[Full] Ceramah Ustadz Abdul Somad Dalam Peringatan 13 Tahun Tsunami Aceh

Dilansir dari Serambinews.com, Kegiatan Zikir Internasional dan tausiyah Ustaz Abdul Somad di Taman Ratu Safiatuddin, dalam rangka memperingati 13 tahun tsunami Aceh, 24 Desember 2004. Banda Aceh, Selasa (26/12/2017) malam, mencatat sejumlah rekor.

Selama dua jam siaran langsung (live) melalui Facebook yang ditayangkan Serambinew.com dan Serambi TV bekerja sama dengan Glamour Pro, sejak pukul 22.03 WIB sampai pukul 00.15 WIB, menjangkau 1.193.217 orang.

Namun bagi yang tidak berkesempatan menyimak ceramah ustad kondang yang satu ini, redaksi catatanfiqih menyediakan rekaman ceramah Ustadz Abdul Somad dalam bentuk format *.MP3 yang bisa diunduh pada link berikut:

Download

Sesat Pikir Kaum LGBT


Oleh: Saiful Hadi

Akhir-akhir ini perilaku menyimpang yang pernah dilakukan oleh kaum Nabi Luth kembali menggeliat, malahan di dunia barat secara terang-terangan memplokamirkan diri sebagai penyuka sesama jenis. Akal sehat tidak habis pikir, bagaimana ceritanya lelaki bisa menyukai lelaki bahkan melakukan hubungan s3ks dengan lelaki, apakah perempuan sudah tidak  secantik lelaki? Nabi Luth As begitu heran melihat kelakuan umatnya sebagaimana yang tersebut dalam surat Al-A'raf ayat 81 berikut:

"Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas." (Qs. Al-A'raf: 81)

Secara naluri, setiap manusia memang mendambakan pasangan dalam kehidupannya. Keberadaan pasangan diharapkan menjadi washilah bagi datangnya ketentraman. Oleh karena itu, agama mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara lelaki dan perempuan, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya "perkawinan", dan beralihlah kerisauan mereka menjadi ketentraman atau sakinah dalam istilah al-Quran pada surat ar-Rum (30) :21.

Sakinah terambil dari kata sakana yang berarti diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya mengapa pisau dinamai sikkin dalam bahasa arab, karena ia adalah alat yang menjadikan binatang yang disembelih menjadi tenang, tidak bergerak, setelah tadinya ia meronta. Sakinah-karena perkawinan-adalah ketenangan yang dinamis dan aktif, tidak seperti kematian binatang. [1]

Gejolak lelaki hanya akan teredam oleh perempuan, dan gejolak perempuan akan terpuaskan dengan adanya lelaki. Karena keduanya secara fisik memang tercipta untuk saling melengkapi. Namun akan lain ceritanya tatkala lelaki malah suka dengan lelaki, apalagi perempuan penyuka sesama jenis, perilaku yang menyimpang tidak akan pernah terpuaskan dan gejolak tetap akan berguncang. Hal ini lantaran, ada faktor yang hanya dimiliki oleh perempuan dan menjadi pelengkap bagi lelaki, dan demikian juga ada bagian penting dari lelaki yang tak bisa digantikan oleh apapun jua bagi perempuan.

Dan anehnya, pemikiran aneh yang dimiliki oleh penyuka sesama jenis malah jarang sekali ditemukan dalam dunia binatang. Se babi-babinya babi masih kawin dengan babi betina, sehingga wajar saja Allah Ta'ala menyebut mereka-mereka yang sesat ini seperti hewan bahkan jauh lebih rendah dari hewan.

"mereka memiliki mata tetapi tidak dipergunakanya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah" (Qs. Al-A'raf: 179)

[1] Qurays Shihab, wawasan al-Quran

Kecaman Al-Quran Terhadap LGBT

Oleh: Rahmad Idris

Segala hal tentang LGBT yang di jelaskan terang benderang dalam Alquran

Sebelum membaca tulisan ini, saya ingin memberikan peringatan singkat dan jelas bahwa tulisan ini hanya di khususkan untuk kaum muslimin yang percaya dengan Alquran dan Hadist. yang diluar daripada itu silahkan menjauh karena tulisan ini berarti bukan di tujukan kepada Anda.

1. QS. Al-A’raaf: 80

{ ﻭَﻟُﻮﻃًﺎ ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻘَﻮْﻣِﻪِ ﺃَﺗَﺄْﺗُﻮﻥَ ﺍﻟْﻔَﺎﺣِﺸَﺔَ ﻣَﺎ ﺳَﺒَﻘَﻜُﻢْ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ }

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Dari ayat ini jelas sekali Allah Ta'ala membantah perkataan para pembela LGBT saat ini yakni pembuatan Liwath (Homo) tidak terkait dengan genetika. Jelas sekali sebelum kaum Sodom tidak ada keturunan nabiyullah Adam Alaihissalam yang pernah melakukan Liwath. ini adalah perbuatan hina yang pertama sekali di ciptakan oleh masyarakat Sodom.

Bagi kaum muslimin yang percaya dengan kitab Alquran maka tidak mungkin dia lebih mempercayai perkataan orang2 pendukung LGBT yang mengatakan ini berhubungan dengan genetika dan pengaruh hormonal.

2. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS Al-A'raaf ayat: 81)

Dari ayat kedua ini, jelas sekali dakwah nabi Luth adalah mengembalikan kaumnya agar kembali ke fitrah manusia yakni menyalurkan nafsunya kepada lawan jenis. fitrah ini adalah instict paling dasar yang dimiliki oleh semua makluk di dunia tidak terkecuali binatang liar. ketika mereka melewatinya maka gelar kaum yang melampaui batas adalah gelar yang disandingkan oleh Allah kepada mereka.

3. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.” (QS Al-A'raaf ayat: 82)

Aneh sekali, jawaban dahulu kala dari kaum Sodom ketika di serukan untuk kembali kepada kebenaran serupa dengan jawaban kaum LGBT dan pembelanya saat ini. pemberian gelar "munafik atau pura2 suci" kepada kaum muslimin adalah ungkapan yang telah Allah Ta'ala abadikan di kitab Alquran. dan ternyata jawaban dan pernyataan yang sama sering sekali di lontarkan mereka kepada pembela syariat Allah.

Maha Benar Allahu Ta'ala dengan segala firmannya. ini membuktikan apa yang telah kita lakukan ketika melawan penyebaran virus LGBT di Indonesia sama persis dengan dakwah nabi Luth dan insya Allah pahala dan derajat amal shalihnya seimbang dengan derajat keshalihan nabiyullah Luth selama kita berada dalam jalan kesabaran.

Tentang ancaman pengusiran nabiyullah Luth dan pengikutnya dari kota adalah konsekuensi logis berikutnya bila jumlah pengikut LGBT cenderung lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang menentangnya. soal pengusiran dan aksi kekerasan kaum LGBT ini sudah sangat banyak contohnya di media massa saat ini. kasus pembunuhan pasangan sejenis, kasus predator anak (lelaki) di bawah umur, hingga kasus pengusiran kaum penentang LGBT di negara-negara pendukung perkawinan sejenis adalah sesuatu yang bukan baru lagi.

Perkataan "Pergilah kalian dari negeri ini bagi yang tidak mendukung kebhinekaan (Maksudnya LGBT)." adalah perkataan yang sering kita jumpai di media sosial. perkataan benar-benar serupa dengan pengusiran halus kaum sodom kepada nabiyullah Luth.

4. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa Kami tidak mempunyai keinginan[3] terhadap puteri-puterimu; dan Sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya Kami kehendaki.(79)Luth berkata: “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)(80) Alquran Surat Hud : 79,80)

Kebiasaan kaum Sodom adalah melakukan pemaksaan Liwath kepada siapa saja (lelaki) yang di cenderungi oleh mereka. ini bukti bahwa tindakan pemerkosaan antar jenis adalah sesuatu yang wajar terjadi bila mereka telah berjumlah dominan. bahkan nabi Luth sendiri tidak mampu melindungi diri sendiri. berhati-hatilah! jangan pandang enteng dengan fenomena ini. sebelum keburukan ini dianggap kewajaran kita harus melindungi diri dan generasi kita dari kemaksiatan kaum LGBT.

5. Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu (28) Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun] dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar (29) (Alquran surat Al Ankabut ayat 28:29)

Subhanallah... bukankah telah tiba lisan para pembela LGBT mengucapkan hal serupa dengan bunyi ayat ke 29 surat Al Ankabut?

Para pengusung paham JIL berkata: "Apakah ada azab kepada negara yang mentolerir LGBT? mereka malah lebih makmur. Alquran hanya mengambil Mitos dari kisah-kisah masa lalu untuk penyampaian moral."

Beginilah tabiat para pro LGBT dan pengikutnya. mereka cenderung menantang bahkan meminta azab Allah daripada bertaubat. maka tidak heran bila diantara mereka selalu saja di temukan dalam keadaan susah, ditimpakan penyakit kelamin, hingga bahkan di bunuh atau membunuh sesama mereka. Nauzubillah...

