa yusma’u
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari doa yang tak didengar.”

Sabda Nabi saw., “Di malam aku melakukan Isra, aku melewati sekelompok kaum yang bibir mereka digunting dengan gunting api neraka. Lalu aku bertanya, ‘Siapa kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang memerintahkan kebaikan tapi tidak melakukannya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri mengerjakannya!”

Oleh karena itu, jangan engkau serahkan dirimu untuk diperdaya oleh jerat tipuannya. Celaka sekali bagi orang bodoh, karena ia tidak belajar. Tapi celaka seribu bagi orang alim yang tak mengamalkan ilmunya!

Disadur dari: Bidayatul Hidayah, Al-Imam Al-Ghazali.

Umar Bin Khattab, Yahudi Tua dan Sepotong Tulang

Mungkin sudah ada yang pernah mendengar kisah ini, tentang keadilan khalifah Umar Bin Khattab dengan seorang Yahudi Tua yang mengadukan masalahnya. Kisah ini diambil dari buku 30 kisah teladan yang ditulis K.H Abdurrahman Arroisi. Buku ini berusia cukup lama yang dicetak sampai sembilan kali (tahun 1986-1994) tapi kisah-kisahnya masih sanggup menggugah keimanan kita :)

Sosok yang Adil bagi Semua Golongan
Sejak diangkat menjadi gubernur Mesir oleh Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terhampar sebidang tanah kosong berawa-rawa, dan diatasnya hanya terdapat gubuk reyot yang hampir roboh. Selaku gubernur, ia menginginkan agar di atas tanah tersebut, didirikan sebuah masjid yang indah dan mewah agar seimbang dengan istananya. Apalagi Amr bin Ash tahu bahwa tanah dan gubuk itu ternyata milik seorang yahudi. Maka yahudi tua pemilik tanah itu dipanggil menghadap istana untuk merundingkan rencana Gubernur Amr bin Ash.

“Hei Yahudi, berapa harga jual tanah milikmu sekalian gubuknya? Aku hendak membangun masjid di atasnya.”

Yahudi itu menggelengkan kepalanya, “Tidak akan saya jual, Tuan.”

“Kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” tanya Gubernur menawarkan keuntungan yang besar.

“Tetap tidak akan saya jual” jawab si Yahudi.

“Akan kubayar lima kali lipat dibanding harga yang umum!” desak Gubernur.

Yahudi itu mempertegas jawabannya, “Tidak.”

Maka sepeninggal kakek beragama Yahudi itu, Amr bin Ash memutuskan melalui surat untuk membongkar gubuk reyotnya dan mendirikan masjid besar di atas tanahnya dengan alasan kepentingan bersama dan memperindah pemandangan mata. Yahudi pemilik tanah dan gubuk tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia cuma mampu menangis dalam hati. Namun ia tidak putus asa memperjuangkan haknya. Ia bertekad hendak mengadukan perbuatan gubernur tersebut kepada atasannya di Madinah, yaitu Khalifah Umar bin Khattab.

Sungguh ia tak menyangka, Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang mewah. Ia bahkan diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.

“Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar. Walaupun Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah diatas tanah miliknya.

Umar bin Khattab mendadak merah padam mukanya. Dengan murka ia berkata, “Perbuatan Amr bin Ash sudah keterlaluan.” Sesudah agak reda emosinya, Umar lantas menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang treronggok di dekatnya. Yahudi itu ragu melakukan perintah tersebut. Apakah ia salah dengar? Oleh sang Khalifah, tulang itu digoreti huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, “Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash.”

Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak waras?

“Maaf, Tuan Khalifah.” ucapnya tidak puas, “Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan atas diri saya?”

Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan.”

Maka, walaupun sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau busuk. Anehnya, begitu tulang yang tak bernilai tersebut diterima oleh gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash menggigil dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat. Seketika itupula ia memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut.

