Sejarah dibalik Lafaz Talbiyah

Oleh: Saiful Hadi

Islam ditegakkan di atas lima landasan, salah satunya adalah Ibadah haji yang kewajibannya dibebankan bagi setiap muslim yang telah mampu untuk melaksanakannya. Terasa sempurna islam apabila ibadah yang satu ini telah dikerjakan.

Dalam tata laksana ibadah haji, kita sering mendengar para jamaah mengucapkan kalimat Talbiyah (Labbaikallahumma Labbaik). Hukum mengucapkan talbiyah menurut Jumhur ulama adalah sunnah muakkad, oleh karenanya usahakan untuk selalu diucapkan.

Sementara mengenai bentuk dari lafaz Talbiyah, Abdullah bin ‘Umar mengatakan bahwa talbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak (Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).”

Asal Usul Lafaz Talbiyah
Dalam kitab tafsir al qurtuby (13/56), awal mula lafaz tabiyah adalah diucapkan oleh Nabi Ibrahim As, berikut penjelasan dari beliau [*]:


ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ : ﻟﻤﺎ ﻓﺮﻍ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ - ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ - ﻣﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺒﻴﺖ ، ﻭﻗﻴﻞ ﻟﻪ : ﺃﺫﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺎﻟﺤﺞ ، ﻗﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺏ ! ﻭﻣﺎ ﻳﺒﻠﻎ ﺻﻮﺗﻲ ؟ ﻗﺎﻝ : ﺃﺫﻥ ﻭﻋﻠﻲ ﺍﻹﺑﻼﻍ ؛ ﻓﺼﻌﺪ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺧﻠﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﺒﻞ ﺃﺑﻲ ﻗﺒﻴﺲ ﻭﺻﺎﺡ : ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ! ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺃﻣﺮﻛﻢ ﺑﺤﺞ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻟﻴﺜﻴﺒﻜﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﻳﺠﻴﺮﻛﻢ ﻣﻦ ﻋﺬﺍﺏ ﺍﻟﻨﺎﺭ ، ﻓﺤﺠﻮﺍ ؛ ﻓﺄﺟﺎﺑﻪ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﺻﻼﺏ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﺃﺭﺣﺎﻡ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ : ﻟﺒﻴﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻟﺒﻴﻚ !
ﻓﻤﻦ ﺃﺟﺎﺏ ﻳﻮﻣﺌﺬ ﺣﺞ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻹﺟﺎﺑﺔ ؛ ﺇﻥ ﺃﺟﺎﺏ ﻣﺮﺓ ﻓﻤﺮﺓ ، ﻭﺇﻥ ﺃﺟﺎﺏ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﻓﻤﺮﺗﻴﻦ ؛ ﻭﺟﺮﺕ ﺍﻟﺘﻠﺒﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ؛ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ، ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺒﻴﺮ . ﻭﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﻄﻔﻴﻞ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ : ﺃﺗﺪﺭﻱ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺘﻠﺒﻴﺔ ؟ ﻗﻠﺖ ﻻ ! ﻗﺎﻝ : ﻟﻤﺎ ﺃﻣﺮ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ - ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ - ﺃﻥ ﻳﺆﺫﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﺧﻔﻀﺖ ﺍﻟﺠﺒﺎﻝ ﺭﺀﻭﺳﻬﺎ ﻭﺭﻓﻌﺖ ﻟﻪ ﺍﻟﻘﺮﻯ ؛ ﻓﻨﺎﺩﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﻓﺄﺟﺎﺑﻪ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ : ﻟﺒﻴﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻟﺒﻴﻚ .

ketika Nabi Ibrahim alaihissalam selesai membangun baitullah/ka'bah, dikatakan pada beliau: "serulah manusia untuk melaksanakan haji" beliau berkata : "wahai Tuhanku! suaraku tidak sampai." Allah berfirman : "berserulah! menyampaikan (suaramu) itu bagianku." kemudian Nabi Ibrohim naik ke gunung abi qubais dan berteriak : "hai manusia!
sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian semua untuk melaksanakan haji ke baitullah ini, supaya memberi pahala surga pada kalian dan menyelamatkan kalian dari siksa neraka. maka hajilah kalian!"

maka orang-orang yg berada di sulbi orang lelaki dan rahim perempuan menjawab : "labbaikallahumma labbaik."

Maka setiap orang yang menjawab di hari itu akan haji sesuai kadar jawabannya. jika menjawab sekali maka haji sekali. jika menjawab dua kali maka haji dua kali. dan karena itulah berlaku talbiyyah. ibnu abbas dan ibnu jubair bicara mengenai hal itu.

Dan diriwayatkan dari abi ath-thufail, beliau berkata : ibnu abbas berkata pada saya : "apa kamu tahu apa asal dari talbiyyah?". saya jawab : "tidak."

ibnu Abbas berkata : ketika Nabi Ibrahim - alaihissalam   diperintah menyeru manusia untuk haji, gunung-gunung mrendahkan puncaknya, dan meninggikan desa-desa untuk Nabi Ibrahim. kemudian Nabi Ibrahim memanggil manusia untuk haji, maka setiap sesuatu menjawab: "labbaikallahumma labbaik."

[*] PISS-KTB

Inilah Syarat Wajib Haji dan Perkara Haji Lainnya

Google.Image
Oleh : Irfan Shiddiq

Ibadah haji adalah rukun islam yang ke lima sesuai dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits. Seseorang yang telah  mampu untuk mengadakan perjalanan dan mempunyai segala kekuatan dan menyanggupi kebutuhan untuk beridadah haji, maka kewajiban haji baru datang kepadanya. Namun, jika seseorang belum mampu untuk memenuhi semua perkara mulai dari biaya perjalanan, kesehatan dan memiliki kelemahan lainnya, maka kewajiban haji baginya menjadi terhalang.  Ketentuan ini dapat kita peroleh dari firman Allah Swt. yang terkandung di dalam  Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 97.

Sebelum sesorang melaksanakan ibadah haji, maka ada baiknya mengenal beberapa hal yang sangat penting untuk diketahui mencakup pelaksanaan ibdadah haji, antara lain adalah ;

1. Syarat Yang Mewajibkan Haji
Syarat yang mewajibkan sesoran untuk melaksanakan ibadah haji adalah Islam, baligh (cukup umur), mempunyai akal yang sehat, orang merdeka, memiliki biaya dan kendaraan untuk melakukan perjalanan ke tanah suci Mekkah, terjaminnya keamanan saat melakukan perjalanan, dan memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan dengan memakan waktu yang lazim seperti biasanya.

2. Rukun Haji
Bagi seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji, adapun rukun yang wajib di laksanakan saat beribadah haji adalah ihram beserta niat, yakni memakai pakaian ihram, berniat melakukan ihram (mengharamkan diri untuk melakukan perkara yang membatalkan ibadah haji) pada tempat-tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya, rukun haji yang kedua adalah wukuf atau berhenti di padang Arafah pada hari tanggal 9 Dzulhijjah. Kemudian yang ke  tiga adalah thawaf (berkeliling) ka’bah di Baitullah, yang ke empat lari-lari kecil diantara bukit shafa dan marwah atau yang sering di kenal dengan sa’i, serta yang kelima adalah mencukur atau memendekkan sebagian rambut yang ada di kepala.

3. Kewajiban Haji
Adapun kewajiban haji selain dari pada rukun haji ada tiga perkara, yaitu ihram di miqat atau tempat-tempat memulai ihram sesuai yang telah digariskan  oleh Rasulullah Saw serta sahabatnya. Untuk kewajiban yang kedua adalah melontar jamrah yang tiga (jamrah ula, wustha, dan ‘aqabah) pada hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah, sedangkan jamrah aqabah pada hari qurban tanggal 10 Dzulhijjah.

4. Sunnah dalam Ibadah Haji
Perkara yang tergolong dalam sunnah ibadah haji adalah Ifrad (mendahulukan ibadah haji dari pada umrah), membaca talbiyyah (labbaikallahumma labbaik, hingga seterusnya), tawaf qudum, mabit di muzdalifah, shalat dua rakaat sesudah tawaf, mabit di mina, dan tawaf wada’ (tawaf perpisahan).

Itulah perkara-perkara yang harus diketahui oleh semua umat islam tentang ibadah haji sebelum ia benar-benar melaksanakannya.

Sumber Rujukan : Kitabul Fiqih Matan ghayah Wa At-Taqrib Abi Syuja'                                 

Uang Koin Indonesia Pernah Pakai Aksara Arab

Berbicara mengenai Arab Jawi atau Arab Melayu, ada sebuah catatan menarik dari Adkhilni M. Sidqi yang penting untuk kita baca guna menambah informasi mengenai perkembangan arab jawi di Nusantara. Pengalamannya menemukan uang koin Indonesia beraksara Arab di Damaskus memberi informasi penting tentang bangsa ini di awal masa kemerdekaan. 