Begitulah Alquran menjelaskan keburukan dan sifat kaum sodom yang merupakan kaum awal penyebar kerusakan LGBT dengan begitu detail. dan sungguh-sungguh benar firman Allah Ta'ala yang telah memberikan peringatan yang sangat serius kepada kaum muslimin untuk berhati-hati dengan fitnah LGBT. hal ini dapat kita lihat dari perulangan kisah kehancuran kaum nabi Luth yang di ulang-ulang dalam beberapa surat selayak surat Al A'raf, surat Hud, surat Al Hijr, surat as Syuara, surat Al An Naml, surat Al Ankabut, surat Ash Shaffat, surat Adz Dzariyat, dan surat Al Qamar.

Maka sudah pantaslah kita sebagai kaum muslimin benar-benar mawas diri dari keburukan perilaku liwath dan para pelakunya dan melawan agar laknat Allah Ta'ala menjauhi kita.

Wallahu'Alam

Artikel ini disadur dari Status Facebook Ustad Rahmad Idris

Khutbah Jumat: Empat Perkara Penting Dalam Beribadah

Oleh: Saiful Hadi

Setiap muslim seyogyanya haruslah mempunyai sifat sabar dalam setiap situasi dan kondisi apapun. Terlebih-lebih lagi dalam hal beribadah, karena pada dasarnya manusia dicipta hanya untuk beribadah. Ibadah tidak hanya terbatas pada shalat atau puasa saja, sebab ibadah ada juga dalam bentuk ghairu mahdhah yang tidak punya ketentuan khusus sehingga cakupannya jauh lebih luas.
Dalam kitab Tanbihul Gahfilin disebutkan, sebagian orang bijak mengatakan bahwa dalam melaksanakan amal ibadah harus ada empat perkara penting, antara lain yaitu:

Empat Perkara Penting Dalam Beribadah

Pertama, mempunyai ilmu sebelum memulai pekerjaan, karena sebuah amal perbuatan itu tidak akan benar dan sempurna kecuali dilandasi dengan ilmu. Amal perbuatan yang tanpa ilmu itu akan lebih banyak salahnya daripada benarnya.

Ilmu didapat dengan Belajar, dan belajar mestilah dengan berguru. Akan sangat jauh berbeda belajar dari buku dengan berguru. Sebab, ketika ada sesuatu hal yang sukar dipahami maka bisa bertanya langsung kepada sang guru dan ketika pemahamnya salah maka dengan tegas ia akan ditegur. Sementara belajar pada buku, ia tidak bisa menegur dikala salah dalam memahami, bahkan tidak bisa menghilangkan kebingungan dikala sukar dalam memahami.

Imam Syafie sendiri mengatakan: “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Kedua, adanya niat pada saat memulai pekerjaan, karena amal perbuatan itu tidak akan sah kecuali dengan niat, sebagaimana Sabda Rasulullah saw. :
"Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu (tergantung) dengan niatnya, dan seseorang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan."

Puasa, salat, haji, zakat dan ibadah-ibadah yang lain itu tidak sah tanpa dibarengi dengan niat. Oleh karena itu, seseorang harus berniat sewaktu memulai sesuatu amal perbuatan supaya amalnya itu sah.
Ketiga, haruslah bersikap sabar sewaktu mengerjakan amal perbuatan, sehingga ia bisa mengerjakannya dengan tenang.

Sabar secara istilah: Menahan diri dari berkeluh kesah (secara batin), menahan diri dari berkata2 yg menampkkan keluh kesah, dan menahan diri dari sikap2 yang tidak dibutuhkan seperti memukul2 diri.

Menurut Imam Djuned: Tidak menampakkan ekspressi raut wajah yang menggambarkan kesusahan, akan tetapi selalu menunjukkan keridhaan.
Syaikh Ahmad Farid dalam Tazkiyatun Nufus mengatakan, Setiap jiwa punya kekuatan utk mendorong dan menahan. Hakikat sabar adl ketika menggunakan Kekuatan dorong utk mengerjakan hal2 yg berguna, dan menggunakan kekuatan menahan utk menanahan diri dari hal2 yg tak bermanfaat.

Dan yang keempat, Ikhlas sewaktu selesai mengerjakan amal perbuatan, karena amal yang tidak ikhlas itu tidak akan diterima, dan hanya amal yang dikerjakannya dengan ikhlas saia yang diterima oleh Allah.

Disampaikan di Mesjid Al-Iklas Lubuk

Pemuda Harapan Pemudi

Oleh: Saiful Hadi

Pemuda dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Fata. Menurut Syech Yusuf Qardhawi pemuda itu bagaikan titik kulminasi matahari, yàng merupakan titik dengan energi panas tertinggi. Mungkin seperti itulah gambaran terbaik dari seorang pemuda. Dimana pada saat itulah dia memiliki energi yang paling tinggi, semangat juang yang membara, serta perasaan cinta yang menggelora.

Membuka lembaran-lembaran sejarah, ada banyak kisah pemuda yang telah menggoncangkan dunia. Kita sebut saja seperti Sultan Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, di usia 19 tahun beliau diangkat menjadi sultan dan ketika berusia 21 tahun beliau berhasil menundukkan konstantinopel.

Sang Al-Fatih muda ini, berbekal persenjataan baru nan canggih hasil rancangan Insinyur Orban, pada 2 april 1453 bersama 80.000 pasukannya memulai serangan terhadap 8.000 pasukan kristen dibawah kepemimpinan Kaisar Konstantin XI, yang merupakan Kaisar Byzantium ke-57. Tepat pada tanggal 29 Mei 1453 Konstantinopel akhirnya menyerah dan takluk.

Awal mula banyak pihak yang meragukan kemampuan Sang Sultan muda, mengingat usianya yang masih sangat belia serta miskin pengalaman. Tapi siapa yang sangka, konstantinopel yang merupakan pusatnya Dunia Barat selama seribu tahun lebih dan sekaligus pertahanan kristen terhadap Islam akhirnya harus bertekuk lutut di hadapan seorang anak muda.

Mundur beberapa ratus tahun ke belakang sebelum al-Fatih, tepatnya pada tahun 150 H, Imam Syafie lahir ke dunia. Sosok Imam Syafie muda, beliau merupakan seorang petualang cilik yang telah singgah keberbagai tempat guna mencari dan mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan. Bahkan beliua pernah melantunkan sebuah syair "seekor singa, jika tidak meninggalkan hutan, ia tidak akan mendapat buruan. Anak panah, jika tidak meninggalkan busur, ia tidak akan mengenai sasaran." 

Pada tangan seorang Imam Syafie lah, fiqih madinah dan fiqih irak disatukan, beliaulah yang mengkombinasi Fiqih Iraq Imam Hanafi yang didominasi ra'yu (nalar) dengan fiqih madinah Imam Malik yang bernuansa hadist, sehingga lahirlah sebuah fiqih baru yang unik dengan metode komperhensifnya yang saling memadukan antara wahyu dan nalar.

Kesempurnaan seorang pemuda berdasarkan penuturan dari Imam Al-Buwaithi, Imam Syafie pernah mengatakan, "seorang lelaki tidak akan sempurna di dunia kecuali dengan empat perkara, yaitu agama, sifat amanah, menjaga diri, dan bersikap tenang". Setiap Pemuda haruslah memiliki empat sifat tersebut, karena para pemuda adalah harapan setiap pemudi. Sosok pemuda yang baik akan menuntun pemudi ke jalan yang baik pula sehingga bahtera rumah tangga akan terus berlayar tanpa takut diguncang badai kehidupan.

Cari Ilmu dengan Berguru

Ilmu itu didapat dengan belajar,
dan belajar mestilah dengan berguru
bukan dengan sekedar baca buku.
Belajar pada buku akan sangat jauh berbeda
dengan berguru.
Sebab, buku tak bisa menegur
kala salah dimengerti.

Selamat Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2017

Khutbah Jumat: Yakinlah, Ada Dua Kemudahan dibalik Sebuah Kepayahan

Setiap insan yang beriman, harus yakin bahwa janji Allah Ta'ala itu pasti dan benar adanya. Allah Ta'ala berjanji untuk memudahkan segala sesuatu yang sulit, memberikan solusi setiap masalah, menghilangkan berbagai ujian dan bencana serta memberi kabar gembira bahwa kemenangan sudah dekat, hal ini sebagaimana yang Allah Ta'ala jelaskan dalam surat Al-Insyirah ayat 5-6:

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (Qs. Al-Insyirah: 5 - 6)

Penafsiran Ayat
Pengulangan dua kalimat yang sama dalam surat tersebut agar maknanya semakin merasuk ke dalam hati.  Bentuk kata العسر yang dima'rifahkan dengan "alif" dan "lam" memberi pengertian sebagai bentuk kata mufrad (tunggal). sedangkan kata يسرا dalam bentuk nakirah (tanpa alif dan lam pada awal kata) memberi pengertian sebagai kata yang muta'addid (berbilang).