Anak buah Amr bin Ash sudah berkumpul seluruhnya. Masjid yang telah memakan dana besar itu hendak dihancurkan. Tiba-tiba kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin Ash dengan buru-buru.

“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat. Dengan masih terengah-engah, Yahudi itu berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa penasaran saya.”

“Perkara yang mana?” tanya gubernur tidak mengerti.

“Apa sebabnya Tuan begitu ketakutan dan menyuruh untuk merobohkan masjid yang dibangun dengan biaya raksasa, hanya lantaran menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?”

Gubernur Amr bin Ash berkata pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa, malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf alif yang dipalang di tengah-tengahnya.”

“Maksudnya?” tanya si kakek makin keheranan.

“Tulang itu berisi ancaman Khalifah: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, kutebas batang lehermu.”

Yahudi itu menunduk terharu. Ia kagum atas sikap khalifah yang tegas dan sikap gubernur yang patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda yang rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati di tangan para penguasa yang beriman. Maka yahudi itu kemudian menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia langsung menyatakan masuk Islam.

Sumber: saydha.wordpress.com

Syahid Karena Cinta?

Oleh: Saiful Hadi

Rasa cinta merupakan bagian dari pekerjaan hati, dan perasaan tersebut adalah anugrah yang hakikatnya datang dari Allah Ta'ala. Dalam permasalahan cinta, terutama rasa cinta yang timbul antara lelaki dan perempuan, syariat memberikan solusi berupa pernikahan sebagai sarana penyalurannya.

Al-Quran mengambarkan hubungan yang terjalin antara lelaki dan wanita sebagai hubungan yang mendatangkan sakinah, yang secara bahasa berarti ketenangan. Hal ini memberi pengertian, bahwa lelaki menjadi tenang dengan adanya wanita, begitupun sebaliknya, wanita menjadi tentram bersama lelaki.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Qs. Ar-Rum: 21)

Karena itu, diantara hikmah pernikahan adalah lahirnya rasa tenang dan tentram bagi lelaki dan wanita. Sehingga ketika hati telah dirasuki oleh cinta terhadap lawan jenis, maka solusinya adalah menikah. Bukan malah mencintai dalam diam, namun datanglah ke walinya dan pinanglah ia.
Mencintai dalam diam berarti memendam perasaan, maka hati akan selalu galau dan jauh dari ketenangan, bahkan bisa menyebabkan kematian lantaran rasa yang terpendam.

Syahid Karena Cinta

Ada yang menyatakan bahwa kematian yang terjadi karena memendam cinta terhitung memperoleh pahala syahid, hal ini berdasarkan hadist seperti yang tersebut dalam Faidh al-Qadiir VI/233:

[ ص 180 ] 8853 - (من عشق فكتم وعف ومات مات شهيدا) قال ابن عربي : العشق التقاء الحب بالمحب حتى خالط جميع أجزائه واشتمل عليه اشتمال الصماء.

“Barangsiapa yang jatuh cinta lantas dia menahannya hingga ia mati, maka dia mati syahid” (Faidh al-Qadiir VI/233)

Dalam At-Taysiir Bi Syarh al-Jamii’ as-Shaghir II/833 juga disebutkan:

من عشق ) من يتصور حل نكاحها لها شرعا لا كامرد ( فعف ثم مات مات شهيدا ) أي يكون من شهداء الاخرة لان العشق وان كان مبدؤه النظر لكنه غيرموجب له فهو فعل الله بالعبد بلا سبب ( خط عن عائشةمن عشق فكتم ) عشقه عن الناس ( وعف فمات فهو شهيد ) والعشق التفاف الحب بالمحب حتى يخالط جميع أجزائه ( خط عن ابن عباس ) واسناده كالذي قبله ضعيف