Berikut kutipan lengkap dari catatan Adkhilni M. Sidqi:

Coba perhatikan apa yang menarik dari koin Indonesia 25 sen tahun 1952 yang saya temukan di Damaskus ini? Bagi saya, koin ini menyibak banyak hal dari masa lalu.

Selain karena ukuran dan materialnya sangat mirip dengan koin Rp500 "bunga melati" tahun 2003, yang paling menarik dari koin ini adalah penggunaan aksara Arab pada koin Indonesia.
Ternyata Indonesia pernah mencetak koin dengan tulisan Arab, yakni 1 sen (1952), 5 sen (1951-1954), 10 sen (1951-1954), dan 25 sen (1952). Setelah itu aksara Arab dalam mata uang Indonesia lenyap dan digantikan seluruhnya dengan huruf latin.

"Mengapa Indonesia menggunakan aksara Arab?" si penjual koin malah bertanya ke saya.
"Hmmm... mungkin karena sebagian besar rakyat Indonesia saat itu lebih familiar dengan tulisan Arab," jawab saya sekenanya, tapi malah jawaban itu balik menyerang saya dengan lebih banyak pertanyaan dalam kepala.

Sejak lama kita selalu dijejali data bahwa pada masa awal kemerdekaan, tingkat buta huruf di Indonesia mencapai lebih dari 90%! Bayangkan suatu bangsa yang menuntut kemerdekaan padahal hanya kurang dari 10% penduduknya yang bisa baca tulis.

Bagaimana bangsa merdeka itu kelak bisa menjalankan pemerintahannya dan mengurus negaranya jika baca tulis saja tidak becus? Tidak heran salah satu perdebatan sengit di BPUPKI adalah bangsa ini belum siap untuk merdeka karena masih bodoh dan belum bisa baca tulis.

Namun tunggu dulu. sebetulnya bangsa Indonesia saat itu "buta huruf" atau buta huruf latin? Bagaimana dengan aksara Arab yang sudah lebih dulu dikenal oleh umat Islam di Indonesia? Atau bagaimana dengan aksara-aksara lokal Nusantara? Apakah mereka juga dijebloskan ke dalam 90% penduduk yang buta huruf itu? Saya teringat almarhumah nenek yang lahir sebelum Indonesia merdeka.

Beliau besar di lingkungan pesantren terbata-bata dan berat sekali membaca aksara latin, tapi sangat cepat dan ringan membaca tulisan Arab/Arab Melayu/Pegon. Apakah ia buta huruf?

Didorong oleh rasa penasaran, penemuan koin ini menuntun saya untuk menggali lebih dalam tentang sejarah aksara Arab Melayu/Jawi/Pegon. Sebelum masa kolonial, Arab Melayu/Jawi/Pegon ini luas digunakan sebagai bahasa sastra, bahasa pendidikan, dan bahasa resmi kerajaan se-Nusantara. Beberapa karya sastra ditulis dengan aksara ini, seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Amir Hamzah, Syair "Singapura Terbakar" karya Abdul Kadir Munsyi (1830), juga karya-karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan tafsir Qur'an karya Kyai Saleh Darat juga ditulis dengan Arab Pegon yang kini sudah banyak dilupakan.

Surat-surat raja Nusantara, stempel kerajaan, dan mata uang pun ditulis dalam aksara Arab Melayu/Jawi ini. Kesultanan Pasai Aceh, Kerajaan Johor dan Malaka, Kesultanan Pattani pada abad 17, secara resmi menggunakan Arab Melayu sebagai aksara kerajaan. Termasuk juga dalam hubungan diplomatik, kerajaan-kerajaan Nusantara menggunakan aksara Arab Melayu untuk membuat perjanjian perjanjian resmi baik dengan Inggris, Portugis, maupun Belanda. Konon, deklarasi kemerdekaan Malaysia 1957 sebagian juga ditulis dalam aksara Arab Melayu.

Akan tetapi, pengaruh kuat dominasi kolonial Belanda lambat laun menggeser kejayaan aksara Arab Melayu/Pegon. Terlebih lagi pada pergantian abad ke-19, media penerbitan secara besar-besaran mencetak huruf latin sebagai media komunikasi massa. Pun juga setelah merdeka, Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melestarikan aksara latin dengan menyebut orang-orang yang sehari-hari menggunakan aksara Arab Melayu atau aksara daerah, tapi tidak bisa membaca huruf latin, sebagai "buta huruf."

Akhirnya, aksara sebagai rekaan bahasa tidak hanya memberi tanda dan makna, tetapi juga merupakan representasi kekuasaan yang dominan di masyarakat itu. Dan uang koin 25 sen ini merekam ini dengan sangat jelas.

Hikmah Pemberian Mahar


oleh: Saiful Hadi

Seiring dengan terus merosotnya nilai tukar rupiah, harga emas malah semakin meroket tajam. Fenomena ini sungguh menggusarkan hati, terutama bagi para jomblo yang hendak melepas masa lajangnya. Bagaimana tidak gusar, emas naik brarti mahar pun menjadi semakin sulit. Khususnya di Aceh yang namanya mahar itu identik dengan emas, dan sistem satuan emas bukan “gram” melainkan “mayam”, satu mayam ini setara dengan 3.33 gram. Katakanlah ada calon istri yang menetapkan mahar 10 mayam, maka untuk urusan mas kawin saja harus mempersiapkan sekitar 17 Jutaan. Sebenarnya, persoalan mahar bukanlah sebuah hal yang perlu dirisaukan. Buktinya banyak anak muda yang berhasil melangsungkan pernikahan tanpa ada kendala yang berarti.

Perlu digaris bawahi, yang namanya mahar bukanlah harga dari wanita yang dinikmati kemaluannya, karena pada prinsipnya nikah itu adalah hubungan kemitraan. Allah Ta'ala menjadikan manfaat dan tujuan-tujuan nikah berupa penyaluran hasrat biologis, dan memiliki keturunan sebagai sesuatu yang bersifat persekutuan alias hak bersama, atau hubungan timbal balik antara keduanya yang sama-sama merasakan manfaat. Dengan kata lain, sebagaimana suami memperoleh manfaat yang berupa kenikmatan biologis dan keturunan, demikian halnya dengan istri juga memperoleh apa yang didapatkan oleh suami.

Berbeda halnya dengan jual beli, dimana manfaat dari benda adalah untuk pembeli yang telah membayarkan harga tertentu kepada penjual. Jadi pada dasarnya, mahar tersebut tidak lain adalah pemberian Allah Ta'ala dan ini adalah sesuatu yang disepakati, demikian penjelasan Syaikh Wahbah Az-Zuhailili dalam Tafsir Al-Munir.

Sementara mengenai kadar mahar, para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan maksimal. Sedangkan untuk batasan minimal terjadi silang pendapat. Biarpun tidak ada batasan mengenai nilai maksimalnya, Rasulullah saw menganjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam masalah mahar tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Hakim, dan Baihaqi dari Sayyidah Asiyah ra, beliau bersabda:

إن من يمن المرأة تيسير خطبتها وتيسير صدقاتها
"Diantara keberkahan seorang wanita adalah mudah pinangannya dan mudah maharnya".

Namun demikian, sebagai lelaki jangan meremehkan mengenai masalah mahar, karena hal itu adalah haknya seorang istri. Penuhi hak mereka dengan baik dan bergaul dengannya secara baik-baik pula. Karena sesungguhnya wanita memiliki perasaan dan sensitifitas yang tajam. Seorang wanita menyukai dari diri seorang lelaki sesuatu yang sama disukai oleh lelaki terhadap wanita. Untuk itu pasanglah selalu wajah yang ceria, murah senyum, bersikap lembut dan ramah, serta memberi keluasan rizki kepada mereka dengan sesuatu yang halal sesuai dengan kemampuan.

Jauhi Zina dengan Menikah

Oleh: Irfan Siddiq

Dewasa ini, perzinaan merupakan hal yang wajar serta terjadi diberbagai tempat dan pelakunya pun berasal dari berbagai latar belakang. Perzinaan yang mula-mulanya dipandang sangat hina, kini memasuki zona kewajaran dalam kehidupan masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap isu zina dan menganggapnya wajar, sementara poligami yang jelas halalnya malah sering mendapat celaan. Dalam islam, zina dipandang sebagai hal yang sangat rendah dan hina bagi pelakunya. Jangankan mempraktikkan zina, mendekat kepada hal yang mengarahkan seseorang berbuat zina saja sangat dilarang.