Para ulama menjelaskan bahwa kebiasaan orang-orang Arab jika mereka menyebutkan kata dalam bentuk isim ma'rifah kemudian mengulanginya lagi, maka kata tersebut memberi pemahaman yang sama. Sementara jika menyebutkan kata dalam bentuk isim nakirah kemudian mengulanginya, maka kedua kata tersebut mempunyai dua maksud yang berbeda.

Dalam ayat tersebut kata العسر yang pertama, juga merupakan kata العسر yang kedua, biarpun dua kali disebutkan namun kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang sama yakni satu kesukaran yang sama. Sementara kata يسرا yang pertama bukan merupakan kata يسرا yang kedua, sehingga pengulangannya sebanyak dua kali memberi pengertian bahwa ada dua kemudahan untuk satu kesukaran yang sama yang terdapat dalam ayat ke lima dan ke enam.

Dengan kata lain, kedua ayat tersebut memberi pemahaman bahwa Allah Ta'ala hendak menjadikan kemudahan dan rahmat bagi para hamba sebanyak dua kemudahan dalam setiap satu kesulitan. Dengan bahasa yang lebih ringkas, dalam ayat tersebut Allah Ta'ala hendak menyebutkan bahwa dibalik suatu kesulitan terdapat dua kemudahan setelahnya.

Setiap menghadapi suatu kesulitan maka yakinlah bahwa Allah Ta'ala akan membukakan bagi kita dua pintu kemudahan terhadap kesulitan tersebut. Hal ini diperkuat dengan apa yang diriwayatkan secara marfu' oleh Hakim dari Ibnu Mas'ud, "Seandainya kesulitan ada di dalam sebuah batu, pastilah akan diikuti oleh sebuah kemudahan hingga ia masuk ke dalam batu tersebut dan mengeluarkan kesulitan tersebut dari dalamnya. Sebuah kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan".
Ada juga yang berpendapat, yang dimaksud dengan dua kemudahan dari ayat tersebut adalah jenisnya, yakni kemudahan tersebut merupakan janji secara umum bagi seluruh orang-orang beriman pada setiap masa. Kemudahan tersebut mencakup kemudahan di dunia dan akhirat, serta kemudahan dalam waktu dekat maupun di masa yang akan datang.

Sementara pesan pada ayat terakhir dalam surat Al-Insyirah adalah anjuran untuk senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinu. Serta tidak menyia-nyiakan waktu dalam kemalasan. Hendaknya ia mencurahkan segala kekuatannya untuk memperoleh apa yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Dan setelah selesai mengerjakan segala sesuatu, hanya kepada Allah lah bertawaqal dan berharap.

Rujukan: Tafsir Al-Munir Juz 15, Surat Al-Insyirah

Khutbah - Mesjid Al-Mukarramah Gampong Mulia Banda Aceh | 11 Jan 2019

Rumah Tangga Bahagia

Oleh: Saiful Hadi

Kebahagian dan ketentraman dalam rumah tangga bisa digapai dengan saling kerjasama yang baik antara suami dan istri. Saling menjaga adab dan sopan santun merupakan kunci utama dalam membina rumah tangga yang bahagia.

Menciptakan Rumah Tangga Bahagia

Imam Al-Ghazali dalam kitab Al Adab Fid Din menyebutkan, ada adab penting yang harus dijaga seorang lelaki ketika bersama istrinya, diantaranya:

Seorang suami haruslah bergaul dengan baik dan bertutur kata lembut, menampakkan kecintaan dan menumbuhkan kesenangan ketika berduaan, memaafkan kekeliruan dan tidak mengungkit ungkit kesalahan istri. Serta memelihara harga diri istri dan tidak berdebat dengannya, memberikan uang belanja tanpa kekikiran dan senantiasa memuliakan keluarganya. Membiasakan berjanji yang baik-baik dan memperbesar rasa cemburu terhadapnya.

Demikian juga dengan seorang istri, Imam Al-Ghazali melanjutkan, seorang istri haruslah senantiasa memelihara sikap malu terhadap suami, menghidari perdebatan dengannya, dan memelihara ketaatan kepadanya. Diam saat suami berbicara, menjaga diri ketika suami pergi, dan tidak menghianatinya dalam menggunakan hartanya. Senantiasa memakai wewangian, membersihkan mulut, dan memakai pakaian yang bersih. Serta menampakkan sifat qana'ah, mencurahkan segenap kasih sayang dan senantiasa berhias untk suaminya.

Selain itu, kepadanya juga dianjurkan untuk memuliakan keluarga dan kerabat suami, memandang keberadaanya dengan keutamaan dan menerima perlakuannya dengan rasa syukur. Menampakkan rasa cinta ketika di dekatnya dan memperlihatkan kegembiraan ketika memandangnya.
Alangkah indahnya kehidupan berumah tangga ketika adab-adab yang diuraikan oleh Imam Al-Ghazali direalisasikan di dalam kehidupan nyata. Sehingga, ungkapan Baiti Jannati seperti yang sering diucapkan oleh Rasulullah juga bisa hadir di dalam rumah tangga kita.

Prof Qurays Shihab Tidak Bershalawat dalam Khutbah Idul Fitri 1438 H yang Lalu?

Prof Qurays Shihab, sumber tirto.id
Jika ditinjau dari segi rukun, maka antara khutbah hari raya dengan khutbah jumat tidak terdapat perbedaan. Rukun khutbah Jumat ada lima, yaitu: mengucap hamdalah atau memuji Allah, bershalawat kepada nabi Muhammad SAW, menyampaikan pesan atau wasiat, membaca ayat Al-Quran dan berdoa mohon ampunan umat umat Islam.

Namun demikian dalam tata laksananya, disunnahkan pada khutbah dua hari raya memulai dengan takbir, sedangkan pada shalat jumat, khutbah langsung dibuka dengan ucapan hamdalah.
Menurut jumhur ulama, disunnahkan untuk mengucapkan takbir 9 kali berturut-turut pada khutbah pertama, dan 7 kali takbir berturut-turut pada khutbah kedua.

Salah satu contoh praktek nyatanya, dapat disaksikan dalam rekaman Khutbah Idul Fitri 1438 H oleh Prof Qurays Shihab di Mesjid Istiqlal yang banyak beredar di Youtube Dimana beliau memulai khutbah dengan melafazkan takbir lalu diikuti dengan pujian dan selanjutnya shalawat, kemudian wasiat yang diteruskan dengan ceramah (teks lengkap dapat dibaca di tirto.id). Di akhir ceramah, beliau duduk sejenak untuk membedakan antara khutbah pertama dan kedua. Selanjutnya dalam khutbah kedua beliau mulai lagi dengan takbir, kemudian hamdalah, shalawat, doa.

Ditengah suasana fitri ini beredar postingan yang di lansir oleh mediaopini[dot]com (link: mediaopini.com) yang menyatakan bahwa tidak terdapat shalwat untuk Rasulullah dalam teks khutbah Prof Qurays Shihab. Pemberitaan semacam ini bisa menimbulkan dampak yang negatif, seolah-olah mengesankan nantinya bahwa Pak Qurays anti shalawat dan sebagainya. Padahal jika menyimak penyampaian khutbah beliau, dengan jelas beliau ucapkan lafaz shalawat untuk Rasulullah dan ahli keluarganya.

Jadi sebenarnya agak aneh ketika ada yang mengatakan bahwa beliau tidak bershalawat, sebab jika beliau tidak bershalawat maka rusaklah khutbah karena shalawat termasuk rukun khutbah.


Video Khutbah Idul Fitri 1438 H oleh Prof Qurays Shihab


Khutbah Idul Fitri 1438 H: Belajar Memaafkan dari Nabi Yusuf

KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H
TELADAN NABI YUSUF

اللهُ  اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3) اللهُ اَكبَرْ (×3 ) اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً  وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ  اْلحَمْدُ  الحمد لله, الحمد لله الذى خلق الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله.  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد فياأيهاالحاضرون اتقوالله, اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون, وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Idul Fitri ini ibarat agenda pertemuan tahunan bagi kita ummat Islam. Ini adalah perkumpulan terbesar bagi kita, setelah kita dipertemukan dalam pertemuan kecil harian melalui ibadah shalat lima waktu, dan kita juga kadang bertemu dalam agenda mingguan berupa hadir dalam shalat jumat berjamaah.

Pagi ini kita berjumpa dengan sesama, yang mungkin sebelumnya kita jarang atau bahkan tidak pernah bertemu disini, di masjid ini, dalam agenda harian atau mingguan. Alhamadulillah, syukur kepada Allah swt, jika memang ternyata perkara wajib belum bisa mempertemukan kita dalam satu tempat, maka setidaknya kita pernah berkumpul disini dalam menjalankan perkara sunnah.