“Barangsiapa yang jatuh cinta (pada wanita yang semestinya halal untuk ia nikahi secara syara’ tidak jatuh cinta pada semacam amraad (pemuda tampan tanpa kumis) lantas dia menahannya hingga ia mati, maka dia mati syahid” artinya dirinya tergolong syahid diakhirat karena jatuh cinta meskipun berseminya diawali dari pandangan tapi termasuk hal yang tiada dapat ia hindari, jatuh cinta adalah karya Allah pada hambanya tanpa suatu sebab” “Barangsiapa yang jatuh cinta lantas dia menyimpannya (dari terlihat orang-orang) hingga ia mati, maka dia mati syahid”Jatuh cinta adalah berseminya rasa pada kekasih hingga bercampur diseluruh anggota tubuhnya. Sanad hadits ini dan hadits sebelumnya adalah dhaif. (At-Taysiir Bi Syarh al-Jamii’ as-Shaghir II/833)

Berdasarkan keterangan di atas, hadist mengenai memperoleh pahala syahid lantaran mati memendam cinta tergolong hadist dhaif, sehingga tidak boleh bagi kita sembarangan dalam menarik kesimpulan hukum.

Engkau Wanita Akhir Zaman

Oleh: Saiful Hadi

Hidup di akhir zaman adalah sebuah perjuangan, terutama engkau wahai wanita, ada banyak hal yang harus engkau perjuangkan. Di tengah zaman yang semakin edan, engkau selalu menjadi pusat perhatian, dulunya engkau dipingit, namun sekarang dimana-mana rupamu terpajang, mulai dari botol shampo sampai baliho di pinggir-pinggir jalan.

Hijabmu pun terhempas karena diterpa badai zaman, dengan alasan moderenitas engkau buka sedemikian rupa hingga terlihatlah begitu rupanya. Anehnya, dirimu bangga ketika setiap lekuk yang engkau miliki dilihat orang. Dan parahnya kepolosanmu dalam membuat "pameran" dijadikan lahan bisnis oleh pelaku kontes daging cantik.

Semua mata, khususnya lelaki, terpana melihat dirimu yang cantik itu. Terkadang engkau salahkan lelaki karena matanya begitu liar memandangmu. Namun disatu sisi, lelaki itu memang patut dipersalahkan, terutama ayah, suami serta saudara lelaki. Sebab, dirimu tidak akan demikian jika mereka selalu mengontrolmu. Bahkan para lelaki itu digelari "dayyus" lantaran tak pernah menegur dan mengarahkan dirimu ke arah yang benar. Bukan salahmu wahai wanita, tapi engkau hanyalah korban lantaran keteledoran mereka.

Selama engkau belum bersuami, maka dirimu menjadi tanggung jawab sang wali. Setelah engkau menikah, berpindahlah beban tanggung jawab kepada suamimu. Dalam menjalani biduk rumah tangga, adakalanya dirimu adalah madu yang boleh diteguk sepuasnya oleh sang suami. Tapi adakalanya engkau menjadi racun, saat seperti inilah suami harus berperan sebagai penawar. Engkau ibarat bumi dan lelakimu adalah langit yang menaungi.

Sebagai lelaki, kami sadar engkau bukanlah khadijah yang begitu tegar dalam membantu dakwah Nabi, engkau juga tidak setaqwa aisya dan setabah siti hajar. Namun, kami yakin mereka semua bisa menginspirasimu agar menjadi lebih baik. Mencari sosok yang shalihah di akhir zaman ibarat mencari jarum dalam tumpuk jerami, bukan berarti tidak ada, namun sulit memperolehnya. Akan tetapi dengan saling bekerja sama, engkau akan menjadi sosok yang shalihah dan lelakimu pun juga akan menjadi sosok yang shalih.

Mari Berhijrah

Hampir setiap tahun kita memperingati tahun baru hijrah, namun sudahkah kita menjadi lebih baik, Atau malah menjadi lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya. Rasulullah dalam sebuah hadist bersabda:

من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل امسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من امسه فهو ملعون. رواه الحاكم   

“Barang siapa hari ini LEBIH BAIK dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang BERUNTUNG, Barang siapa yang hari ini SAMA DENGAN hari kemarin dialah tergolong orang yang MERUGIdan Barang siapa yang hari ini LEBIH BURUK dari hari kemarin dialah tergolong orang yang CELAKA” (HR. Hakim)

Secara tegas Rasulullah menyatakan, apabila hari ini lebih buruk dibadingkan yang kemarin maka tergolong orang yang celaka, dan juga amat merugi jika hari ini masih sama dengan kemarin. Karenanya mari berhijrah dan berbenah, moga tahun ini menjadi lebih baik.