Para ulama mengatakan, pelaku zina dalam islam derajatnya sebanding dengan anjing gila. Seperti halnya Syech Salim  Bin Sumair, ulama dari Hadramaut Yaman yang mengarang sebuah kitab fiqh “Matan Safintunnajah” , didalam bab thaharah beliau menyebutkan alasan seseorang diperboleh kan bertayamum adalah dengan tidak adanya air. Jika pun ada air, namun air ini sangat sedikit dan penting untuk diminum, atau datang manusia, atau hewan yang sedang kehausan membutuhkan air, maka syara’ mengharuskan bagi pemilik air untuk tidak berwudhu mengunakan air namun memberi minum manusia atau hewan yang sedang kehausan tersebut. Kecuali jika yang meminta air itu adalah pelaku zina dan anjing gila, maka air tersebut lebih diharuskan untuk digunakan sebagai alat berwudhu.

Dalam beberapa redaksi hadist juga Rasulullah  menggambarkan bagaimana kondisi para pelaku zina  menerima balasan azab dari Allah Swt pada hari akhir nanti. Rasulullah semasa hidupnya juga dikenal sebagai pembawa revolusi terhadap prakttik zina, dimana Ia meninggikan derajat perempuan setinggi-tingginya, lalu islam yang dibawanya juga memperbolehkan laki-laki untuk menikahi perempuan lebih dari satu, ini agar laki-laki terhindar dari perilaku kejahatan nafsunya serta melindungi para wanita.  

Berbicara zina, ada banyak faktor yang menyebabkan banyak orang terjerumus kedalamnya. Selain karena nafsu yang melampaui batas, permasalahan rumah tangga atau pengaruh jahat lainnya. Padahal, islam sudah menuntun umatnya untuk terhindar dari perzinahan, baik dengan memperbolehkan menikah hingga empat perempuan, memperboleh menikah usia muda, serta tidak memberi batasan berat untuk mahar perkawinan. Sehingga  dalam islam,  jalan agar sahnya sebuah hubungan suami isteri sangat mudah. 

Namun, islam menitik beratkan beberapa syarat wajib dipenuhi oleh umat yang akan menikah. Sebelum menikah, mempelai pria dan wanita diharuskan memenuhi beberapa sayarat tertentu. Adapun syarat sah akad nikah yang   telah detetapkan dalam syara’ adalah adanya mempelai pria dan wanita (tidak boleh sejenis), adanya wali nikah (orang tua mempelai wanita atau wali yang se-nasab), adanya saksi nikah 2 orang laki-laki adil, dan adanya mahar yang telah disepakati jumlahnya.

Meskipun telah banyak orang yang mengetahui syarat-syarat sah nikah, namun masih banyak umat islam yang melanggar syarat tersebut. Hal ini diakibatkan oleh beberapa problematika, mulai dari cinta yang terlarang, hubungan gelap, dan faktor ekonomi yang menjelit sebuah hubungan.  Ada banyak orang yang memaksakan proses pernikahan tanpa restu dari orang tua wanita, dan tanpa kehadirannya, lalu menikah di tempat bukan semestinya (Kantor Urusan Agama). Ini tentu menyebabkan nikah tidak sah, atau syubhat (tidak jelas sah atau tidak). Dan, ada juga beberapa kasus pernikahan dimana saat proses akad berlangsung tidak menghadirkan saksi yang adil, melainkan saksi yang fasiq terhdapa pengetahuan agama, tidak menunaikan ibadah shalat fardhu, dan berkekalan dengan maksiat.

Permasalahan ini pada ujungnya mengarahkan para pelakunya tetap melakukan hubungan suami isteri dengan merasa sudah “sah”, padahal secara hukum agama masih tidak memenuhi  syaratnya. Inilah yang lebih sering disebutkan dikalangan masyarakat sebagao zina dalam kelambu, yakni berhubungan badan yang dipandang sebagian orang sah, namun menurut hukum agama jelas tidak sah atau masih syubhat (mempunyai kemungkinan tidak sah)

Adapun solusi yang tepat bagi kasus zina seperti ini, maka semuanya harus kembali kepada peraturan-peraturan agama. Menuruti semua syarat pernikahan yang telah ditentukan dalam agama adalah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat islam dalam rangka menjalani kehidupan yang sakinah dan sejahtera. Maka, ketika kita telah lama bergeming dengan pernikahan yang status halalnya masih tidak jelas, langkah yang biak dilakukan adalah kembali mengubah hidup dengan menaati segala peraturan yang telah Allah dan Rasul-Nya gariskan melalui syariat islam.

Apakah Mazhab Itu Bentuk Perpecahan Umat?

Ada yang menanyakan, sebenarnya mazhab itu apa? Apakah sama dengan organisasi atau partai, dimana kita perlu mendukung salah satunya? Ataukah mazhab itu kelompok-kelompok yang berpecah-belah di tengah umat Islam sebagai bentuk fitnah akhir zaman?

Perlu kita pahami, yang disebut mazhab itu bukan organisasi seperti ormas atau orsospol. Tidak ada cerita dukung mendukung, kampanye  menjagokan calon, pemilihan dan perebutan suara. Dalam mazhab kita tidak mengenal pendaftaran anggota dan pemilihan pengurus.

Penting untuk dicatat bahwa bermazhab itu bukan seperti berkarir politik, lalu bisa loncat sana loncat sini, dukung fulan dan jatuhkan fulan demi sekedar mencari kesejahteraan dan posisi. Mazhab juga bukan pecahan kelompok-kelompok yang muncul begitu banyak di masa sekarang ini, lantas kadang terjadi bentrok dengan sesama saudara sendiri, demi menjadi backing dari pengusaha yang rajin mengguyur dengan uang.

Mazhab adalah cabang dari variasi ilmu fqih yang merupakan metode ilmiyah dalam mengistimbath dari Al-Quran dan As-Sunnah sehingga melahirkan hukum-hukum agama. Fiqih itu adalah tools atau alat yang mutlak diperlukan agar kita bisa memahami kedua sumber agama dengan tepat dan benar. Sehingga Al-Quran dan As-Sunnah terlindungi dengan aman dari tangan-tangan yang ingin merusak dan menodai kesuciannya.

Tanpa adanya fiqih dan mazhabnya, maka Al-Quran dan As-Sunnah akan diakal-akali seenaknya oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab dan bukan ahlinya. Seolah-olah kita pakai Al-Quran dan As-Sunnah, tetapi tafsirannya dibuat seenak udelnya. Ditarik-tarik maknanya kesana kemari bagaikan karet yang melar.

Fiqih itu ilmu yang teramat besar, banyak juga variannya. Sebagaimana kita mengenal ada banyak rute dalam transportasi. Misalnya dari Bogor ke Jakarta, kita punya banyak rute. Ada rute lewat jalan TOL, Cibinong, Citayam, Parung dan juga lewat moda kereta api. Bahkan ada rute sungai Ciliwung yang bisa dilalui dengan perahu karet.

Sebuah mazhab bisa kita ibaratkan seperti salah satu rute yang telah dibuat sebelumnya. Tentu jalan dan rute itu dibuat untuk memudahkan orang bepergian dan bukan malah menghalangi. Orang dari Bogor kalau mau ke Jakarta bisa melewati salah satu rute itu. Yang penting ikuti petunjuk jalan sepanjang rute itu, agar jangan kesasar dan tersesat di jalan.

Bolehkah kita membuat rute sendiri?
Boleh saja sih sebenarnya. Tetapi membuka jalan baru itu berat, lama dan mahal  harganya. Sebab kita masih wajib , atau malah harus membabat hutan belantara. Dan hari ini kita harus menggusur lahan milik warga yang harganya sukar dinegosiasi.


Dari pada repot-repot bikin jalan baru, mengapa tidak pakai jalan dan rute yang sudah ada saja. Toh kita tidak jadi terhina dan bodoh cuma gara-gara melewati rute yang sudah dibuat orang sebelumnya. 
 
Wallahu a'lam bishshawab,


Ustaz Ahmad Sarwat, Lc. MA | Rumahfiqih.com

Arab Jawi, Khazanah Bahasa yang Mulai Musnah


Oleh: Saiful Hadi

Membuka lembaran sejarah perkembangan Islam di Nusantara, kita bakal mendapati betapa gemilangnya kehidupan pada masa itu. Di Aceh, ada kesultanan Nanggro Aceh Darussalam yang mencapai puncak kegemilangan pada masa Sultan Iskandar Muda, di Jawa ada kesultanan Demak yang tumbuh dari reruntuhan Kerajaan Hindu Majapahit, dan masih banyak lagi kesultanan lainnya yang tersebar diseluruh pelosok nusantara.