Kita khawatir jangan-jangan selama ini perkara maksiat dan dosa lebih banyak membuat kita tertarik untuk berkumpul bersama, dan lebih semangat  lagi, sehingga masjid yang ada disini seakan tertinggal/terabaikan. Naudzubillah min dzalik. Dengan terus berharap bahwa mudah-mudahan Allah swt menguatkan langkah kaki kita kedepan untuk bisa terus bertemu di masjid ini, baik dalam agenda harian berupa shalat berjamaah lima waktu, juga dalam pertemuan mingguan berupa shalat jumat, juga dalam agenda-agenda lainnya yang ada di masjid ini.

Allahu akbar 3x
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Di pagi hari yang damai ini, mari sejenak kita kembali mengenang salah satu kisah yang Al-Quran tuliskan, untuk bisa menjadi sumber inspirasi kita dalam hidup ini, yaitu salah satu potongan cerita sejarah kehidupan nabi Allah yang mulia, yang oleh Rasulullah saw disebut sebagai manusia mulia anak dari manusia mulia anak dari manusia mulia anak dari manusia mulia, dialah nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim alaihimus salam.

Delapan puluh tahun hilang dari keluarga (walaupun ada riwayat lain yang mengatakan kurang dari sana) semenjak nabi Yusuf dibuang ke dalam sumur belum juga membuat rasa iri itu hilang dari dada saudara-saudaranya. Dan dalam waktu yang bersamaan selama delapan puluh tahun itu pula nabi Yusuf menuliskan kisahnya seorang diri, dalam sedih yang mengiris hati, terseok-seok, hingga takdirnya menjadi salah satu penguasa Mesir yang tinggal di Istana.

Dalam ketidaktahuan saudara-saudaranya, setelah delapan puluh tahun itu, akhirnya mereka sampai kepada nabi Yusuf yang sudah menjadi pejabat negara, nabi Yusuf tahu bahwa mereka itu adalah saudara-saudaranya yang dulu membuangnya ke dalam sumur. Mereka datang dengan membawa hajat agar diberi makanan pokok, guna melanjutkan kehidupan dalam suasana kemarau panjang. Alhamdulillah hajat pun dipenuhi.

Beberapa waktu kemudian mereka datang kembali bersama Binyamin, dengan sedikit “sandiwara” akhirnya orang-orang istana mengumumkan bahwa shuwa al-malik (piala raja) hilang dicuri. Siapa yang mencurinya maka dialah yang harus bertanggung jawab. Padahal piala raja itu sengaja diletakkan dikeranjang yang dibawa oleh Benyamin. Mula-mula yang diperiksa adalah saudara-saudara yang dulunya membuang nabi Yusuf ke dalam sumur, dan barang itu tidak ada, lalu tiba akhirnya keranjang Benyamin yang diperiksa, dan persis piala itu ada  disana.

Dalam kegelisan setelah digledah tersebut, masih sempat-sempatnya mereka (saudara-saudara nabi Yusuf) berkomentar pedas:

 قَالُوا إِنْ يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَهُ مِنْ قَبْلُ

Jika memang dia (Binyamin) mencuri, maka sungguh dulu saudaranya (maksudnya Yusuf) juga pernah mencuri”

Mendengar kata-kata pedas dari saudaranya itu, nabi Yusuf hanya bisa mengelus dada, bahwa 80 tahun dari hilangnya nabi Yusuf, rasa iri dan dengki di hati saudara-saudaranya  belum juga hilang, memang dahulu kala “katanya” Yusuf pernah mencuri patung milik kakeknya untuk dihancurkan, atau “katanya” nabi Yusuf pernah mencuri makanan untuk memberi makan orang fakir, sekali lagi semua kabar itu yang bersifat “dugaan” tidak terbukti sama sekali, sehingga wajar jika nabi Yusuf tidak terima dengan tuduhan keji seperti itu, namun kekesalan nabi Yusuf as itu oleh Al-Quran digambarkan dengan dengan sangat baik sekali:

 فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ

Maka nabi Yusuf menyembunyikan kekesalannya didalam hati dan tidak menampakkannya kepada mereka”

Nabi Yusuf cukup berkata didalam hatinya:
 قَالَ أَنْتُمْ شَرٌّ مَكَانًا وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَصِفُونَ 

Memang kalian mempunyai kedudukan (sifat) yang buruk, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu”

Demikian, secara ringkas Al-Quran mengabadikannya dalam QS. Yusuf: 77.  Dari cerita ini setidaknya ada tiga poin penting yang bisa kita ambil di pagi ini:

Pertama: Ujian hidup beragama itu beragam. Selama ini kita sudah sangat sadar sebenarnya bahwa seorang muslim itu jika sudah baligh/sampai umur, maka ketika itu dia diberi banyak beban, didalam istilah fikih dia disebut dengan mukallaf/dibebani. Semenjak saat itu hidup bebas tanpa batas karena alasan masa kanak-kanak sudah selesai. Dalam tahap ini agama sudah memperlakukan seorang muslim sebagai manusia dewasa, dimana segala prilakunya akan dimintai pertanggung jawaban.
Allah swt dalam QS. Al-Insyiqaq: 6, berfirman:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ

Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan bersusah payah menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya”

Pertemuan kita dengan Allah swt itu pasti, tidak ada keraguan didalamnya, meragukanya artinya keimanan kita belum sempurna, sejarah kehidupan manusia yang penuh kesusahan dalam menyelesaikan beban-beban itulah yang nanti akan ditanya, pasti ditanya, jika kita berhasil menyelesaikan beban-beban itu dengan baik, walaupun terseok-seok disana-sini, maka hasilnya adalah kenikmatan abadi yang Allah swt siapkan di syurga sana.

Nabi Yusuf as adalah salah satu dari dua belas orang anak laki-laki nabi Ya’qub, sejarawan mencatat bahwa hanya beliau sendirilah yang dipilih oleh Allah swt untuk mengemban beban tambahan menjadi nabi dan rasul. Bayangkan dari kecil beliau sudah bersusah payah, bahkan terseok-seok memegang ajaran agama, beban agama yang kita pikul sekarang belum seujung kuku dari beban agama yang diemban oleh beliau dan para nabi yang lain.

Jangan cengeng menjadi muslim, diuji dengan shalat tidak kuat, diuji dengan puasa tidak kuat, diuji dengan zakat tidak kuat. Untuk perkara yang wajib terkadang kita tidak kuat melakukannya, namun untuk perkara mubah; menonton bola, ke pasar berjam-jam, rekreasi mendaki gunung nun jauh itu sanggup untuk dilakukan. Dan terkadang, naudzubillah, justru untuk perkara makruh dan haram banyak juga diantara kita yang sanggup, sigap dan berani terang-terangan melakukannya.
Mudah-mudahan hasil didikan ramadhan tidak hilang begitu saja sembari terbenamnya bulan ramadhan. Mudah-mudahan semangat ke masjid tidak hilang, semangat membaca Al-Quran setiap hari tidak hilang, semangat berbagi makanan dan harta tidak hilang, kejujuran semakin terpatri kedalam jiwa, kesabaran semakin bertambah, daya juang semakin tinggi dan keikhlasan semakin terjaga. 

Allahu akbar 3x
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Kedua: Konflik bersaudara itu memang ada. Orang tua boleh sama, namun setiap anak akan membawa tabiatnya sendiri. Sekali waktu Yusuf berkata kepada ayahnya Ya’qub as:

 إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ

(ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."

Mimpi itu hadir ketika Yusuf masih kecil, belum baligh, sebelas bintang yang dimaksud oleh Al-Quran adalah isyarat untuk sebelas saudara Yusuf yang lainnya, sedang matahari dan bulan adalah isyarat untuk ayah dan ibunya. Setelah Ya’qub mendengar cerita mimpi anaknya tersebut, dalama firasat seorang nabi, Ya’qub meyakini bahwa nanti Yusuf ini akan menjadi orang besar, dimana kelak saudara-sauranya bahkan ayah dan ibu sendiri akan sujud/hormat kepadanya.

Untuk itu, Ya’kub berpesan, janganlah kiranya mimpi ini diceritakan kepada yang lain, termasuk jangan juga diceritakan kepada saudara-saudara yang lain, karena hati manusia siapa yang tahu, dan bahwa syaitan bisa saja berbisik sepanjang waktu, agar muncul rasa iri dan dengki terhadap saudara sendiri yang difirasati akan sukses dikemudian hari.

Dalam kehidupan ini, memang tidak semuanya harus ditampakkan, bersikaplah biasa-biasa saja, bukan karena pelit, hanya karena ingin menjaga hati dan perasan orang lain agar tetap stabil, karena setiap orang yang diberi kenikmatan itu berpotensi untuk diri dan didengki oleh yang lain. Terlebih didunia media sosial sekarang ini, tidak semua harus ditampakkan disana, tidak semua foto harus di posting, tidak semua menu makanan diperlihatkan, dan tidak semua kemesrahan serta kesuksesan harus dipertontonkan, biasa-bisa saja, karena segala apa yang ad dengan kita ini hanyalah pemberian dan titipan Allah swt serta ujiannnya, yang kapanpun bisa diambil olehNya, dan yang pasti Allah swt akan meminta pertanggungjawaban untuk semua kenikmatan dan fasilitas hidup yang kita pakai di bumi ini.