Mau Nikah Belum ada Mahar? Ini Tipsnya

mahar nikah

Oleh: Saiful Hadi

Sejatinya pernikahan itu bukanlah sebuah transaksi jual beli, melainkan sebuah bentuk kemitraan karena baik suami maupun istri sama-sama mendapatkan manfaat dari intitusi pernikahan tersebut. Sehingga, tidak perlu khawatir dengan urusan mahar, serta jangan mempersulit pernikahan dengan mahar yang selangit, sebab mahar bukan sebagai alat tukar untuk memiliki istri yang sebelumnya berada pada tangan wali.

Dilain pihak, calon suami juga jangan mencari-cari alasan agar bisa terbebas dari kewajiban membayar mahar. Sebab yang namanya mahar merupakan pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya berupa harta ataupun sesuatu yang bernilai, berapapun nilainya.

Bagi yang hendak menikah namun masih terkendala persoalan mahar jangan pernah berkecil hati namun tetap berusaha dan berdoa, jika ada kemauan insyaAllah ada jalan keluarnya. Berikut beberapa tips yang semoga saja bermanfaat:

1. Menabung dan Hemat

Gaya hidup hemat, dan membiasakan diri untuk menambung merupakan langkah nyata dalam rangka mengumpulkan mahar. Sisihkan sedikit penghasilan yang nantinya bakal berguna sebagai mahar. Serta budayakan hidup hemat, dan hindari menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

2. Bersedekah

Ada banyak hikmah dibalik sedekah, Allah Ta'ala melipat gandakan sedekah sampai 700 kali ganda. Allah Ta’ala berfirman: 


“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki . Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui” . (Qs. Al Baqarah (2) : 261)


Dengan bersedekah rezki akan lebih berkah, biarpun tidak berpenghasilan yang tinggi insyaAllah akan selalu berkecukupan.

3. Hafal Quran

Pada masa Rasulullah pernah terjadi suatu ketika ada sahabat yang ingin menikah namun terkendala mahar, berikut riwayat detail kisah tersebut:

Dari Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya". Rasulullah berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu". Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun". Rasulullah berkata, " Carilah walau cincin dari besi". Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur'an?". Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan qur'anmu" (HR Bukhari Muslim).

Secara zahir teks hadist, ada yang memahami bahwa  boleh memberikan mahar berupa hafalan quran, dan hal ini memang wajar, bahkan belakangan sering dijumpai pasangan yang menikah dengan mahar hafalan quran.

Namun demikian, tidak boleh terburu-buru dalam mengambil kesimpulan terhadap hadist di atas ala kadarnya saja, sebab dalam beberapa riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda :

اِنْطَلِقْ لَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا فَعَلِّمْهَا مِنَ اْلقُرْآنِ
Nabi SAW bersabda, “Pergilah, sungguh aku telah menikahkan kamu dengannya, maka ajarilah dia dengan Al-Qur’an”. (HR Muslim)

Sehingga ketika keseluruhan dalil diapahami secara utuh, maka yang dijadikan mahar bukan sekedar setor hafalan Al-Quran di majelis akad nikah, akan tetapi mengajarkan Al-Quran berikut dengan ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.

Kemudian, andaipun mau memberi mahar berupa hafalan Al-Quran, maka hal tersebut posisinya harus diletakkan pada pilihan terakhir, sebelumnya tetap berupaya memberikan harta walaupun ukurannya sangat kecil, jika itu semua tidak sanggup barulah beralih dengan hafalan quran. Bukankah Rasullah pun yang notabenenya orang nomor wahid yang paham quran, namun tetap memberikan mahar berupa harta kepada istri-istrinya.