Kemajuan ilmu pengetahuan islam di Aceh yang mencapai puncak kejayaan pada era Kesultanan Aceh Darussalam, hal ini ditandai dengan hadirnya Ulama-ulama tersohor seperti Syekh Hamzah Fansury (w1604 M), Syekh Syamsuddin as-Sumatrani (w1630 M), Syekh Nuruddin ar-Raniry (w1658 M), Syekh Abdurrauf as-Singkili (w1693 M), dan lain-lain dimana melalui tangan-tangan mereka telah menoreh tinta emas dalam perkembangan khazanah keilmuan islam. Mereka mewarisi pengetahuan Islam yang masih bisa kita baca sampai saat ini lewat karya-karya besarnya yang umumnya ditulis dalam aksara Arab Jawi (bahasa melayu) maupun dalam bahasa Arab asli.

Pada masa itu, bahasa pengantar yang digunakan dalam proses belajar mengajar umumnya adalah bahasa Arab dan Arab Jawi. Hal ini bisa dibuktikan melalui karya-karya para ulama yang masih bisa kita baca sampai sekarang, misalnya seperti Kitab Mir'atuth Thulab karya Syekh Abdurrauf as-Singkili yang ditulis atas permintaan Sultanah Tajul alam Safiyatuddin Syah (w1675 M) yang baru-baru juga telah di alih aksarakan ke bahasa Indonesia oleh Muliadi Kurdi dan Jamaluddin Thaib, Kitab Sirus Salikin karya Syekh Abdussamad Al-Falimbani yang selesai ditulis pada tahun 1788 M di Thaif, dan lain-lain seperti kitab Jam'ul Jawamik (kitab lapan), Masaila, dan Bidayah.

Dari berbagai peninggalan Karya-karya Ulama terdahulu, terlihat bahwa ada beragam topik pembahasan yang mereka kaji. Mulai dari bidang tauhid, fiqih, tasawuf, akhlaq, tafsir, hadist bahkan tata negara sebagaimana yang tertuang dalam kitab Mir'atuth Thulab, dimana dalam kitab tersebut Syekh Abdurrauf as-Singkili memulai pembahasan mengenai peranan Qadhi dalam sebuah negara yang umumnya mengacu kepada mazhab Syafie. Hal ini menandakan betapa luasnya keilmuan mereka, dan umumnya karya mereka dalam bidang fiqih bercorakkan mazhab syafie.

Sisi Unik Bahasa Arab Jawi
Bahasa Arab Jawi ini mempunyai keunikan tersendiri. Jika dilihat sekilas, tulisan arab jawi tidak ada perbedaan yang signifikan dengan tulisan Arab pada umumnya. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, susunannya atau rangkaian huruf-hurufnya bukanlah susunan bahasa Arab, melainkan menurut bahasa melayu yang umum dipakai oleh penduduk nusantara kala itu atau berdasarkan bahasa lokal setempat.

Sebuah fakta yang tak terbantahkan bahwa aksara Arab Jawi berasal dari huruf Arab. Namun ada beberapa hal yang sangat mencolok yang membedakan antara keduanya, hal ini terjadi karena ada beberapa modifikasi pada huruf arab agar sesuai dengan dialek melayu, contohnya seperti huruf jim dengan tiga titik untuk huruf : c, kaf bertitik untuk huruf : g, ain titik tiga untuk huruf : ng.

Sehingga dengan adanya beberapa perbedaan tersebut, jika tulisan arab jawi disodorkan kepada orang Arab asli bisa dipastikan mereka tidak akan bisa membacanya.

Perkembangan Bahasa Arab Jawi
Penulis sendiri belum mengetahui pasti dari mana asal mula Arab jawi, termasuk siapa tokoh utama yang mempopulerkan aksara tersebut. Akan tetapi, menurut Ibnu Bathutah yang merupakan penjelajah Muslim pada Abad ke-14, dalam catatan Rihlah perjalanan beliau menuliskan bahwa Kerajaan Samudra Pasai yang pada masa itu dipimpin oleh Sultan Malik az-Zahir telah mempunyai tamandun (peradaban) yang baik, sehingga dari sini mengindikasikan bisa saja Aksara Arab Jawi telah populer pada saat tersebut.

Terlepas dari mana asal usulnya aksara tersebut. Namun sekarang seiring dengan begitu populernya huruf latin, tulisan arab jawi sudah semakin tersisihkan. Terutama sejak adanya kolonialisasi Belanda. Selain itu, arab jawi juga semakin meredup karena terpengaruh oleh meluasnya penggunaan bahasa Indonesia yang notabenenya memakai huruf latin.

Pada akhirnya tulisan arab jawi hanya populer dikalangan Dayah atau Pesantren Tradisional saja, sementara di dunia akademisi modern sudah sangat jarang kita dapati yang mempelajari kitab-kitab yang bertuliskan arab jawi.

Namun dewasa ini sejak diluncurnya program diniyah oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, bahasa Arab Jawi sudah kembali menujukkan eksistensinya. Hal ini tidak terlepas dari silabus program Diniyah yang menggunakan kitab-kitab kuning yang memakai aksara arab jawi seperti kitab Jam'ul Jawamik sebagai materi rujukannya. Dengan adanya program tersebut kita berharap khazanah keilmuan ulama terdahulu tidak menjadi pajangan di museum-museum karena tidak ada lagi yang bisa membacanya.

Semoga dengan tulisan singkat ini bisa meningkatkan kesadaran kita untuk kembali menggali berbagai karya-karya Ulama terdahulu, sebab disana terdapat mutiara ilmu yang tiada terkira nilainya.

(*)Tulisan ini telah dimuat di majalah Jurnal Dayah Edisi I Tahun 2015

Pesan Untuk Para Pelajar




Pelajar yang Dicintai oleh Allah Subhanahuwata'ala,,
Dari sebagian orang tua kita, ada diantaranya yang tidak pernah bertanya berapa IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) anaknya,  bagaimana IP semester ini? Atau Nilai UN (Ujian Nasional ) kamu berapa?
Sebabnya adalah, selain orang tua kita tersebut dulunya tidak pernah duduk di bangku perkuliahan atau sekolah lainnya, itu juga disebabkan oleh ketulusan dan besarnya harapan meraka untuk anaknya.

Mereka tidak peduli dengan istilah apapun yang berlaku di sekolah anaknya, yang mereka cita-citakan semenjak anaknya di sekolahkan bahwa menjadi anak yang sukses, bisa merubah nasib keluarga atau "menjadi orang".

Orang tua yang polos dan tulus itu pasti akan kecewa ketika anaknya dilaporkan pihak sekolah/kuliah karena kelakuan yang tidak sesuai aturan.

Orang tua yang ikhlas itu, akan merasa senang dengan cerita anaknya mengenai prestasi, walaupun itu fiktif dan tidak pernah terjadi. Namun mereka cinta kepada anaknya, dan tidak peduli kepada kepalsuan cerita itu.

Orang tua sangat bangga ketika melihat buah hatinya mampu "menjadi orang", sekalipun pada akhirnya ia lupa padanya. Karena begitulah ketulusan, dia adalah sesuatu yang tidak pernah diharapkan kembali.

Mereka orang tua kita, masa muda kita hanya untuk mereka sepenuhnya, buatlah apa saja untuk menggerakkan bibir mereka sedikit melebar (tersenyum) walaupun tubuh semakin layu.

Mereka hanya butuh "sedikit" penghormatan saat hayat masih dikandung badan, serta doa dari kita ketika mereka telah tiada.

Tulus mereka, ikhlas mereka, dan kasih sayang mereka, tidak akan pernah bisa kita banding dengan apapun yang kita miliki nantinya. 

Ketulusan mereka sebanding nyawa yang ada didalam batin kita, tidak sanggup untuk dibeli dan tidak mampu untuk meraihnya lagi ketika mereka pergi.
Allahummaghfirli. Zunuubi. Waliwalidaiya. Warhamhuma. Kama Rabbayaani. Saghiira..

Dikutip dari Facebook Irfan Shiddiq
Wakil Gubernur Mahasiswa (DEMA) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Meminang dan Panjat Pinang

Seantero negeri hari ini larut dalam suka cita mengenang kemerdekaan. Berbagai event dalam rangka mengenangnya diadakan, mulai dari kegiatan formal berupa upacara bendera, sampai berbagai macam kegiatan hiburan yang berlangsung dengan ceria. Setiap 17an, panjat pinang selalu menjadi acara primadona. Berbagai momen lucu akan selalu muncul dari acara yang satu ini, dan tidak kalah penting juga semangat juang tergambar dengan jelas saat tim pemanjat berusaha sekuat tenaga menuju ke puncak demi menggapai hadiah idaman. Berbagai usaha dikerahkan, biarpun surut berkali-kali namun tetap memanjat tanpa kenal lelah.