Imam At-Thabrani meriwayatkan sebuah pesan Rasulullah saw yang cukup bijak:

استعينوا على قضاء حوائجكم بكتمانها فإن كل ذي نعمة محسود

Minta tolong kalian semua dalam hal menyelesaikan hajat hidup kalian dengan menyembunyikannya, karena sungguh orang-orang yang diberi kenikmatan itu akan diri dan didengki”   

Selanjutnya berbagi kenikmatan adalah salah satu cara berikutnya untuk meredam sifat iri dan dengki dari sesama, karenanya salah satu tujuan zakat, infak dan shadaqah itu adalah untuk menciptakan keseimbangan sosial dimasyarakat, jangan sampai orang kaya semakin kaya, dan orang miskin semakin miskin, ketimpangan sosial seperti ini berpotensi menyulut api kebencian dan peperangan antara kaum kaya vs kaum tidak berdaya.

Allahu akbar 3x
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Ketiga: Perihal kesalahan dan dosa sesama saudara, maafkan saja. Dipisahkan dari orang tua, dibuang ke sumur, delapan puluh tahun hidup sendiri hingga berdarah-darah, difitnah bahkan masuk penjara, ini semua akibat persekongkolan saudara sendiri yang dirasakan oleh nabi Yusuf as., namun sedikitpun tidak ada terbersit niat untuk balas dendam tehadap saudara sendiri,
Memaafkan adalah pilihan yang cukup sulit untuk dilakukan, terutama bila berkenaan dengan kesalahan yang sangat berat dan menorehkan luka yang dalam di hati kita. Benar, lebih mudah meminta maaf daripada memaafkan bukan? Tapi Islam justru memerintahkan kita menjadi mengambil sikap memaafkan orang lain. Allah swt memerintahkan kita, ''Tetapi, orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.'' (asy-Syuura: 43).

Inilah kemuliaan yang agung, inilah pesona yang tertinggi, yaitu menjadi pemaaf. Pernah saat bersama para sahabatnya, Rasulullah pernah bersabda, ''Maukah kalian aku beri tahu sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan dan meninggikan derajatmu?'' Para sahabat menjawab, ''Tentu, wahai Rasulullah.'' Rasulullah lalu bersabda, ''Bersabar terhadap orang yang membencimu, memaafkan orang yang menzalimimu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menyambung silaturahim dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu.'' (HR Thabrani).

Lebih lanjut, dalam waktu yang bersamaan Al-Quran juga menyebut bahwa sesama muslim umumnya adalah bersaudara, walau tidak dilahirkan dari rahim yang sama (QS. Al-Hujurat: 10), walau bersaudara namun akhir-akhir ini sangat terasa sekali aroma permusuhan sesama kita, seakan mudah sekali mulut kita berucap bahwa si fulan salah, si fulan begok, si fulan sesat, si fulan kafir, hanya kelompok kami yang benar, hanya kelompok kami yang boleh berfatwa, dst.
Ini zaman dimana “ribut” dinomorsatukan ketimbang saling memahami, ini zaman dimana perkara khilaf dijadikan perkara ijma’, sehingga suatu kelompok yang bebeda degan kelompoknya pasti dianggap salah. Ini zaman dimana “orang lain” lebih dicintai ketimbang saudara sendiri, ini zaman dimana pedang lebih mudah menggorok saudara sendiri ketimbang musuh yang jelas-jelas nyata.

Kesimpulan
Akhir kata di antara proses utama menjadi pemenang setelah melaksanakan bulan Ramadhan adalah menang dalam hubungan dengan sesama. Selain silaturahim, juga ada tradisi saling meminta dan memaafkan. Mengingat Allah tidak memaafkan dosa-dosa yang terkait dengan sesama manusia, kecuali telah terjadi saling memafkan di antara mereka. Inilah jalan menuju takwa, karena di antara tanda orang-orang yang bertakwa adalah siapa yang senang memafkan kesalahan sesamanya. Allah berfirman, ''Dan, orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali Imran: 133-134).

Dan kiranya semoga kisah Nabi Yusuf dapat kita petik pelajaran penting sebagaimana yang telah Allah tegaskan pada ayat terakhir dalam surat Yusuf:

111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

Disampaikan di Mesjid Al-Iklas Lubuk - Aceh Besar, 1 Syawal 1438 H/25 Juni 2017 M
Sumber: Rumahfiqih dengan beberapa perubahan

Asal Usul Waktu Imsak

Dalam selebaran jadwal shalat selama ramadhan, didapati ada sebuah jadwal yang dinamakan imsak, dan dijadikan sebagai patokan untuk memulai menahan diri dari hal-hal yang membukakan puasa. 

Namun belakangan ini, ada segelintir suara-suara sumbang yang mempertanyakan, imsak tersebut asal usulnya dari mana? Bukankah puasa dimulai dari terbit fajar? Sementara imsak waktunya belum terbit fajar, kenapa harus mempersulit diri sendiri dengan menahan lapar lebih awal.

Lantas, apakah waktu imsak tidak mempunyai dasar apapun? Menjawab hal ini, mari kita simak ulasan para ulama sebagai berikut:

1. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
Dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari pada kitabus shaum, pada bab:

ﺑﺎﺏ ﻗﺪﺭ ﻛﻢ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺤﻮﺭ ﻭﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ
[bab ukuran perkiraan waktu antara sahur dan shalat subuh]

Diriwayatkan dari Anas radliyallaahu ‘anhu dari Zaid bin
Tsabit bahwa dia pernah berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian kami berangkat shalat (shubuh). Maka aku (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur? Ia (Zaid) menjawab : ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)”

Ibnu Hajar menjelaskan:

ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﺑﺎﺏ ﻗﺪﺭ ﻛﻢ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺤﻮﺭ ﻭﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ‏) ﺃﻱ : ﺍﻧﺘﻬﺎﺀ ﺍﻟﺴﺤﻮﺭ ﻭﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺍﻟﺼﻼﺓ ؛
ﻷﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﺮﻙ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﻛﻞ ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻔﻌﻞ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﺸﺮﻭﻉ ﻓﻴﻬﺎ ﻗﺎﻟﻪ
ﺍﻟﺰﻳﻦ ﺑﻦ ﺍﻟﻤﻨﻴﺮ .

Perkataannya [bab ukuran perkiraan waktu antara sahur dan shalat subuh] yakni waktu akhir sahur dan mulai shalat, karena sesungguhnya maksudnya adalah perkiraan waktu berhenti makan, dan maksud dengan melalakukan shalat adalah permulaan mulai shalat, telah menyatakan atas hal itu oleh Az-Zain bin al-Minbar.

lalu beliau berkata lagi:

ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻗﺎﻝ : ﻗﺪﺭ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ ‏) ﺃﻱ : ﻣﺘﻮﺳﻄﺔ ﻻ ﻃﻮﻳﻠﺔ ﻭﻻ ﻗﺼﻴﺮﺓ ﻻ ﺳﺮﻳﻌﺔ ﻭﻻ
ﺑﻄﻴﺌﺔ ، ﻭﻗﺪﺭ ﺑﺎﻟﺮﻓﻊ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﺧﺒﺮ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﺃ ، ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻨﺼﺐ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﺧﺒﺮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﻘﺪﺭﺓ ﻓﻲ
ﺟﻮﺍﺏ ﺯﻳﺪ ﻻ ﻓﻲ ﺳﺆﺍﻝ ﺃﻧﺲ ﻟﺌﻼ ﺗﺼﻴﺮ ﻛﺎﻥ ﻭﺍﺳﻤﻬﺎ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻞ ﻭﺍﻟﺨﺒﺮ ﻣﻦ ﺁﺧﺮ . ﻗﺎﻝ
ﺍﻟﻤﻬﻠﺐ ﻭﻏﻴﺮﻩ : ﻓﻴﻪ ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﺑﺄﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﻥ ، ﻭﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﺗﻘﺪﺭ ﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﺑﺎﻷﻋﻤﺎﻝ
ﻛﻘﻮﻟﻪ : ﻗﺪﺭ ﺣﻠﺐ ﺷﺎﺓ ، ﻭﻗﺪﺭ ﻧﺤﺮ ﺟﺰﻭﺭ ، ﻓﻌﺪﻝ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ
ﺑﺎﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ؛ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﻛﺎﻥ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺑﺎﻟﺘﻼﻭﺓ ، ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻘﺪﺭﻭﻥ ﺑﻐﻴﺮ
ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻟﻘﺎﻝ ﻣﺜﻼ : ﻗﺪﺭ ﺩﺭﺟﺔ ، ﺃﻭ ﺛﻠﺚ ﺧﻤﺲ ﺳﺎﻋﺔ .

perkataan [beliau berkata;ukuran 50 ayat] yakni bacaan yang sedengan bukan yang panjang tau yg pendek, tidak yang kencang [membacanya] atau yang lambat, berkata al-mihlab dan lainnya: disana membuat perkiraan waktu dengan perbuatan badan, dan biasanya orang arab membuat perkiraan waktu dengan amalan badan,seperti dengan ukuran memeras susu kambing. maka zaid memindahkan perkiraan itu dengan qiraat, itu merupakan sebuah isyarat juga bahwa waktu itu adalah waktu ibadah dengan qiraat, seandainya kebiasaan orang arab tidak dengan amalan badan, maka zaid pun akan berkata misalnya: ukuran derajat sekian, atau sepertiga, seperlima jam.

2. Ibnu Rusyd
Beliau menjelaskan dalam Bidayatul Mujtahid pada kitab Shaum juz 1 hal 211 sebagai berikut :

والمشهور عن مالك وعليه الجمهور أن اﻷكل يجوز أ ن يتصل بالطلوع، وقيل بل يجب اﻹمساك قبل الطلوع...

Dan yang mashur dari Imam Malik dan sesuai dengan pendapat jumhur batas makan adalah eksistensi terbit fajar, bukan tampaknya fajar, dan ada yang mengatakan bahkan wajib imsak sebelum terbit fajar.

ومن ذهب إلى أنه يجب اﻹمساك قبل الفجر فجريا على اﻻحتياط وسدا للذريعة، وهو أورعالقولين واﻷوا أقيس والله أعلم.

Mereka yang menentukan batas imsak sebelum terbit fajar hanya sebagai tindakan hati-hati dan menghilangkan keraguan. Pendapat pertama (malik dan jumhur) lebih tepat dan pendapat kedua (imsak sebelum terbit fajar) lebih hati-hati, wallahu a'lam.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, jadi jelas bahwa sejak zaman Rasulullah, sudah dilakukan imsak sebagai langkah berhati-hati. Karena dulunya tidak ada jam, wajar saja orang mengukur waktu berdasarkan kegiatan-kegiatan tertentu. Sementara belakangan ini, dimana penanda waktu semakin canggih, dibuatlah jarak waktu sekitar 10 menit sebelum subuh sebagai langkah untuk bersiap-siap puasa. Karenanya, jangan terburu-buru divonis sebagai sesuatu yang tidak mendasar, apalagi jika dituduhkan sebagai perbuatan bid'ah. Wallahu a'lam.

Ramadhan di Kuala Terengganu

Oleh: Saiful Hadi

Seperti kata pepatah, Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, demikian yang penulis amati selama menjalani ibadah puasa ramadhan di Terengganu, tepatnya di Kampung Kemasek yang terletak antara Kerteh dan Kijal, sekitar 30 km dari bandar Chukai dan 10 menit dari arah Kerteh. Sekilas memang tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok, namun ada beberapa tradisi unik yang membuat ramadhan di Kemasek tampil beda.

Tarawih 20 rakaat

Dari beberapa mesjid yang sempat penulis singgahi, seperti mesjid jamek kemasek dan mesjid sultan Ahmad yang berada di wilayah Kemaman, umumnya shalat tarawih dilaksanakan sebanyak 20 rakaat. Akan tetapi setelah selesai delapan rakaat ada juga beberapa jamaah yang langsung menutup dengan witir, sementara imam tetap lanjut sampai selesai dua puluh rakaat.

Pelaksanaan ibadah tarawih tidak berbeda jauh dengan yang ada di aceh. Setiap selesai dua rakaat, dipandu oleh seorang bilal, seluruh jamaah berzikir bersama seperti yang sering kita saksikan di Aceh, yaitu membaca "fadhlan minallah...", dan "subhana malikil makbud" setiap selesai empat rakaatnya. Tidak lupa juga, imam memimpin doa setiap selesai empat rakaat.

Sejauh amatan penulis, hampir seluruh mesjid tata laksana tarawihnya demikian. Pelaksaan tarawih di imami oleh para Hafiz, satu juz setiap malam. Dan pada rakaat terakhir witir, imam membaca doa qunut sebab telah memasuki pertengahan kedua dari ramadhan. Sementara untuk selanjutnya dilanjutkan oleh imam yang lain. Dalam semalam ada dua orang imam yang bertindak memimpin tarawih sampai witir, sedangkan shalat isya tetap dipimpin oleh imam besar mesjid.

Di mesjid tersebut ada terpajang sebuah al-Quran dengan ukuran A3 yang berguna untuk memudahkan imam saat memimpin shalat. jadi saat membaca ayat setelah al-fatihah, imam langsung membaca dari al-Quran tersebut.

Qiyamul lail dan Tazkirah Subuh

Dalam rangka menghidupkan sepuluh terakhir ramadhan, aktivitas mesjid di malam harinya padat dengan berbagai kegiatan. Mulai dari tarawih, hingga shalat malam lainnya seperti tahajud dan shalat sunnah tasbih yang dikerjakan secara berjamaah.

Selain meningkatkan amal dengan berbagai amalan ibadah, setiap subuhnya juga dibuat kajian-kajian ilmu agama yang disebut dengan tazkirah, atau kuliah subuh seperti yang lazimnya kita saksikan di aceh.

Pohon Besar Tidak Tumbuh Secara Tiba-Tiba

Pohon Besar Tidak Tumbuh Secara Tiba-Tiba

Oleh: Saiful Hadi

Jangan kita membayangkan, bahwa orang-orang yang terlihat besar dan sukses hari ini berasal dari orang yang berpunya dan berada. Sejarah telah mencatatkan, kebanyakan tokoh masyhur, ilmuan-ilmuan yang besar, pengarang ternama hampir kebanyakannya muncul dari kalangan kecil, yang fakir dan melarat kehidupannya.

Kita lihat Rasulullah Muhammad saw, 2 bulan umurnya dalam kandungan telah ditinggal oleh sang ayah, 6 tahun umurnya ditinggal sang ibu, 2 tahun kemudian saat usianya telah 8 tahun, kakek yang mengasuhnya pun juga meninggal dunia. Ayah beliau hanya meninggal warisan 5 ekor unta saja.
Pahit dan getir beliau menjalani kehidupan, malahan ketika islam telah beliau dakwahkan, pemuka qurays berang, nyawanya menjadi ancaman, pernah diboikot tiga tahun lamanya, hingga pada suatu ketika beliau terpaksa hijrah dari kampung tercinta menuju yastrib yang kini kita kenal sebagai madinah.

Tapi perhatikanlah, siapa yang tidak mengenal beliau, jangankan kawan, lawan pun menaruh hormat pada beliau. sikapnya yang santun dan mulia, membuat siapapun menjadi luluh hatinya. Bangsa arab yang dulunya terpecah belah, menjadi bersatu dalam ikatan aqidah.

Tokoh besar lainnya, seperti Imam Syafie, beliau hanyalah seorang anak yatim, namun beliau punya keinginan yang kuat dalam hal menuntut ilmu. Ke berbagai penjuru dunia islam beliau datangi guna mendalami pengetahuan, lama menentap di Madinah belajar fiqih ahlu hadist dengan Imam Malik, lalu ke iraq belajar fiqih ahlu ra'yi bersama murid-murid Abu Hanifah, sampai akhirnya oleh guru-guru beliau dipercayakan untuk berijtihat sendiri. Sehingga lahirlah pemahaman fiqih yang konperhensif. Beliaulah yang mula2 membukukan konsep usul fiqih. Beliau jua yang memadukan konsep ahlu ra'yi dan ahlu hadist.

Apa yang telah dicapai oleh tokoh-tokoh hebat yang terkenal di dunia, semua tidak terlepas dari perjuangan yang begitu menguras tenaga dan pikiran. Mereka tidak terlahir dalam kondisi serba ada dan cukup, namun kepahitan hidup inilah yang menjadi cambuk untuk menjadi lebih baik. Pohon yang hari ini terlihat besar, dulunya hanya sebutir biji yang kecil, tidak serta merta sebuah pohon langsung besar begitu saja, ada proses yang harus dilalui, ada ujian yang harus dilewati.

Belajarlah, dan Jadi Alim

Orang bodoh, telah mati sebelum mati
Orang alim, tetap hidup walaupun mati - Ta'lim Muta'alim

#quote #catatanfiqih #Ramadhan

Mempertegas Sejarah Awal Islam di Nusantara

Oleh: Saiful Hadi

Sebuah catatan dari seminar Nasional "Mempertegas Sejarah Awal Islam di Nusantara" yang berlangsung di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry pada 15 mei 2017, menurut pemaparan Prof Azyumrdi Arza, Islam masuk ke Nusantara tidak mungkin melalui gujarat sebagaimana yang dipelopori oleh Snouck Hongarje, alasannya karena gujarat saat itu masih didominasi oleh hindu sehingga tidak logis jika islam dibawa dari sana menuju nusantara.

Penyebaran islam dibawa oleh para sufi pengembara bukan oleh pedangan sebagaimana yang sering didegung2kan, oleh para Sufi islam dibawa langsung dari Mekah dan masuk melalui Samudera Pasai yang saat itu dipimpin oleh Sultan Malik Al Shalih yang sebelumnya bernama Merah Silu. 

Oleh karena itu, tidak logis jika disebutkan titik nol islam berada di Barus, sebab tidak ada bukti otentik yang menunjukkan bahwa Islam nusantara pertama kali berada di sana, sebab faktanya justru di Pasai lah awal mula peradaban Islam di Nusantara bermula.

Lain halnya menurut Dr. Husaini Ibrahim, MA, Islam di nusataran justru dimulai dari Lamuri yang berada di Aceh Besar sekarang, hal ini berdasarkan ditemukannya artefak2 yang jauh lebih tua dan mempunyai indikasi kuat bahwa dari sinilah islam bermula di Nusantara.

Kesimpulannya, dari hasil pemaparan para Narasumber, tidak ada data-data yang valid yang menujukkan bahwa Barus sebagai titik nol Islam.

Madinatul Aman


Madinatul Aman merupakan lembaga dakwah sosial yang terletak di Gampong Dham Pulo Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Balai Pengajian ini didirikan sebagai langkah konkret wujud refleksi keimanan kepada ayat Allah:
“Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyeru (berbuat) kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Merujuk pada ayat di atas, dalam beramat ma'ruf dan nahi munkar tentu saja tidak terlepas dari penguasaan ilmu-ilmu syariat, karena jika dua hal tersebut dilakukan tanpa landasan ilmu maka akan muncul kehancuran.

Balai Pengajian Madinatul Aman menitik beratkan materi mengenai Al-Quran dan Kitab Arab Jawi, terutama sekali menganai qira’ah qur’an demi mengentaskan buta aksara terhadap quran, sekaligus sebagai langkah konkret dalam mensukseskan Program Beut Ba’da Magrib yang telah dicetuskan oleh Bupati Aceh Besar. Seluruh kajian tersebut diharapkan agar dapat terciptanya generasi Qur’ani yang selalu menjunjung tinggi perintah Allah dan Rasulnya serta membantu Pemerintahan Aceh dalam mewujudkan Aceh yang bernafaskan Islam.

Madinatul Aman dalam Tahap Pembangunan
Desain Balai Madinatul Aman ©tukanggambar.com

Jangan Bersedih

Jika Allah Ta'ala telah menanggung rezki setiap makhluk,
untuk apa kamu merasa bingung dengan rezki?
jika rezki itu dibagikan Allah Ta'ala, untuk apa tamak?
jika Allah telah berjanji akan mengganti apa yang kita keluarkan,
dan mustahil bagi-Nya menyalahi janji, untuk apa kikir?
Jika surga itu benar, untuk apa bersenang2 di dunia?
Jika neraka itu benar, untuk apa bermaksiat di dunia?
Dan jika segala sesuatu berjalan dengan
qadha dan qadar-Nya, untuk apa bersedih?

- Imam Ahmad bin Hanbal

Majlisus Saniyah, Syarah Hadis Arbain Nawawi no.19

www.catatanfiqih.com | @catatanfiqih | fb.com/catatanfiqih

Khutbah Jumat: Penyebab Lemah Iman

Oleh: Tgk. H. Muhammad (*)

Perkara iman merupakan hal terpenting dalam kehidupan seorang muslim, sebab keimananlah yang menjadi faktor penentu terhadap nasib seorang hamba baik di dunia maupun di akhirat. Keimanan merupakan wasilah untuk memperoleh rahmat dari Allah Ta’ala berupa syurga, dan sebaliknya, murka Allah akan diberikan bagi hamba-hambanya yang tidak beriman.

Kadangkala keimanan dalam dada bisa menjadi surut, sebenarnya hal ini sudah dimaklumi karena ada banyak nash yang membahas perihal bertambah dan berkurangnya iman.

Selain itu, tingkatan-tingkatan keimanan pun ada yang membagi menjadi level mukhlis, muttaqin, muhsin, mukmin dan muslim. Semua ini menunjukkan bahwa level keimanan tidak berada dalam satu martabat, ini menandakan bahwa iman bisa bertambah dan berkurang.

Mengenai bertambah dan berkurangnya keimanan, dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda:

"Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah." (HR Ibn Hibban)

Jika direnungkan secara mendalam, setidaknya ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap melemahnya keimanan, yaitu:

1. Minimnya Ilmu Pengetahuan
Ketika kaum muslimin telah mulai jauh dari ilmu dan tidak lagi mau menuntutnya, maka ia akan semakin jauh dari agama Allah Subhanahu wa Ta’aala.

Ilmu akan membuat seseorang mulia, akan membuat seseorang takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’aala dalam al-Qurân:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

"Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah adalah orang-orag yang berilmu (para ulama). (QS Surat Fathir: 28)

Ilmu mengenal Allah akan melahirkan sifat takut terhadap Allah. Sifat takut ini akan membawanya untuk meninggalkan larangan Allah dan istiqamah diatas agama Allah. Sementara kebodohan bisa menjerumuskan manusia kepada kesesatan dan kekafiran tanpa ia sadari dan orang yang berilmu lebih ditakuti syetan daripada seratus ahli ibadah.

2. Pengaruh Lingkungan
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda,

“Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap”. (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadis di atas, Rasullah mengajarkan supaya kita tidak terseret kepada situasi yang rusak di lingkungan kita. Lingkungan yang baik insyaAllah juga akan memberi pengaruh yang baik, dan sebaliknya lingkungan yang buruk bisa berakibat buruk jika tidak sanggup untuk melawan arus yang ada.

Kita harus memiliki keberanian untuk meninggalkan lingkungan yang membuat kita jauh dari Allah Swt. Dan pergi sejauh mungkin dari lingkungan yang malah menjerumuskan kita kepada kemaksiatan, kemunafikan atau kekufuran.

Tidak perlu ragu untuk keluar dari tempat kerja yang dipenuhi oleh perbuatan dosa yang tidak mampu kita lawan atau kita perbaiki. Dan tidak perlu takut kehilangan penghasilan, yakinlah sesungguhnya Allah Swt Maha Penjamin Rezeki. Jika orang kafir saja Allah Ta’ala jamin rezekinya, apalah lagi kita yang mengimani Allah Swt dan senantiasa berupaya menghindari kemaksiatan dan dosa.

3.Fakir
Mengutip perkataan Imam al-Ghazali yang menerangkan bahwa kefakiran mendekatkan untuk terjerumus ke dalam kekufuran, Al-Munawi dalam Faidhul Qadir menuliskan, "Karena kefakiran (kemiskinan) menyebabkan orang untuk hasud kepada orang kaya. Sedangkan hasud akan memakan kebaikan. Juga karena kemiskinan mendorongnya untuk tunduk kepada mereka dengan sesuatu yang merusak kehormatannya dan membuat cacat agamanya, dan membuatnya tidak ridha kepada qadha' (ketetapan Allah) dan membenci rizki. Yang demikian itu jika tidak menjadikannya kufur maka itu mendorongnya ke sana. Karenanya Rasulullah saw dalam sebuah doa memohon perlindungan dari kefakiran dan kekufuran.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ

"Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kefakiran dan kekufuran serta adzab kubur." (HR. Abu Dawud, Al-Nasai, dan Ahmad)

Namun demikian,  kefakiran bukanlah sesuatu yang buruk dan tercela. Karena sesungguhnya kaya-miskin merupakan ketentuan Allah. Dia melapangkan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Begitu juga sebaliknya, menyempitkan rizki dan membatasinya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia sengaja membuat perbedaan itu dengan hikmah yang Dia ketahui.

Untuk itu, umat islam harus kuat secara ekonomi, dan menyalurkan zakat kepada setiap mustahiknya, sehingga dengan demikian akan terjembatani antara orang kaya dan miskin, dan menghilangkan kesenjangan sosial antara keduanya.

(*) Khutbah Jumat
Khatib: Tgk. H. Muhammad, Ketua MPU Aceh Besar
Tempat: Mesjid Raya Baiturrahman - Aceh
Tanggal: 21 April 2017

Belajar dari Imam Ahmad, Ilmu Harus Diperjuangkan


Siapa yang tidak kenal dengan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau adalah pendiri Mazhab Hanbali, dan sang huffaz dunia karena tidak kurang dari satu juta hadist yang beliau rekam dalam memori otaknya. menyimak kisah hidup beliau, ada sepotong kisah menarik dalam proses pencarian ilmu yang dilakoni oleh sang Imam.

Singkat cerita, pada suatu ketika beliau punya keinginan yang besar untuk mempelajari hadist dengan seorang ulama besar Yaman yang bermukim di San'a, yaitu Syaikh Abdurrazzaq. Untuk merealisasikan keinginan itu, beliau akhirnya berangkat bersama sahabat karibnya Yahya bin Mun'in untuk sama-sama belajar di Yaman.

Namun sebelum menuju Yaman, dua orang penuntut ilmu ini terlebih dahulu menuju Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Qadarullah, ternyata tetiba keduanya di mekah, saat sedang melaksanakan thawaf di ka'bah, disaat yang sama pun Syaikh Abdurrazzaq juga sedang melaksanakan thawaf. Selintas kemudian, Yahya bin Mun'im segera menghampiri sang Ulama besar itu sembari memberi salam dan mengenalkan Imam Ahmad kepada beliau.

Lantas kemudian, Yahya bin Mun'im berujar, "alangkah kebetulannya, Allah benar-benar telah memudahkan kita, yang seharusnya kita menempuh jarak selama sebulan lagi untuk menuju yaman, akan tetapi hari ini Allah telah memangkas waktu bagi kita dengan sebab bertemu dengan sang Guru di Mekah ini". 

Sementara sikap Imam Ahmad ketika berjumpa Syaikh Abdurrazzaq benar-benar di luar dugaan, berbanding terbalik dengan Yahya bin Mun'in. Biarpun telah berjumpa di Mekah, Imam Ahmad tetap bersikukuh untuk belajar dengan Syaikh Abdurrazzaq di Yaman, yang artinya mereka berdua tetap akan menempuh perjalanan selama sebulan lamanya menuju Yaman. 
Imam Ahmad mengatakan kepada sahabatnya, "ilmu tidak didapat dengan cara kebetulan, tetapi ilmu harus dicari dengan penuh perjuangan".

Walhasil, keduanya berangkat menuju Yaman setelah menunaikan ibadah haji. Dalam riwayat disebutkan, Imam Ahmad belajar bersama Syaikh Abdurrazzaq selama dua tahun lamanya. Sepanjang waktu itu, Imam Ahmad pernah mengalami kehabisan bekal, dan hal itu diketahui oleh sang guru dan sahabatnya. 

Mengetahui hal itu, sang guru menawarkan bantuan secara cuma-cuma, tetapi hal itu ditolak oleh imam ahmad. Tidak kehabisan ide, sang guru menawarkan utang, namun jiga ditolak olehnya. Demikian juga, bantuan yang ditawarkan oleh sahabat beliau juga ia tolak. Sehingga menjadi heranlah guru dan sahabat2 beliau semua, bagaimana caranya imam Ahmad memenuhi kebutuhan sehari-harinya? Setelah ditelusuri, rupanya sang Imam bekerja menjadi penjahit untuk memenuhi kebutuhannya.

Mengenang hal itu Syaikh Abdurrazzaq selalu menangis. Beliau tidak habis pikir dengan sosok Imam Ahmad yang begitu teguh pendirian dan menjaga iffah.

Pelajaran penting dari kisah beliau, ilmu didapat bukan dengan cara kebetulan, tapi harus disertai dengan perjuangan sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam Ahmad. Sepintas lalu, kita mungkin berpikir bahwa imam ahmad kurang mensyukuri nikmat, padahal jika direnungkan sikap beliau dalam menolak bantuan merupakan pelajaran penting dalam hal menjaga iffah (harga diri), serta sebagai sikap tidak bergantung dan menyusahkan orang lain. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa belajar sambil bekerja adalah hal yang lumrah, bahkan telah dilakoni oleh ulama-ulama terdahulu.

Disarikan dari Ceramah Ba'da Zuhur oleh Ust Fahruddin Lahmuddin, di Mesjid Jami' Kopelma Darussalam, senin-10/4/2017

Membumikan Hijab, bag. 1

Oleh: Salman Al Farisi, M.Pd.I

Dewasa ini sering kita menjumpai berbagai maksud dan tujuan manusia dalam konteks melaksanakan syariat Islam, ada yang sekedar menjalankan rutinitas, pencitraan diri, merasa tidak enak dengan keluarga baik itu mertua bagi menantu, ibu bapak bagi seorang anak, istri bagi suami dan juga sebaliknya.

Bahkan, ada yang supaya memuluskan niat dan hasratnya mewujudkan maksud duniawi seumpama menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ketua RT/RW, lurah, pimpinan lembaga atau organisasi tertentu yang mempunyai nilai prospek ke depannya.

Kesemuanya itu jauh dari tujuan sebenarnya menjalankan syariat yaitu dengan niat ikhlas mengharap ridha Allah SWT agar menjadi sebuah amal ibadah yang bermanfaat dunia akhirat dan merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan per individu yang telah memenuhi syarat taklif yang ditentukan, padahal seandainya niat mengerjakan itu semua sesuai dengan yang telah digariskan Allah SWT dan rasulnya maka perkara yang bersifat duniawi pasti mengikuti juga, seumpama orang makan kalau berniat untuk menambah kekuatan dan semangat melaksanakan ibadah maka pahala pun didapat dan kenyang juga dirasakan.

Faktor penyebabnya tidak lain dikarenakan pemahaman individu bersangkutan terhadap esensi dasar dari disyariatkannya kewajiban tersebut yang belum matang dan utuh dipahami, sehingga dilapangan bisa kita melihat terkesan setengah-setengah dalam aplikasinya dan bahkan semaunya saja yang menurut anggapan mereka bisa disamakan dengan perkara-perkara yang bersifat duniawi yang notabenenya diprakarsai oleh orang- orang diluar Islam pada kebanyakan.

alangkah amat miris kita saksikan dikala syariat Islam yang oleh penganutnya sendiri sudah menganggap sepele, menunda-nunda, merasa seolah-olah diri belum siap bahkan ada yang selalu berpatokan Tuhan amat pemurah, pengampun dan penyayang sehingga dikala usia menginjak senja baru memulainya dengan dalih bertaubat, seolah-olah usia itu bisa kita kendalikan menurut kemauan kita, dan seakan- akan tidak sadar bahwa usia tua itu bukan masa yang ideal untuk “menikmati” perintah Allah, dan menjalankan sunnah rasul, padahal usia muda lah yang menentukan sikap hidup kita ketika tua, dan pelatihan ibadah menjalankan syariat Islam itu lah ketika masa muda, konsekwensinya agar di usia tua nantinya sudah terbiasa. Usia tua sangat rentan terhadap penyakit, fisik lemah, pikiran lemah, dan saat-saat menunggu ajal pun semakin dekat.

Syeikh Al-Maududi adalah seorang ulama yang sangat keras menyangkut fenomena seperti itu. Bagi beliau, kalau kita ingin masuk ke dalam agama Islam tidak boleh setengah-setengah. “Ya atau tidak sama sekali!”. Harus tegas dan tidak boleh semaunya. Bahkan dalam bahasa yang lebih ekstrim beliau mengatakan kalau ada ummat Islam yang justru hanya akan bikin malu ummat Islam yang lain karena tidak mampu berIslam dengan benar, lebih baik keluar saja dari Islam. Keras, memang!

Bersambung...

Penulis adalah Alumni Pesantren MUDI MESRA, Samalanga
Dan Alumni Pasca Sarjana Prodi Pendidikan Islam, Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam, UIN SUSKA Pekanbaru, Riau.

Renungan Atas Wafatnya KH. Hasyim Muzadi

Dalam Kitab Tanqih Al-Qaul Imam Al-Hafizh Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sbb:

وقال عليه الصلاة والسلام: {مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ} قالها ثلاث مرات
”Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik, munafik, munafik. Sampai 3x Nabi mengatakan Munafik.

Menagislah karena meninggalnya seorang ulama adalah sebuah perkara yang besar di sisi Allah. Sebuah perkara yang akan mendatangkan konsekuensi bagi kita yang ditinggalkan jika kita ternyata bukan orang-orang yang senantisa mendengar petuah mereka. Menangislah jika kita ternyata selama ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada para ulama.

عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41 قال : موت علمائها . وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا .
Dari Ibnu Abbas ra. tentang firman Allah, “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41). Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama. Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far ra berkata, “Kematian ulama lebih dicintai iblis daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”

Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah yang berbunyi:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41).

Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya).Sedangkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama (Tafsir Ibnu Katsir 4/472)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah bersabda:

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
Artinya: “Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’)

Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ ” ، قَالُوا : وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَالَ:إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ
Artinya: “Ambillah (Pelajarilah) ilmu sebelum ilmu pergi! Sahabat bertanya: Wahai Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi (hilang)?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama)” (HR Ad-Darimi, At-Thabrani No 7831 dari Abu Umamah).

Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadits sahih.

إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambanya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan” (HR al-Bukhari No 100)

Semoga dg wafatnya KH.Hasyim Muzadi, kita semua berdoa dan berharap akan ada yang meneruskan perjuangannya. Aamiin

Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib:
إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه
Artinya: “Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya” (Ihya Ulumiddin I/15).

Wallahu a’lam bis-Shawab

Disadur dari grup whatsapp membaca hadist