Jadi bagi yang hendak menikah namun masih belum cukup modal secara materi, kita bisa mempersiapkan diri dengan mempelajari al-quran dan meningkatkan hafalan serta mendalami isi kandungannya. Sebab, orang berilmu mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah Ta'ala, sehingga bukan tidak mustahil dengan ilmu yang dipunya bakal menjadi washilah terhadap datangnya rezki.

4. Menyicil Pembayaran Mahar

Nikah dengan mahar yang statusnya masih nyicil tetap sah dan tidak menjadi aib bagi para suami. Menurut para ulama fiqih, selama mahar tersebut belum dilunasi, maka makhruh bagi suami untuk menjimak istrinya, hal ini sebagaimana uraian dalam kitab Mughnil Muhtaj berikut:

ويسن أن لا يدخل بها حتى يدفع اليها شيأ من الصداق خروجا من خلاف من أوجبه. مغني المحتاج (220 / 3)

Disunnahkan agar suami tidak menjimak dengan istri sehingga memberikan sebagian mahar, disunnahkan tersebut karena keluar dari yang mewajibkan menyebut mahar saat aqad. (Mughnil Muhtaj, Hal. 220 Juz 3)

5. Bekerja

Ketika tidak mampu memberi mahar dalam bentuk harta, maka solusi lainnya adalah dengan "bekerja" yang hasil usahanya menjadi bermanfaat untuk istri. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Musa ketika menikahi putri Nabi Syuaib, dimana dalam pernikahan tersebut mahar yang diberikan oleh Nabi Musa berupa bekerja mengelola peternakan Nabi Syuaib selama sepuluh tahun. Jadi biarpun tidak punya harta benda, yang penting anda punya skil yang bisa memberi manfaat bagi istri, sehingga skil itulah yang dijadikan sebagai modal untuk menikah.

6. Berpuasa

Anjuran untuk berpuasa memang Rasulullah sendiri yang mengajurkan, manakala ada pemuda-pemuda yang sudah kebelet nikah namun terkendala pada mahar, maka berpuasa adalah solusi yang tepat. Hikmahnya dari berpuasa adalah agar gejolak syahwat bisa sedikit mereda dan kesucian lebih terpelihara. Biarpun demikian, para Ulama menjelaskan bahwa sangat tidak dianjurkan mematikan syahwat dengan menggunakan obat-obatan, karena hal ini bisa merusak kesehatan.

short link > http://bit.ly/tipsmahar

Dari Murid Akhrinya Married

dari murid jadi married

Oleh: Saiful Hadi

Memilih pasangan menjadi salah satu problema yang sering dihadapi anak muda ketika ingin mengarungi bahtera rumah tangga. Mereka selalu menimbang-nimbang, penuh perhitungan dan terkadang kesannya terlalu memilih-milih, bisa jadi dari murid jadi married. Jodoh merupakan rahasia ilahi, terkadang kita berjodoh dengan orang yang tidak kita duga sebelumnya.

Dari murid jadi married

Sering dijumpai dalam kehidupan disekitar kita, dimana ada orang yang sudah merantau entah kemana-namun akhirnya cinta berlabuh dikampungnya sendiri dengan tetangga disamping rumah. Ada juga yang semasa belajar di sekolah tidak pernah akur namun suatu ketika mereka berdua duduk disatu pelaminan yang sama.

Dan malahan juga tidak jarang terjadi, awalnya hanya hubungan antara guru dengan murid, tapi akhirnya dari murid jadi married. Terkadang jodoh itu adalah rekan se-propesi, contoh ini banyak kita temukan di kampus-kampus, dimana dosen menikah dengan dosen juga yang masih berada di satu fakultas yang sama, itulah uniknya jodoh. Dan sering juga terjadi jodoh itu berada dibalik tembok pembatas asrama. Sehingga, untuk masalah jodoh ini lihatlah ke linggaran terdekat, mungkin dia disekitar kita, namun karena kurang meneliti akhirnya kurang menyadari tentang keberadaannya.