Kesuksesan menggapai hadiah dalam event panjang pinang tidak terlepas dari kekompakan anggota tim. Kerjasama yang baik dan saling bahu membahu merupakan kunci utamanya. Yang kuat dan besar menjadi pondasi, sementara yang kecil dan ringan terus beraksi naik, dan yang sedang-sedang menjadi penompang. Demikian sekelumit gambaran mengenai panjat pinang, perjuangan dan kerjasama merupakan nilai-nilai yang bisa diterapkan dikehidupan nyata.

Sementara meminang, biarpun berakar dari kata pinang namun sangat berbeda jauh dengan panjat pinang. Akan tetapi jika ditelusuri benang merah antara keduanya maka terdapat beberapa unsur kesamaan. Meminang dan panjat pinang, keduanya butuh usaha dan kesungguhan. Tidak mungkin bisa kita dapatkan gadis impian jika hanya duduk menghayal sambil menyeruput kopi yang disertai dengan kepulan asap rokok.

Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta'lim Muta'alim mengutip sebuah pernyataan:
وقيل: من طلب شيئا وجد وجد ومن قرع الباب ولج ولج. وقيل: بقدرما تتعنى تنال ما تتمنى
Ada dikatakan : “siapa sungguh-sungguh dalam mencari sesuatu pastilah ketemu” “Barangsiapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pasti dapat memasuki”. ada dikatakan lagi: “Sejauh mana usahamu, sekian pula tercapai cita-citamu”

Pada intinya, meminang itu butuh usaha, dan harus mengerahkan segala upaya. Jika tekat telah bulat, hati juga telah mantap, segeralah datangi walinya untuk meminang. Jangan pernah bermain curang dengan berpacaran, karena cinta yang sejati terbina atas dasar penikahan yang diakui oleh Agama maupun negara.

Benarkah Kita Sudah Merdeka?

Oleh: Adinda Hanafiah (*)

Tanggal 17 Agustus merupakan hari paling bersejarah bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dimana pada hari tersebut Negara ini telah memploklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas dari penjajahan Bangsa lain. Kemerdekaan yang diperoleh bangsa ini dari pendudukan bangsa asing secara paksa yang berabad-abad lamanya tidaklah suatu hal yang mudah didapatkan. Tidak hanya tetesan keringat yang mengalir membasahi tubuh pendahulu kita, tetapi kemerdekaan harus direbut dengan kubangan darah para pejuang bangsa yang ikhlas semata-mata untuk mempertahankan harkat dan martabat kita sebagai sebuah bangsa yang daulat.

Hari-hari terakhir, sungguh teramat sangat disayangkan jika ternyata cita-cita pendiri bangsa ini disia-siakan, malah oleh generasi bangsa yang ditinggal oleh indatu pejuang terdahulu. Dari banyak sector kehidupan, bangsa ini masih seperti bangsa yang belum merdeka. Bangsa ini seakan masih terjajah walau tanpa tank dan serdadu militer baik angkatan darat, laut maupun udara. Hari ini bangsa kita masih terjajah dalam cengraman tangan para koruptor yang masih merajalela, sedang disaat yang sama hukum belum mampu memberikan keadilan bagi rakyat yang terzalimi. Hukum yang seharusnya bersifat sama rata tanpa memandang bulu malah terbalik menjadi hanya tajam kebawah dan tumpul keatas, bagai mata pisau yang sewaktu-waktu bisa memotong urat nadi para kaum pinggiran sedang kaum elit kebal dari sentuhannya.

Di tengah populasi Penduduk  yang semakin meningkat, perekonomian rakyat menurun drastic. Si miskin terus terpuruk dalam kemiskinan sementara si kaya menari-nari atas tangisan si miskin sudah menjadi pemandangan biasa di negeri ini. Pendidikan yang semestinya menjadi suatu  hal yang di utamakan oleh pemerintah sebagai jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertera pada teks UUD 1945 dengan adanya program penggratisan nyatanya tidak memberikan dampak kemudahan apa-apa bagi kehidupan rakyat berekonomi lemah. Karena sekalipun katanya gratis, namun masih saja ada jenis-jenis uang hitam yang mesti dikeluarkan di dalam berbagai lembaga pendidikan. Bagamaina rakyat bisa cerdas, jika biaya pendidikan di sekolah-sekolah negeri saja mencekik. Katanya negeri, tapi kok bayar sih? Kok mahal sih? Maka wajar jika kita menemukan banyaknya anak-anak yang putus sekolah. Maka pantas kita bertanya benarkah kita sudah merdeka?

Sedih memang. Tetapi inilah gambaran negeri kita hari ini. Miris memang. Namun tidak ada hal yang mampu dilalukan oleh orang-orang biasa yang tidak memiliki power. Suaranya tidak akan didengar jika tidak memilki jabatan besar apa-apa. Tulisan kecil ini, penulis harap menjadi suara yang mampu membuka telingan para penguasa negeri ini. Semoga kita semua tersadar bahwa masih begitu banyak cita-cita kemerdekaan yang masih terabaikan. Semoga momentum perayaan kemerdekaan Indonesia tahun ini, negeri kita akan kembali khittahnya sebagai sebuah negera yang merdeka. Bukan hanya merdeka dari penjajahan, bukan hanya sekedar nama, melainkan benar-benar terimplementasikan secara nyata dalam kehidupan semua rakyat Indonesia.

(*) Anggota Fatayat Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA)

Dunia Tidak Pernah Berubah, yang Berubah Cuma Isinya Saja


Oleh: Saiful Hadi

Begitu Banyak hal yang telah dilalui di tahun ini, semoga saja banyak hikmah yang bisa kita petik dalam menjalaninya, dan semoga saja kita terus bertambah lebih baik setiap harinya. "Dunia tidak pernah berubah, yang berubah cuma isinya saja"  begitulah sepotong kalimat yang diucapan oleh Kapten Jack Sparrow  dalam film Pirates of the Caribbean. Kalau direnungkan, kalimat tersebut memang ada benarnya juga.

Entah berapa juta tahun sudah usia dunia ini, dan entah berapa juta kisah yang telah mengiringi perputaran dunia ini. Mulai dari kisah para ksatria pembela kebenaran hingga kisah cinta yang mabuk kepayang. Semua bercampur aduk mengikuti perputaran Bola Dunia ini, ada yang berakhir bahagia namun tak sedikit juga yang akhirnya merana. Dewasa ini bisa kita lihat, betapa kejadian-kejadian yang telah terjadi di masa lampau sekarang seolah terulang kembali. Katakan saja seperti kisah Negeri Sodom kaumnya Nabi Luth, dimana situasi moral manusia sudah lebih rendah dibandingkan binatang, dan kejadian itu di abad modern ini juga kembali terulang, terutama sekali di dunia barat mereka beranggapan bahwa suka dengan sesama jenis adalah sesuatu yang lumrah saja bahkan undang-undang mereka melegalkan pernikahan sejenis.

Setiap tahunnya, tepat pada tanggal 17 agustus, Bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya, berkat rahmad dari Allah Ta'ala kita terbebas dari penjajahan asing. Dulunya para penjajah datang dengan kapal-kapal dangang dengan dalih ingin bertransaksi dengan para pribumi, pada akhirnya pasar mereka kuasai sehingga terjadi monopoli harga, ujung-ujungnya mereka semakin beringas dan bernafsu hendak menguasai sumber alam negeri ini. Di era modern ini, para penjajah asing datang dengan gaya baru memakai wajah investor, berdalih kerjasama namun seluruh kekayaan mereka peras sampai tetes terakhir. Begitulah dunia ini, dunia tidak pernah berubah, yang berubah cuma isinya saja.

Demikian juga halnya dakwah dalam menyampaikan risalah langit, ada saja rintangan yang melintang yang mengharapkan agar dakwah menjadi padam. Tidak boleh patah semangat dalam menghadapi segala rintangan, toh pada masa Baginda Nabi pun beliau juga banyak menghadapi tantangan. Menilik semangat pejuangan para pejuang Islam tempo dulu, mereka rela mengorbankan harta benda bahkan nyawa sekalipun, ada juga yang harus rela meninggalkan kampung halamannya, namun ini semua tidak pernah menyurutkan semangat mereka dalam menebarkan syiar Agama. Masih ingat Thariq Bin Ziyad sang penakluk Andalusia?, beliau merupakan salah seorang panglima besar dalam sejarah Islam yang memimpin prajurit Kerajaan Umawiyah (Bani Umayyah). Setelah Musa bin Nushair membuka jalan pasukan Islam ke Eropa, Thariq bin Ziyad menyempurnakannya dengan menaklukkan Andalusia. Atas perintah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, Thariq membawa pasukan Islam menyeberangi selat Gibraltar menuju daratan Eropa.

Semenjak itu spanyol telah diterangi terang benderangnya cahaya islam, sampai pada akhirnya runtuh di tahun 1492 M. Menurut para sejarawan, Andalusia hancur karena berbagai faktor. Diantaranya, terjadi konflik Islam dengan Kristen. Kemudian, tidak adanya ideologi pemersatu, lalu diperparah dengan merosotnya perekonomian. Dan ditambah lagi dengan tak jelasnya sistem pergantian kekuasaan sehingga sering terjadi perebutan kekuasaan diantara ahli waris.

Hal yang serupa bisa saja menimpa negara yang tercinta ini, jika tidak saling menjaga bukan mustahil sejarah akan berulang lagi. Cukuplah kejadian di Tolikora sebagai sebuah pelajaran penting yang moga-moga saja tidak terulang lagi dimasa yang akan datang. Isu agama selalu menjadi lahan subur yang berguna untuk menanam bibit-bibit perpecahan. Demikian halnya dengan masalah kesejahteraan, ketika perut dibiarkan lapar tanpa terisi maka akal tak sanggup menggontrol sehingga terjadilah apa yang terjadi.

Indonesia dalam keragamannya disatukan dalam bingkai kebhinekaan. Bahkan demi terwujudnya persatuan, umat Islam rela mengalah dengan menganti kalimat "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" menjadi berlandaskan "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dikemudian hari kita kenal dengan istilah Pancasila, semoga kerukunan terus terbina dan kesejahteraan menjadi lebih merata.

Menangkal Galau dengan Ayat-Ayat Sakinah


Perintah memperbanyak dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala bisa kita temukan dalam Q.S al-Ahzab: 41. Dimana seorang muslim dituntut untuk selalu ingat terhadap Tuhannya dalam keadaan apapun, diantaranya dengan melafadzkan dzikir kepada Allah.

Hanya saja, para salaf shalih dahulu tak jarang mereka mempunyai kesukaan tersendiri terhadap suatu wirid dzikir atau hizib, baik berupa suatu shalat tertentu, bacaan ayat al-Qur’an tertentu, atau dzikir tertentu. Nabi Muhammad shallaAllah alaihi wa sallam pernah bersabda dalam hadits yang shahih:

سمعت عمر بن الخطاب، يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من نام عن حزبه، أو عن شيء منه، فقرأه فيما بين صلاة الفجر، وصلاة الظهر، كتب له كأنما قرأه من الليل

Siapa yang tertidur meninggalkan ‘hizib’nya di malam hari, lantas dia membacanya diantara shalat shubuh dan shalat dzuhur, maka seolah dia telah membacanya di malam hari (H.R Muslim).

Ayat Sakinah Pada Waktu Tertentu
Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) mengumpulkan beberapa ayat tertentu yang beliau sebut dengan ‘Ayat Sakinah’. Secara bahasa sakinah bermakna tenang atau tentram. Ayat Sakinah ini biasa beliau baca ketika dalam keadaan yang sulit, atau dalam keadaan galau.

وكان شيخ الإسلام ابن تيمية - رحمه الله - إذا اشتدت عليه الأمور: قرأ آيات السكينة

Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) ketika dalam keadaan sulit, beliau membaca ayat-ayat sakinah. (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H), Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Bareng-Bareng Baca Ayat Sakinah
Bahkan Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) meminta kepada para kerabatnya untuk membacakan bersama ‘ayat sakinah’.

قال: فلما اشتد علي الأمر، قلت لأقاربي ومن حولي: اقرءوا آيات السكينة، قال: ثم أقلع عني ذلك الحال، وجلست وما بي قلبة

Ibnu Taimiyyah berkata: Ketika saya sedang dalam keadaan sulit, maka saya katakan kepada kerabat dan orang-orang disekitar saya, “Kalian bacakanlah ayat-ayat sakinah!”. Maka kesulitan dan kegalauan itu hilang. (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H), Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) juga memberikan tertimoni dengan membuktikan sendiri bahwa ‘ayat sakinah’ ini bisa mengobati hati yang sedang galau.

وقد جربت أنا أيضا قراءة هذه الآيات عند اضطراب القلب بما يرد عليه. فرأيت لها تأثيرا عظيما في سكونه وطمأنينته

Saya telah mencoba membuktikan sendiri membaca ayat-ayat sakinah ketika sedang galau. Saya rasakan ada bekas yang luar biasa, sampai hati saya tenang. (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H), Madarij as-Salikin, hal. 2/ 471).

Tentu akan susah dicari dalil hadits yang shahih, terkait apa saja ayat-ayat sakinah ini. Lantas dari mana Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) mendapatkan ayat-ayat sakinah ini?

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 728 H) menjelaskan apa saja ayat-ayat sakinah ini. Paling tidak ada 6 ayat sakinah di dalam al-Qur’an: Q.S al-Baqarah: 248, Q.S at-Taubah: 26, Q.S at-Taubah: 40, Q.S al-Fath: 4, Q.S al-Fath: 18, Q.S al-Fath: 26.

1. QS. Al-Baqarah: 248

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَىٰ وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 248)

2. QS. At-Taubah: 26

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-Taubah: 26)

3. QS. At-Taubah: 40

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 40)

4. QS. Al-Fath: 4

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. Al-Fath: 4)

5. QS. Al-Fath: 18

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath: 18)

6. QS. Al-Fath: 26

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَىٰ وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Fath: 26)

Bid’ahkah membaca ayat-ayat sakinah? Coba tanya kepada orang yang suka membid’ah-bid’ahkan orang lain itu, beranikah membid’ahkan perbuatan Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H)? [Rumahfiqih.com]

Download Ayat-Ayat Sakinah

Stop! Jangan Sentuh Istrimu Setelah Berwudhu'


Al-Qur’an menggambarkan istri sebagai sawah ladang bagimu. Istri adalah tempat di mana kebutuhan biologis seorang suami boleh di salurkan. Bila istimta’ dengan wanita lain adalah zina yang mengandung dosa maka bermesraan dengan istri adalah ibadah yang mengundang pahala. Tapi awas! Jangan sentuh dia sesudah wudhu’ bila anda tidak ingin wudhu’nya batal.

Orang sering berlogika, “Bukankah menyentuh istri itu halal, kalau halal kenapa batal wudhu’ dengan menyentuhnya?.” Jawaban logisnya adalah “wudhu’ itu batal karena potensi getaran syahwat yang dihasilkan oleh sentuhan wanita. Potensi itu pasti ada ketika menyentuh istri sebagaimana dia ada ketika menyentuh perempuan ajnabi. 

Karena itulah tidak batal wudhu’ menyentuh mahram karena bersentehun dengan mereka tidak berpotensi menimbulkan syahwat.”

Dalam mazhab Asy-Syafie bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan termasuk suami istri dapat membatalkan wudhu’ baik yang menyentuh maupun yang disentuh, dengan syahwat maupun tidak, disengaja maupun tidak disengaja kecuali bila ada penghalang walaupun tipis.

Lihat:
Imam An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazab, (Jeddah, Maktabah al-Irsyad, t.t), juz, 2, hal. 34.

قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّ الْتِقَاءَ بَشَرَتَيْ الْأَجْنَبِيِّ وَالْأَجْنَبِيَّةِ ينتقض سواء كان بشهوة وبقصد أم لا ولا ينتقص مَعَ وُجُودِ حَائِلٍ وَإِنْ كَانَ رَقِيقًا وَبِهَذَا قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَزَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ وَمَكْحُولٌ وَالشَّعْبِيُّ وَالنَّخَعِيُّ وَعَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ وَالزُّهْرِيُّ وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ وَرَبِيعَةُ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهِيَ إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ  ….

“Sungguh telah kami jelaskan bahwa dalam mazhab kita (mazhab as-Syafi’I) batal wudhu’ dengan bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan bukan mahram, baik dengan syahwat atau tidak, baik dengan sengaja atau tidak. Bila ada penghalang walaupun tipis tidak membatalkan wudhu’. 

Pendapat ini sesuai dengan pendapat Umar bin Khathab, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Zaid bin Aslam, Makhul, As-Sya’bi, An-Nakh’I, ‘Itha’ bin As-Saaib, Az-Zuhri, Yahya bin Sa’id al-Anshari, Rabi’iah, Sa’id bin Abdul ‘Aziz, dan merupakan salah satu dua riwayat dari Al-Auza’i.

Imam An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazab, (Jeddah, Maktabah al-Irsyad, t.t), juz, 2, hal. 36.

وَاسْتَدَلَّ مَالِكٌ ثُمَّ الشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُهُمَا بِحَدِيثِ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بن عبد الله ابن عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ (قَالَ قُبْلَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدِهِ مِنْ الْمُلَامَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ امْرَأَتَهُ أَوْ جَسَّهَا بِيَدِهِ فَعَلَيْهِ الْوُضُوءُ) وَهَذَا إسْنَادٌ فِي نِهَايَةٍ مِنْ الصِّحَّةِ كَمَا تَرَاهُ

“Dalil yang digunakan oleh Malik kemudian As-Syafi’I dan sahabat-sahabat keduanya adalah hadis Malik dari Ibni Syihab dari Saalim bin Abdillah Ibn Umar dari Bapaknya “Ciuman seoarang lelaki terhadap istrinya dan menyentuhnya dengan tangan termasuk dalam pengertian menyentuh (Laa mastum) dalam ayat.  Maka siapa saja yang mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangan ia wajib berwudhu’.” Hadis ini sanadnya sangatlah shahih sebagaimana kamu lihat. [Tgk Taufik Yacob - Pengurus Ikatan Penulis Santri Aceh]

Jodoh Pasti Bertemu

Oleh: Saiful Hadi

Perkara taqdir adalah sesuatu yang sangat ghaib dan tidak ada yang pernah tahu bagaimana dia bekerja, cuma yang Maha Kuasa yang mengetahuinya dengan pasti. Di Lauh Mahfuz sana telah tertulis olehNya dengan siapa yang terpilih untuk mendampingi kehidupan cinta kita. Tidak perlu khawatir bakal berjodoh dengan siapa, karena setiap rusuk yang hilang pasti akan kembali kepemiliknya. Hijab masa depan menjadikan pertemuan di pelaminan sebagai sebuah kejutan yang mudah-mudahan tidak akan membuat terkejut tapi memberi ketentraman dan kedamaian bagi jiwa-jiwa yang telah terikat dengan aqat yang mitsaqan ghaliza tersebut.

Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan hal itu merupakan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karenanya, agama mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya "perkawinan", dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketentraman atau sakinah dalam istilah al-Quran pada surat ar-Rum (30) :21. Sakinah terambil dari kata sakana yang berarti diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya mengapa pisau dinamai sikkin dalam bahasa arab, karena ia adalah alat yang menjadikan binatang yang disembelih menjadi tenang, tidak bergerak, setelah tadinya ia meronta. Sakinah-karena perkawinan-adalah ketenangan yang dinamis dan aktif, tidak seperti kematian binatang.

Dan lagi diantara hikmah pernikahan adalah meluasnya jaringan silaturrahim, dan hal ini juga tidak terlepas dari apa yang telah disampaikan dalam quran dimana manusia dicipta dalam berbagai suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal. Menikah merupakan jalan terbaik untuk saling mengenal dan sebagai proses interaksi antar budaya. Seperti yang baru-baru ini kita saksikan, meski bukan artis atau anak pejabat, pernikahan Jennifer Brocklehurst dengan Bayu Kumbara menguncang media sosial. Pernikahan keduanya pada Sabtu 8 Agustus lalu di Kota Padang, Sumatera Barat, banyak ditanggapi dengan kalimat iri sekaligus salut atas tekad keduanya.

Pernikahan keduanya terbilang unik, Bayu Kumbara adalah mahasiswa lulusan program studi Antropologi di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat yang Sehari-harinya dikenal sebagai pegiat LSM Lembaga Perlindungan Anak Sumatera Barat dan Ruang Anak Dunia (Ruandu) Foundation. Sedangkan Jennifer Brocklehurst adalah wanita asal Bridgewater, Inggris yang sedang menempuh studi Antropologi di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. Jodoh pasti bertemu, dimana pun ia berada dan walaupun dengan berbagai perbedaan diantara kedua.

Baca Juga:

Ulama Besar Dunia Asal Suriah Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Wafat

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, umat Islam kembali kehilangan pewaris Nabi yang mendunia.  Salah seorang ulama Ahlussunnah dunia di Damaskus Suriah Syaikh Wahbah Az-Zuhaili atau Wahbah bin Musthofa Az-Zuhaili dikabarkan wafat pada Sabtu sore (8/8) pada usianya yang ke 83 tahun.

Syaikh Wahbah merupakan salah satu ulama terkemuka asal Suriah diabad ini, anggota daripada Dewan Fiqh di Makkah, Jeddah, India, Amerika dan Sudan.

Biografi Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili 
Syaikh Prof.Dr.Wahbah Az Zuhaili adalah cerdik cendikia (alim allamah) yang menguasai berbagai disiplin ilmu (mutafannin). seorang ulama fikih kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya menyebar ke seluruh dunia Islam melalui kitab-kitab fikihnya. Beliau dilahirkan di desa Dir `Athiah, utara Damaskus, Syiria pada tahun 1932 M. dari pasangan Mustafa dan Fatimah binti Mustafa Sa`dah.Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang sekaligus seorang petani.


Beliau mulai belajar Al Quran dan sekolah ibtidaiyah di kampungnya. Dan setelah menamatkan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. beliau melanjutkan pendidikannya di Kuliah Syar`iyah dan tamat pada 1952 M. Ketika pindah ke Kairo beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu di Fakultas Syari'ah, Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al Azhar dan Fakultas Hukum Universitas `Ain Syams. Beliau memperoleh ijazah sarjana syariah di Al Azhar dan juga memperoleh ijazah takhassus pengajaran bahasa Arab di Al Azhar pada tahun 1956 M. Kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang hukum di Universitas `Ain Syams pada tahun 1957 M, Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada tahun 1959 M dan Doktor pada tahun 1963 M. Gelar doktor di bidang hukum (Syariat Islam) beliau peroleh dengan predikat summa cum laude (Martabatus Syarof Al-Ula) dengan disertasi berjudul "Atsarul Harbi Fil Fiqhil Islami, Dirosah Muqoronah Bainal Madzahib Ats-Tsamaniyah Wal Qonun Ad-Dauli Al-'Am" (Beberapa pengaruh perang dalam fiqih Islam, Kajian perbandingan antara delapan madzhab dan undang-undang internasional) . Sungguh catatan prestasi yang sangat cemerlang.

Satu catatan penting bahwa, Syaikh Wahbah Az Zuhaili senantiasa menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Ini semua menunjukkan ketekunan beliau dalam belajar. Menurut beliau, rahasia kesuksesannya dalam belajar terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri dari segala hal yang mengganggu belajar. Moto hidupnya adalah, “Inna sirron najah fil-hayat, ihsanus shilah billahi `azza wa jalla”, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Alloh `Azza wa jalla).

Karir Akademis
Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama Syaikh Wahbah Az Zuhailli adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada tahun 1963 M, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969 M dan menjadi profesor pada tahun 1975 M. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada sejumlah univesritas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya berada di Sudan. Beliau juga pernah mengajar pada Universitas Emirat Arab.


Beliau juga menghadiri berbagai seminar internasional dan mempresentasikan makalah dalam berbagai forum ilmiah di negara-negara Arab termasuk di Malaysia dan Indonesia. Akan tetapi, di Medan belum pernah. Ia juga menjadi anggota tim redaksi berbagai jurnal dan majalah, dan staf ahli pada berbagai lembaga riset fikih dan peradaban Islam di Siria,Yordania, ArabSaudi,Sudan, India, dan Amerika.

Karya Ilmiah
Syaikh Wahbah Az Zuhaili sangat produktif menulis, mulai dari artikel dan makalah sampai kepada kitab besar yang terdiri atas beberapa jilid. Baru-baru ini beliau merampungkan penulisan ensiklopedia fiqih yang beliau tulis sendiri brjudul, "Maus'atul Fiqhil Islami Wal-Qodhoya Al-Mu'ashiroh" yang telah diterbitkan Darul Fikr dalam 14 jilid.

Di antara karya-karya beliau adalah:
1. Al Fiqhul Islami wa Adillatuh
2. At Tafsir Al Munir
3. Al Fiqhul Islami fi uslubih Al Jadid
4. Nadhoariyatudh Dhorurot Asy Syari`yah
5. Ushuul Fiqh Al Islami
6. Adz-Dzarai`ah fs Siyasah Asy Syari`ah
7. Al `Alaqot ad-Dualiyah fil Islam
8. Juhud Taqnin Al Fiqh Al Islami
9. Al Fiqhul Hanbali Al Muyassar.
10. Al Fiqhul Hanafi Al Muyassar
11. Al Fiqhus Syafi'i Al Muyassar


Dr.Badi` As Sayyid Al Lahham dalam biografi Syaikh Wahbah yang ditulisnya dalam buku yang berjudul, "Wahbah Az Zuhaili al -`Alim, Al Faqih, Al Mufassir" menyebutkan 199 karya tulis Syaikh Wahbah selain jurnal, beliau juga500-an karya dalam bentuk makalah ilmiah. Demikian produktifnya Syaikh Wahbah dalam menulis sehingga Dr. Badi` mengumpamakannya seperti Imam As Suyuthi dimasa lampau.| Muslimedianews.com

Marah dan Cemburu ada Aturannya

marah dan cemburu
Oleh: Saiful Hadi

Pada dasarnya marah dan cemburu buta merupakan perbuatan yang tercela, karena sifat ini lebih banyak mudharatnya dibanding manfaat. Namun demikian, para Ahli hikmah menerangkan bahwa adakalanya marah itu dianggap sebagai sikap yang terpuji, akan tetapi hanya terbatas dua hal saja, yaitu marah karena mempertahankan kehormatan, dan marah karena mempertahankan agama.

Mengelola marah dan cemburu

Dalam Tasawuf Modern, Buya Hamka menerangkan bagaimana menempatkan marah dan cemburu pada tempatnya. Marah mempertahakan kehormatan disebut juga dengan Ghirah Lissyaraf (cemburu menjaga kehormatan). Kemarahan dalam hal ini dibenarkan, wajar kita marah jika tanpa sebab anggota keluarga dicemarkan, dihina atau direndahkan. Sehingga demi mempertahankan kehormatan boleh saja marah.

Demikian juga marah karena mempertahankan agama, hal ini bukanlah sebuah sikap yang tercela, bahkan syariat memperbolehkan untuk melawan saat kondisi kita diinjak-injak. Umat Islam haruslah meniru prinsip-prinsip lebah, ia bekerja mencari madu dari bunga terbaik demi menghasilkan madu yang berkulitas, tidak menggangu jika tidak diganggu, namun berani melawan tatkala diperlakukan sewenang-wenang.

Sementara mengenai cemburuan, Islam memuji orang yang cemburu di dalam menjaga istrinya. Cemburu mesti ada pada setiap lelaki supaya terpelihara nasab dan tidak rusak turunannya. cemburu itu tanda cinta, bermula dari cemburu lahirlah sikap untuk menjaga dan memelihara. Seorang lelaki disebut Dayyus bila ia hanya diam saja saat melihat kelakuan keluarganya yang keluar aturan agama. Lelaki yang dayyus berarti tak punya rasa cemburu apalagi marah, padahal marah karena aturan syariat yang dilanggar bukanlah sesuatu yang tercela, malahan itu harus dilakukan sebagai sebuah peringatan agar kembali ke jalan yang benar.

Namun begitu, lelaki yang mengurung istrinya sampai cahaya mataharipun tak boleh menyentuhnya, ini adalah cemburu yang tercela, hal itu termasuk marah dan cemburu yang kelewatan. Padahal secara aturan agama mengurung atau pingit tidaklah perlu, tetapi berikanlah pendidikan yang baik kepada wanita sehingga ia dapat menjaga kehormatan dirinya. Syariat telah membuat aturan agar wanita berhijab demi terpelihara kehormatannya dan terjaga rasa cemburu suaminya, sehingga jika ada lelaki membiarkan begitu saja sang istri dan anak perempuannya berpakaian yang terbuka lagi terbungkus berarti telah hilanglah rasa cemburu karena ia ridha lekuk wanitanya diliat orang.

Berbeda halnya dengan budaya barat, yang lumrah saja cipika-cipiki dengan istri orang dan suami pun ridha istrinya dicium orang. Budaya mereka bukanlah yang patut untuk ditiru, namun kita jadikan sebagai bahan pelajaran agar keluarga kita tidak terjerumus kepada hal demikian.

Khutbah Jumat: Ciri Rumah Tangga Islami

Semua kita pasti mengidamkan rumah tangga yang bahagia, damai dan harmonis penuh dengan kasih dan sayang, yang dalam islam di sebut dengan sakinah, mawaddah dan rahmah. Untuk meraih keluarga yang demikian harus didasarkan atas niat yang tulus, atas dasar tujuan yang agung dan atas dasar konsep islam yang sempurna. Rumah tangga adalah basis masyarakat yang paling inti dan lembaga pendidikan yang paling pertama dan utama bagi anak-anak.

Rumah tangga islami adalah markas utama dalam penanaman akidah yang kokoh, basis menegakan syariat Allah, lembaga pengembangan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Dari sebuah rumah tangga yang islami akan lahir penopang-penopang perbaikan bagi masyarakat, akan lahir da'i-da'iah teladan, penuntut ilmu, pecinta amal shaleh, mujahid yang sesungguhnya, suami shaleh, Istri shalehah, ibu pendidik. Dan unsur pembangun lainnya.

sebaliknya. Rumah tangga yang penuh dengan kemaksiatan dan kemungkaran. malaikat tak akan pernah masuk ke dalam rumah tersebut. Untuk mengetahui apakah rumah tangga kita sudah islami, sesuai dengan syariat islam maka ada beberapa ciri yang kita pahami.

1. Rumah tangga hidup dalam suasana ibadah 
Rumah tangga harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam ibadah, baik itu ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Shalat, membaca al-quran, belajar dan mengajar ilmu agama, dll.

Saat ini, betapa banyak rumah-rumah umat islam yang mati, sepi dari suasana ibadah dan seluruh anggota keluarga disibukkan dengan perkara dunia tidak peduli dengan urusan ibadah, rumah yang ada ibadah dan tidak ada ibadah seperti orang hidup dengan yang mati. Rasulullah SAW bersabda,
"perumpamaan rumah yang didalamnya ada dzikrullah dan rumah yang tidak ada dzikrullah adalah perumpamaan dengan orang yang hidup dengan orang yang mati."(HR. Muslim)

2. Suami shaleh dan istri shalehah
Allah SWT berfirman :"Laki-laki itu pemimpin bagi perempuan (Istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain" (An-Nisa': 34).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa suami adalah sebagai pemimpin (imam) datam rumah tangga, seorang suami harus mampu mengayomi dan menjadi contoh teladan karena seorang suami diminta pertanggungjawaban oleh Allah terhadap keluarga yang dipimpinnya.

Suami yang shaleh akan terbentuk anak-anak yang shaleh, akan terbentuk keluarga yang islami demikian juga dengan seorang istri Allah juga akan meminta pertanggungjawaban terhadap keluarga yang dipimpinnya.

Rasulullah SAW bersabda :"sebaik-baik istri yaitu yang menyenangkan ketika kamu pandang, taat kepadamu ketika kamu perintah, menjga dirimu dan hartamu ketika kamu tidak ada"(HR. Tabrani).

Maksud dari hadist diatas, istri shalehah adalah istri yang dapat menyenangkan suaminya dan anak-anak atau seluruh anggota keluarga dan taat kepada perintah suami selama perintah itu untuk kebaikan dan yang lebih penting adalah mampu menjaga kehormatan, nama baik suami dan harta suami.

3. Berperan dalam pembinaan masyarakat
Dari rumah tangga yang baik akan terbentuk masyarakat yang baik karena adanya rumah tangga-rumah tangga yang baik, maka rumah tangga yang islami harus mampu memberikan kontribusi yang cukup bagi perbaikan masyarakat sekitamya karena kita tidak bias hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Betapapun taat nya rumah tangga tersebut terhadap norma-norma agama apabila sekitar lingkungannya tidak mendukung, pelarutan nilai akan mudah terjadi terutama pada anak-anak.

Oleh karena itu, setiap anggota rumah tangga islami diharuskan memiliki semangat berlomba-lomba untuk berbuat baik sesuai dengan profesi sesuai dengan profesi utama setiap muslim yaitu da'i. Keberadaan rumah tangga islami dapat menjadi rahmat untuk masyarakat sekitamya dan tidak menjadi rumah tangga yang merusak suasana kehidupan social kemasyarakatan.

Demikianlah beberapa ciri diantara sekian banyak ciri-ciri rumah tangga islami dengan harapan menjadi pelajaran kepada kita agar dapat berusaha untuk menciptakan rumah tangga kita yang lebih islami.

Video Khutbah Jumat


Khutbah Jumat: Mesjid Raya Baiturrahman, tanggal 7 Agustus 2015
Khatib: Tgk. Umar Ismail, S. Ag