Jodoh itu ya gimana kita, dia akan sesuai dengan pribadi kita. Mereka adalah  pakai kita, dan sebaliknya kita adalah pakaian mereka, sehingga besar kemungkinan bagaimana kita ya begitulah jodohnya. Sebagai contoh, kita mengetahui Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H/1372 M - 852 H/1449 M) adalah seorang ahli hadits dari mazhab Syafi'i yang terkemuka dengan karya fenomenalnya Kitab Fathul Bari yang merupakan syarah dari Shahih Bukhari. Namun jarang kita ketahui siapa wanita yang menemani hidup beliau, dialah Anas Khatun, istri seorang ulama besar bidang hadist. Istri Al-Hafiz Ibnu Hajar rupanya adalah seorang ahli dibidang hadist juga dan mempunyai halaqah ilmu yang dihadiri oleh ratusan murid. Dan masih banyak contoh lain yang mungkin sudah sering kita baca.

Dari berbagai contoh yang ada akan semakin meneguhkan keyakinan hati kita mengenai keagungan dan kebenaran firman Allah Ta'ala, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Al-quran "lelaki yang baik untuk wanita yang baik, dan wanita yang baik untuk lelaki yang baik". Sambil menanti taqdir Tuhan, sudah sepatutnya terus memperbaiki diri agar semakin baik.

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻥ ﻛﻨﺖ ﺻﺎﻟﺤﺎ ﺍﺭﺯﻗﻨﻲ ﺯﻭﺟﺔ ﺻﺎﻟﺤﺔ
ﻭﺍﻥ ﻟﻢ ﺍﻛﻦ ﺻﺎﻟﺤﺎ ﺍﺭﺯﻗﻨﻲ ﺯﻭﺟﺔ ﺗﺼﻠﺤﻨﻲ

Khutbah Jumat: Pentingnya Taqwa dan Evaluasi Diri

Menjelang berakhirnya tahun hijrah 1436 H yang tinggal menghitung hari, Prof. Mustanir Yahya M.Sc pada Khutbah Jumat di Mesjid Jami' Darussalam -jumat 2 oktober 2015- menyampaikan agar senantiasa mengevaluasi diri terhadap berbagai hal yang telah dikerjakan selama setahun penuh ini.

Selain itu, Khatib yang merupakan Dekan di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-Raniry tersebut juga menekankan mengenai betapa pentingnya sikap ketakwaan bagi seorang hamba. Sebab, ada banyak ayat yang secara tegas berisikan perintah mengenai takwa, salah satunya seperti yang tersebut dalam QS. Al-Hasyr: 18

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Simak secara lengkap rekaman khutbah jumat:
Download MP3 format: Link

Video: Resep Anti Galau


Setiap menghadapi suatu kesulitan maka yakinlah bahwa Allah Ta'ala akan membukakan bagi kita dua pintu kemudahan terhadap kesulitan tersebut. Hal ini diperkuat juga dengan sebuah hadist yang diriwayatkan secara marfu' oleh Hakim dari Ibnu Mas'ud, "Seandainya kesulitan ada di dalam sebuah batu, pastilah akan diikuti oleh sebuah kemudahan hingga ia masuk ke dalam batu tersebut dan mengeluarkan kesulitan tersebut dari dalamnya. Sebuah kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan".

Tuhan menghadirkan masalah agar manusia bisa belajar dan menjadi lebih baik. Sementara terus menerus berada pada zona nyaman hanya akan membuat kita terlena dengan kenyamanan sehingga tidak siap ketika menghadapi masalah. Kita terhempas jatuh bukan karena badai, melainkan karena angin sepoi-sepoi yang membuat tidur sehingga jatuh tersungkur.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. " (QS. al-Asrah : 5-6)

Simak Video berikut: